Kapan sidang ahok tentang penistaan agama akan digelar

Liputan6.com, Jakarta - Tak pernah tebersit di benak Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, pidatonya di hadapan warga Kepulauan Seribu pada 30 September 2016 akan membawanya ke penjara. Saat itu, Ahok mengutip penggalan Surat Al Maidah ayat 51 untuk mengilustrasikan isu SARA yang digiring lawan politiknya demi mengalahkannya pada Pilkada Bangka Belitung.

Beberapa hari kemudian, pidato Ahok tersebar luas di media sosial. Banyak pihak yang menuduh Ahok menistakan agama.

Pada 7 Oktober 2016, Habib Novel Chaidir Hasan melaporkan Ahok ke kepolisian. Laporan Polisi Nomor LP/1010/X/2016 Bareskrim itu berisi laporan penghinaan agama. Ahok diduga telah melakukan tindak pidana penghinaan agama melalui media elektronik di YouTube.

Di tengah proses laporan itu, demonstrasi dan desakan dari masyarakat bermunculan di berbagai wilayah. Puncaknya terjadi di Jakarta pada 4 November 2016. Aksi besar-besaran itu membuat Ahok ditolak saat kampanye Pilkada DKI 2017 di sejumlah wilayah Jakarta.

Sebagian masyarakat menuntut polisi agar segera memproses perkara Ahok dengan tuduhan penistaan agama. Ahok pun berkali-kali bersedia menjalani pemeriksaan di kepolisian. Dia juga berusaha meminta maaf kepada masyarakat secara terbuka.

Akan tetapi, gerakan massa kian masif sehingga kepolisian menganggap hal itu sebagai gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Presiden Joko Widodo pun turun tangan. Ia menginstruksikan kepada Kapolri untuk segera memproses kasus Ahok dengan cara terbuka dan transparan.

Sebelas hari setelah aksi besar pada November 2016, polisi melakukan gelar perkara di Mabes Polri secara terbuka tetapi terbatas. Awalnya, gelar perkara itu terbuka untuk umum, tapi pada pukul 09.00 WIB tertutup hingga pukul 18.00 WIB.

Pada gelar perkara itu, kedua belah pihak baik pihak yang melapor ataupun pihak terlapor diundang. Dari pelapor, hadir sejumlah ahli, termasuk di antaranya pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, yang lantang dan terus-menerus memimpin aksi massa besar-besaran.

Kompolnas dan Ombudsman juga hadir dalam gelar perkara itu. Namun, Ahok tak hadir dan diwakili penasihat hukumnya, Sirra Prayuna, serta sejumlah pengacara dan ahli. Ahli dari pihak Ahok bahkan datang dari luar kota.

Persidangan perdana Ahok berlangsung pada 13 Desember 2016 yang digelar di bekas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat. Pengamanan superketat pun dilakukan demi menjaga keamanan sidang.

Sidang perdana itu beragendakan pembacaan dakwaan Ahok. Ahok didakwa dengan dakwaan alternatif antara Pasal 156 huruf a KUHP atau Pasal 156 KUHP karena diduga menodakan agama. Dakwaan itu ditanggapi kubu Ahok dengan nota keberatan atau eksepsi.

Pada sidang ke-19, Kamis, 20 April 2017, JPU menuntut Ahok bersalah. Atas nama hukum, jaksa meminta majelis hakim menghukum Ahok 1 tahun penjara dengan masa percobaan selama 2 tahun.

Majelis kemudian menghukum Ahok 2 tahun penjara. Ahok dinyatakan terbukti bersalah melakukan penodaan agama karena pernyataan soal Surat Al Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

"Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama," kata hakim ketua Dwiarso Budi Santiarto, Selasa 9 Mei 2017.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

Kapan sidang ahok tentang penistaan agama akan digelar

Jakarta, (FIN)- Kasus dugaan penistaan agama yang menjerat gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok memasuki babak bari. Hari ini, Selasa (13/12/2016), sidang perdana kasus Ahok ini akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat.

Humas PN Jakarta Utara, Hasoloan Sianturi mengatakan, pihaknya sudah siap menggelar sidang kasus yang membelit petahana Pilgub DKI 2017 itu. Menurut dia, kini yang dipersiapkan hanya memastikan kehadiran lima anggota majelis hakim yang akan menyidangkan kasus tersebut.

Gubernur DKI nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjalani sidang perdana di gedung lama Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Ahok menyampaikan nota keberatan atas dakwaan jaksa. Sidang dibuka dengan pembacaan dakwaan oleh jaksa. Jaksa membacakan lagi transkrip pernyataan Ahok di Pulau Seribu.  Ahok didakwa melakukan penodaan agama. Kemudian hakim menanyakan apakah Ahok mengerti dakwaan jaksa. "Saya mengerti secara bahasa, tapi saya tidak mengerti mengapa saya dituntut menodai agama," kata Ahok di ruang sidang gedung lama PN Jakpus, Jl Gadjah Mada, Jakarta Pusat, Selasa (13/12/2016). Hakim lalu menjelaskan bahwa itu bukanlah tuntutan, melainkan dakwaan. Meski demikian, hakim meminta jaksa menjelaskan dakwaannya. Jaksa lalu mengulang bahwa Ahok didakwa melakukan penodaan agama terkait pernyataannya.

Hakim lalu menanyakan lagi tanggapan Ahok. Ahok lalu menyatakan akan membacakan nota keberatan. Dalam nota keberatannya, Ahok menegaskan dia tak berniat menista agama Islam dan tidak berniat menghina para ulama. 

