Kethoprak menika lair watawis taun

Salah satu jenis kesenian yang masih digemari masyarakat Jawa adalah Kethoprak. Sutrisno Pelok seorang senior teater di Solo mengatakan bahwa kethoprak lahir sekitar tahun 1800-an di kampung Kepatihan Surakarta; oleh masyarakat di sekitar dalem kepatihan. Kala itu pertunjukan ketoprak digunakan untuk ber-ekspresi spontan ketika senggang. Mereka memeragakan tokoh-tokoh cerita babat seperti Joko Tingkir, Panembahan Senopati, Jaka Kendhil dan sebagainya, dengan iringan lesung atau kentongan. Selanjutnya drama yang berasal dari ekspresi rakyat itu populer menjadi tontonan yang menarik Bagi masyarakat. Di era itu lahirlah group-group ketoprak komersial dan profesional seperti Ketoprak Mataram (Jogjakarta), PS Bayu (Jogjakarta), Cokrojiyo (Solo), Sapta Mandala (Kodam 7 Diponegoro Semarang), Srikencana (Pati), Cipta Kawedar (Kediri) dan yang paling laris Siswa Budaya serta Wahyu budaya, keduanya lahir di Tulungagung dan Kediri.

Lahirlah tokoh-tokoh pemeran terkenal seperti Widayat, Marsidah, Sugito, Sugati, Basiyo, Wahana, Marjiyo, Parmi, Yati pesek, Marwoto, Susilo Nugroho (den baguse Ngarso), dan sebagainya. Puncak kejayaan ketoprak sekitar tahun 90-an ditandai dengan adanya ketoprak sayembara oleh TVRI Jogjakarta.; Siapa saja penonton yang mampu menebak teka-teki kisah ketoprak akan mendapatkan hadiah dari stasiun televisi Jogjakarta.

Menjelang tahun 2000 sesudah era reformasi kejayaan ketoprak mulai meredup. Group ketoprak paling kuat dan kaya seperti Wahyu budaya dari Kediri dan Siswa Budaya pimpinan Siswondo mulai gulung tikar. Senjakala ketoprak disebabkan berbagai faktor selain bintang panggung dan manajernya mulai uzur, secara eksternal, masyarakat lebih tertarik pada tontonan yang praktis dapat diakses di televisi dan yutube seperti Drama sineas Tutur tinular, Opera van Java, ketoprak humor dan sebagainya.

Komunitas ketoprak RRI Surakarta, yang telah ada sejak SRV tahun 1930-N menyadari punahnya ketoprak, oleh sebab itu, hingga sekarang terus berbenah dan mengembangkan diri. Tidak hanya berhenti pada pelestarian vokabuler ketoprak klasik akan tetapi juga melangkah dengan pengembangan cerita dekade modernisme tahun 1900-an. Cerita yang dianggap asing di masa lalu seperti Ratu Kalinyamat Mbedhah Malaka, Puput Pedhut Pajar Sumunar (berkisah tentang kehidupan RA. Kartini), Mangkunagaran Kencana Rukmi, bahkan kisah perjuangan Kyai Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah dapat ditampilkan dalam panggung ketoprak. Upaya ketoprak RRI Surakarta, selain siaran radio juga tayang dalam media virtual. (Edi Sulistiono)