Kebijakan apa saja yang dilakukan OJK untuk mengatasi Permasalahan tersebut

BANDUNG- Komisi XI DPR RI mengapresiasi berbagai kebijakan Otoritas Jasa Keuangan dalam kontribusinya pada program Pemulihan Ekonomi Nasional dan meminta OJK untuk terus melakukan berbagai pengembangan yang bisa membantu perekonomian nasional.

“Memang sudah banyak hal-hal yang sudah dilakukan oleh OJK, itu harus jujur kami akui dan kami mengapresiasi hal tersebut, tapi juga tidak cukup itu saja. Harus ini selalu dilakukan improvisasi, harus ini dilakukan penyempurnaan,” kata Wakil Ketua Komisi XI Eriko Sotarduga di sela-sela kunjungan kerja 18 anggota Komisi XI DPR RI, di Bandung, Senin (12/10/2020).

Kunjungan kerja Komisi XI DPR RI diisi dengan dialog bersama OJK, Bank Indonesia, dan pelaku industri jasa keuangan serta pelaku sektor usaha di Jawa Barat mengenai upaya pemulihan ekonomi dampak pandemi Covid.

Selain itu, rombongan anggota Komisi XI yang didampingi Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen dan Anggota Dewan Gubernur BI Doni Primanto meninjau beberapa lokasi sentra usaha di Bandung untuk melihat realisasi program PEN seperti usaha yang mendapat restrukturisasi kredit dan penambahan kredit baru yang berasal dari Penempatan Uang Negara ke Bank Jabar Banten.     

“OJK ke depan harus cepat menjemput bola. Jadi tidak boleh diam saja menunggu masukan atau menunggu ada keberatan atau menungu complain, tapi harus mendahului keadaan yang ada. Ini penting terutama terhadap sentra-sentra industri. Sehingga banyak tenaga kerja yang direkrut, lebih banyak orang yang melakukan usaha sesuai keinginan dan keahlian. Itu yang penting,” tambah Eriko.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen dalam kesempatan dialog menjelaskan bahwa sejak awal terjadi pandemi Covid 19, OJK dengan cepat telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus untuk menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan untuk membantu masyarakat yang terdampak dari pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid 19.

Berbagai upaya OJK tersebut dilakukan berkolaborasi dengan Pemerintah, Bank Indonesia dan LPS. Sementara di semua daerah, OJK bekerjasama dengan Pemerintah Daerah untuk menerapkan dan mendorong implementasi berbagai kebijakan tersebut. 

Secara nasional, hingga 7 September kebijakan restrukturisasi kredit perbankan telah mencapai Rp884,46 triliun yang diberikan kepada 7,38 juta debitur perbankan. Jumlah tersebut diberikan kepada 5,82 juta pelaku UMKM sebesar Rp360,59 triliun dan 1,44 juta debitur non UMKM senilai Rp523,87 triliun.

Sedangkan restrukturisasi pembiayaan dari perusahaan pembiayaan hingga 29 September telah mencapai Rp170,17 triliun yang berasal dari 4,63 juta kontrak. Jo

   Tweet        
Kebijakan apa saja yang dilakukan OJK untuk mengatasi Permasalahan tersebut
   