Merdeka.com - Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) divonis dua tahun penjara atas kasus penistaan agama, Selasa (9/5) lalu. Kini Ahok masih mendekam di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok.

Kasus yang menyeret Ahok bermula ketika mantan politikus Golkar dan Gerindra ini melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu, Jakarta, pada 27 September 2016 lalu. Di sana, dia menggelar dialog dengan masyarakat setempat, sekaligus menebar 4.000 benih ikan.

Dalam video resmi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Youtube, Ahok meminta warga tidak khawatir terhadap kebijakan yang diambil pemerintahannya jika dia tak terpilih kembali. Namun, dia menyisipkan Surah Al Maidah ayat 51.

Rupanya, kalimat yang disampaikannya menuai polemik. Semua media online bernama MediaNKRI menyebarkan video tersebut melalui media sosial. Hal itu juga memantik perhatian seorang dosen, Buni Yani.

Buni lantas men-download video tersebut, menerjemahkannya dan mengunggahnya kembali lewat akun Facebook miliknya. Unggahan Budi Yani lantas menjadi viral dan dia jadi tersangka memantik permusuhan bernuansa suku, agama, dan ras.

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan video Ahok yang menyinggung surah Al-Maidah 51 saat berbicara di Pulau Seribu adalah penistaan agama. Setelah melakukan kajian, MUI menyebut ucapan Ahok memiliki konsekuensi hukum.

Fatwa MUI itu membuat sejumlah umat Muslim juga melaporkan Ahok ke polisi. Mereka menganggap Ahok telah melakukan penistaan agama melalui kata-katanya. Salah satunya Front Pembela Islam (FPI).

Di bawah kepemimpinan Muhammad Rizieq Syihab, FPI menjadi garda terdepan untuk meminta aparat kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut. Mereka menggelar demo di depan Balai Kota DKI Jakarta pada 14 Oktober 2016 lalu. Merasa tidak ditanggapi, mereka lantas mengumumkan akan menggelar Demo lanjutan, aksi ini diberi nama Demo Bela Islam jilid II, yang digelar 4 November 2016 lalu.

Demo pun digelar, masyarakat memenuhi jalan protokol di pusat pemerintahan. Seputar jalan Medan Merdeka, hingga MH Thamrin dipenuhi lautan manusia.

Para pendemo mendesak agar Presiden Jokowi hadir dan menemui mereka, namun hingga malam permintaan itu tak dipenuhi. Sayangnya, aksi damai yang berlangsung pada siang harinya dirusak dengan kericuhan di depan Istana. Polisi dan pendemo terlibat bentrokan fisik, mulai dari lemparan batu, botol hingga dibalas dengan tembakan gas air mata.

Melihat aksi mulai berlangsung anarkis, Jokowi kembali ke Istana jelang tengah malam. Dia menggelar rapat terbatas secara mendadak. Lewat tengah malam, dia meminta rakyat agar tenang dan tetap beraktivitas.

Di hari yang sama, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengumumkan gelar perkara akan dilakukan secara terbuka. Kebijakan itu diambil berdasarkan permintaan Jokowi. Gelar perkara pun dilaksanakan Selasa (15/11). Semua pihak dipanggil, termasuk anggota DPR. Dimulai pukul 09.15 WIB, gelar perkara resmi ditutup pukul 20.30 WIB.

Esok harinya, Bareskrim Polri meningkatkan status kasus dugaan penistaan agama dari penyelidikan menjadi penyidikan. Penyidik juga menetapkan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka.

Kehebohan kasus Ahok tak sampai di situ. Usai ditetapkan sebagai tersangka, sejumlah eleman masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) mendesak kasus Ahok segera disidangkan.

Aksi ini berlanjut dengan Aksi Bela Islam Jilid 2 yang digelar 2 Desember 2017 atau disebut 212. Inilah aksi terbesar selama ini dengan pengikut mencapai jutaan orang. Demo berikutnya masih digelar hingga Aksi 505 yang digelar Sabtu, (5/5) kemarin.

Kasus dugaan penistaan agama ini membuat perolehan suara Ahok- Djarot amblas. Pada putaran kedua, Anies Baswedan- Sandiaga Uno berhasil memenangkan Pilkada DKI Jakarta.

Sidang kasus Ahok berlangsung lebih dari 20 kali. Mengundang berbagai macam ahli, mulai ahli komunikasi sampai ahli agama.

Pada sidang ke-21 yang digelar Pengadilan Negeri Jakarta Utara di Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan, ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi Santiarto. Ahok divonis lebih berat dari tuntutan. Dalam penuntutan, Ahok dituntut jaksa satu tahun penjara dengan dua tahun percobaan.

"Terbukti secara sah melakukan tindak pidana penodaan agama, penjara 2 tahun," kata Dwiarso, Selasa (9/5).

Ahok sempat menyatakan akan banding, namun urung dilakukan. Ahok malah menyatakan mundur dari jabatan Gubernur DKI. Permohonan pengunduran diri tersebut telah ditandatangani mantan Bupati Belitung Timur itu tertanggal 23 Mei 2017.

Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, Basuki atau akrab disapa Ahok itu langsung mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden Joko Widodo.

"Sudah, surat dari Pak Ahok ke Presiden langsung dengan tembusan ke Pak Mendagri," katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (24/5). (mdk/ded)


Hanafi Rais sebut pemerintahan Jokowi gagal dalam tiga hal
Tahun 2017 disebut menjadi tahun mengerikan bagi partai Golkar
Sepanjang 2017 terjadi 2.709 kasus curanmor di Sumatera Barat
Aksi teror masih 'hantui' Indonesia di 2017
Benang kusut perpanjangan kontrak Freeport mulai terurai