Sebagaimana diketahui publik, sejak mendapat legitimasi dan rekognisi UNESCO sebagai warisan budaya tak benda pada 2 Oktober 2009, Indonesia identik dengan nuansa batik yang harmoni dengan kebhinekaan kulturalnya. Indonesia berpendar dengan nuansa batik sebagai penanda proses kreatif dari penciptanya tak pernah berhenti dimakan waktu. Sampai saat ini, batik masih dianggap sebagai identitas budaya yang dapat mengakomodasi semua kalangan. Identitas budaya yang dihadirkan di ruang-ruang birokrasi dengan pakain batik pada dasarnya merupakan gerakan kembali pada basis kultural. Pakaian batik menjadi pakaian yang bisa diekspresikan ke ruang publik termasuk di berbagai institusi, bukan lagi hanya sekadar dipakai pada acara pernikahan atau ritual hajatan yang bersifat kedaerahan. Karya Adiluhung Batik sejak zaman Majapahit merupakan karya adiluhung atau bisa dikatakan nilai seninya tinggi. Eksisensi batik berangkat dari falsafah tradisi yang sering dipakai sebagai pakaian kebesaran para bangsawan ataupun para ksatria sebagai simbol status sosial. Dalam proses perkembangan selanjutnya baik corak maupun teknik pembuatannya menyebar di seluruh penjuru Nusantara. Berdasarkan etimologinya, batik berasalal dari istilah Jawa amba (menulis) dan titik (juga berarti titik dalam bahasa Indonesia). Gabungan kedua suku kata terakhir itulah yang membentuk kata "batik" dan kemudian diartikan sebagai menghamba titik. Memang titik merupakan desain dominan pada batik. Beberapa kota di Jawa berdasarkan catatan historis pernah dijadikan sebagai pusat batik, misalnya di daerah lingkup benteng keraton atau yang disebut voonstenlanden. Wilayah ini terdapat di Solo dan Yogyakarta. Dahulu selain di lingkup keraton, batik tidak ditemui. Dengan kata lain, ia memang dibuat hanya untuk konsumsi keluarga priyayi saja, terutata dalam acara adat, seperti perkawinan. Batik dalam acara tersebut memiliki corak dan jenis yang disusuaikan dengan pangkat, gelar, dan lainnya. Bahkan pada masa kolonial Belanda pengaturan pemakaian batik itu diatur dengan besluiten (surat keputusan). Kain batik menjadi salah satu satu bagian dari pakaian resmi dan perlengkapan upacara kebesaran priyayi. Selain itu juga dikisahkan sejarah pembatikan di Indonesia terkait dengan perkembangan kerajaan Majapahti, penyebaran agama Islam, serta perang Diponegoro. Sejak abad XII, pada masa kerajaan Majapahit, masyarakat Jawa telah mengenal batik. Seni batik berasal dari India, masuk ke tanah air bersamaan dengan masuknya kebudayaan Hindu yang berhasil menurunkan silsilah Kerajaan Hindu di Nusantara. Di sisi lain, penyebaran agama Islam juga turut mengontribusi perluasan penyebaran batik. Peristiwa itu dapat dilihat dari banyaknya pusat pembatikan di Jawa yang merupakan daerah santri. Malahan, batik menjadi alat perjuangan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedagang muslim untuk melawan hegemoni perekonomian Belanda (Majalah Gong, No.106/X/2009). Makna Simbolis Dari keindahan itu memunculkan beraneka macam makna simbolis yang dijadikan sebagai panutan dalam ketentuan normatif, hukum, atau semacam tuntutan yang digunakan dalam berbagai kehidupan berkomunitas. Di samping itu batik dapat juga dikatakan sebagai sarana akulturasi budaya. Dikatakan demikian, karena batik dalam elaborasinya sampai sekarang ini terdapat banyak sekali mengalami perubahannya dalam dinamika perjalanan waktu. Pada masa Hindu, batik cenderung diwarnai berbagai motif dan corak yang berhubungan dengan agama Hindu. Sedangkan ketika masa Islam masuk, batik juga ditandai dengan corak berbagai motif