OTORITAS Jasa Keuangan (OJK) bersama pemerintah, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin Simpanan sepakat untuk terus melakukan sinergi guna mendukung pemulihan ekonomi nasional. Kebijakan yang dilahirkan dalam naungan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) bersifat pre-emptive, extra ordinary dan forward looking agar ekonomi Indonesia dapat menahan pelemahan akibat pandemi covid-19. Pada 2020, OJK telah memberikan ruang gerak melalui program restrukturisasi kredit dan pelonggaran penilaian kualitas kredit satu pilar. Itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Sedianya aturan itu berlaku hingga Maret 2021. Namun karena pandemi masih merebak dan kelonggaran tersebut dirasa masih diperlukan, OJK memperpanjang kebijakan tersebut hingga Maret 2022. Kebijakan itu kemudian dituangkan dalam POJK 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Tercatat, hingga 4 Januari 2021 sebanyak 7,57 juta debitur perbankan telah direstrukturisasi kreditnya dengan outstanding mencapai Rp971,08 triliun. Itu terdiri dari 5,81 juta debitur UMKM dengan outstanding Rp386,63 triliun dan 1,76 juta debitur non UMKM dengan outstanding Rp584,45 triliun. Sedangkan restrukturisasi di industri keuangan non bank (INKB), hingga 18 Januari 2021, OJK mencatat sebanyak 5 juta kontrak dengan outstanding Rp191,14 triliun direstrukturisasi oleh perusahaan pembiayaan. Lalu debitur yang direstrukturisasi dari 66 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan outstanding Rp31,06 miliar hingga September 2020. Kemudian sebanyak 13 Badan Wakaf Mikro (BWM) juga melakukan restrukturisasi kepada debiturnya dengan outstanding mencapai Rp4,52 miliar. "Restrukturisasi sudah kami perpanjang dan kami sampaikan bahwa dalam restrukturisasi ini bisa kita lakukan berulang paling lama adalah sampai Maret 2022, dan ini kita kasih catatan, tolong jangan diberikan pinalti bagi yang melakukan restrukturisasi. Karena ini mereka harus dielus agar cepat bangkit," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Business Challaenges 2021 bertajuk Akselerasi Pemulihan Ekonomi yang diselenggarakan Bisnis Indonesia secara virtual, Selasa (26/1). Selain kebijakan tersebut, OJK juga turut menjaga stabilitas pasar keuangan melalui pelarangan short selling; buyback saham tanpa RUPS; asymetric auto rejection; dan perubahan trading halt serta jam perdagangan bursa. Kebijakan itu terbukti ampuh menyelamatkan pasar keuangan Indonesia dari keterpurukan akibat pandemi covid-19. Pada Maret 2020 misalnya, IHSG sempat anjlok ke level 3.900 dan itu menjadi titik terendah dalam sejarah. Namun karena penerapan dari kebijakan OJK di pasar keuangan, perbaikan terjadi seiring dengan adanya pemulihan ekonomi. "Hal itu kita lakukan agar pasar modal ini terkoreksinya tidak terlalu dalam, yaitu agar outflow tidak terlalu besar. Karena kalau outflow terlalu besar, ini luar biasa dan sulit terkendali. Maret kita keluarkan kebijakan untuk agar masyarakat confidence dan bisa bertahan dan itu yang dilakukan pertama di pasar modal," terang Wimboh. Dia menerangkan, pada 25 Januari 2021, IHSG bertengger di level 6.258,57 atau 4,67% (year to date). Itu menyerupai kondisi sebelum merebaknya pandemi covid-19 dan menandakan adanya perbaikan setelah terjadi keterpurukan di 2020. Selain itu tercatat arus modal masuk sebesar Rp11,32 triliun berbentuk saham dan Rp6,51 triliun dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN). "Pasar modal diproyeksikan akan melanjutkan tren kenaikan volume transaksi perdagangan dan jumlah investor. Tren suku bunga rendah mengakibatkan dana mengalir ke negara emerging markets yang memberikan imbal hasil kompetitif. Sepanjang Januari 2021, dana asing yang masuk ke pasar modal Indonesia telah mencapai Rp17,83 triliun," jelas Wimboh. Sedangkan kondisi perbankan, imbuh dia, memang mengalami pertumbuhan yang terkoreksi. Namun itu dinilai masih dalam kondisi yang baik dan dipercaya akan kembali pulih seiring perbaikan berbagai indikator perekonomian nasional. Tercatat hingga Desember 2020 penyaluran kredit sebesar Rp5.481,6 triliun, atau tumbuh -2,41% (year on year/yoy); Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp6.665 triliun, atau 11,11% (yoy). Lalu Kecukupan Penyediaan Modal Minimum (KPMM/Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 23,78%. Kemudian laba bersih perbankan tercatat tumbuh -33,08% dan Net Interest Margin (NIM) sebesar 4,32%. Sedangkan Non Performing Loan (NPL) Gross tercatat 3,02% dan NPL Nett 0,98%. Lalu Posisi Devisa Neto (PDN) berada di level 1,58%. Sementara alat likuid tercatat sebesar Rp2.119 triliun. "Likuiditas tidak ada masalah, permodalan kita masih cukup tinggi. Ini adalah lesson learn yang bagus, pada kondisi normal kita selalu minta perbankan mem-build up bisnis modal, sekarang CAR 23% ini oke, dan juga kita mempunyai platform teknologi yang sangat membantu di masa pandemi sehingga pelayanan perbankan tidak terganggu," jelas Wimboh.

