DOKTRIN KEJAKSAANTRI KRAMA ADHYAKSA
TUGAS & WEWENANG KEJAKSAAN RISebagaimana tertuang dalam Pasal 30, 31, 32, 33 dan 34 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, tugas dan wewenang Kejaksaan Ri sebagai berikut :Pasal 30
Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menempatkan seorang terdakwa di rumah sakit, tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena yang bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkab oleh hal-hal yang dapat membahayakan orang lain, lingkungan, atau dirinya sendiri Pasal 32 Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenag lain berdasarkan undang-undang. Pasal 33 Dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, kejaksaan membina hubungan kerja sama dengan badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainya Pasal 34 Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi pemerintah lainnya. Sebagai pelaksanaan atas Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, disebutkan : Pasal 46 Kejaksaan Negeri dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Negeri yang mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan di daerah hukumnya. Pasal 47 Dalam mengendalikan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Kepala Kejaksaan Negeri dibantu oleh beberapa orang unsur pembantu pimpinan dan unsur pelaksana. Selanjutnya tugas dan wewenang Kejaksaan RI tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, bahwa tugas, wewenang serta fungsi dari Kejaksaan Negeri sebagai berikut :
Kemudian upaya pemberantasan tindak pidana yang ditempuh oleh Kejaksaan Negeri Sengkang dilaksanakan melalui 2 (dua) jalur, yaitu : 1. Penal : lewat jalur hukum, yaitu lebih menitikberatkan kepada sifat repressive (pemberantasan / penumpasan), sesudah kejahatan terjadi dengan menggunakan alat perangkat hukum pidana (pemidanaan); 2. Non-penal : lewat jalur bukan hukum, yaitu lebih menitikberatkan pada sifat preventive (pencegahan/pengendalian), sebelum kejahatan terjadi, sasarannya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. |