Lima kebijakan strategis OJK

Wimboh menambahkan, OJK akan terus mengeluarkan kebijakan yang selaras dengan agenda pemulihan ekonomi nasional. Untuk itu, otoritas memiliki lima fokus kebijakan yang akan dilaksanakan di 2021. Kebijakan pertama yakni mendukung program pemulihan ekonomi nasional melalui pemberian status sovereign pada Lembaga Pengelola Investasi (LPI); restrukturisasi berulang selama periode relaksasi; penurunan bobot Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (AMTR) bagi sektor properti dan kendaraan bermotor; relaksasi ketentuan kredit/pembiayaan sektor kesehatan; dan mempermudah serta mempercepat akses pembiayaan. Kedua ialah penguatan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan melalui percepatan konsolidasi di industri jasa keuangan; penguatan penerapan tata kelola, manajemen risiko dan market conduct; pelaksanaan reformasi industri keuangan non bank yang berjalan sejak tahun lalu; dan pengembangan pengawasan terintegrasi lintas sektor dan konglomerasi keuangan. Kebijakan ketiga yakni pengembangan ekosistem sektor jasa keuangan melalui melanjutkan kebijakan pengembangan pasar modal dalam rangka pendalaman pasar keuangan; mengakselerasi pengembangan infrastruktur pasar modal berbasis digital; memperluas layanan UMKM melalui KUR klaster dan akses pembiayaan Securities Crowdfunding; mendukung ekspansi kegiatan usaha lembaga jasa keuangan melakukan Multi Activities Business; dan memperkuat aspek perlindungan konsumen. Keempat yakni akselerasi transformasi digital di sektor jasa keuangan melalui penijauan kembali tingkat modal minimum bagi P2P Lending; menerapkan fit and proper test bagi pengurus perusahaan P2P Lending; memperluas ekosistem digital terintegrasi dari hulu sampai hilir; dan meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk keuangan syariah. Kebijakan kelima ialah penguatan kapasitas internal pengawasan melalui penguatan infrastruktur pengawasan dan perampingan proses bisnis; penguatan infrastruktur pengawasan dengan penerapan integrated data management; dan penerapan tata kelola yang baik dalam operasional OJK. Wimboh menerangkan, digitalisasi akan menjadi kunci untuk mendorong dan menjaga kinerja sektor jasa keuangan. Menurutnya, pemanfaatan teknologi digital saat ini menjadi mutlak dilakukan bagi perusahaan-perusahaan jasa keuangan dan OJK.

"Apabila ada bank tidak berbasis gadget dia pasti ditinggal apalagi di masa pandemi. Bukan hanya deposit, tabungan, tapi juga kredit, sekarang sudah kita dorong dengan menggunakan teknologi. Ini semua situasi dinamis yang tidak bisa kita elakkan sehingga yang kita minta kebijakan kita akan selalu mengingatkan dan membantu menyelesaikan permasalahan ini," pungkas Wimboh. (Mir/OL-10)