islami, walaupun motif-motif dan corak-corak peninggalan Hindu masih ada sebagai kumulatif saja. Demikian selanjutnya sampai sekarang batik diwarnai oleh berbagai macam budaya pada masa batik itu ada. Dari sehelai kain batik ternyata dapat tersirat beraneka makna dan nilai yang berguna bagi kehidupan manusia yang harus berbuat dan menyikapi kehidupannya agar tercipta suatu harmoni dan kebahagiaan hidup. Adapun proses pembuatan, pemilihan motif, sampai pada penggunaanya merupakan refleksi budaya yang dikehendaki masyarakatnya. Sebagai misal motif kawung yang diungkapkan sebagai simbol keabadian. Motif parang rusak mempunyai makna menyingkirkan segala macam godaan yang akan merusak sendi-sendi kehidupan. Sebagai pakaian identitas suatu bangsa, kini batik tidak lagi bersifat kedaerahan, namun sudah mencerminkan identitas Nusantara. Di sini keindahan busana batik, dapat menyamakan persepsi dan warna identitas daerah melebur menjadi identitas nasional. Dengan demikian batik dapat menjadi perekat kebhinekaan yang ada di tanah air. Untuk itu, kiranya diseminasi pemakian batik perlu digencarkan terus menerus tanpa henti. Bukan hanya pada level wacana, namun harus sampai tataran praksis. Tentunya semua pihak perlu memberi teladan dengan selalu memakai pakaian batik pada acara tertentu sebagai wujud kebanggaan pada budaya nasional. Selamat Hari Batik Nasional Tahun 2021. (Oleh: Ch. Dwi Anugrah, Ketua Sanggar Seni Ganggadata Jogonegoro, Mertoyudan Kabupaten Magelang)
Batik merupakan seni budaya bangsa Indonesia yang sangat dikagumi dunia dan dihasilkan melalui teknologi celup sehingga menghasilkan keindahan warna dan corak yang alami. Budaya batik juga tidak lepas dari pengaruh zaman, lingkungan, adat dan budaya. Berbagai nilai terkandung di dalam batik Indonesia, tak hanya terlihat pada keindahan penampilan, kecantikan , kerumitan pola dan keserasian warna saja, melainkan lebih dari itu juga menghadirkan keindahan rohani yang melalui berbagai ragam hias dalam penyusunan polanya dengan makna filosofi yang mendalam. Keindahan rohaniah inilah yang tidak dimiliki oleh seni batik yang dibuat negara lain. Dalam budaya Jawa, batik merupakan suatu hasil dari proses yang panjang seperti contoh BATIK KERATON yang menampilkan pola serta ragam hias dari Zaman Hindu-Jawa. Hal ini terkait dengan keyakinan bahwa hampir semua pola-pola keraton itu mengandung filosofi dan arti. BATIK SAUDAGARAN yaitu hasil karya saudagar batik yang menampilkan pola tradisional yang disesuaikan dan diperkaya dengan selera dan corak lingkungan para pelaku niaga tersebut. BATIK PETANI terbentuk melalui penyesuaian antara pola-pola tradisional dilingkup lingkungan pedesaan. Pada masa penjajahan Belanda, timbul pengaruh penjajah sehingga muncul yang bernama BATIK BELANDA, begitu juga saat penjajahan Jepang batik hadir dengan warna yang berpola bunga selaras dengan cita rasa ciri orang Jepang yang bernama BATIK DJAWA HOKOKAI. Atas prakarsa presiden Soekarno terciptalah BATIK INDONESIA yang memadukan pola batik klasik dan pola batik pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia dengan tatanan corak batik pesisiran. Ciri khas batik Kauman merupakan Batik Keraton atau lebih sering disebut Batik Klasik (Pakem) yang motifnya diajarkan, berasal dari Keraton Surakarta dan mempunyai cita rasa seni yang tinggi. Jenis-jenisnya banyak sekali macamnya antara lain Sidomukti, Sidodrajat, Sidoluhur, Satrio Woibowo, Wahyu Temurun dan masih banyak lagi. Setiap pola motif batik tradisonal ini memiliki makna sosial budaya hal inilah yang membuat batik tradisional memiliki cita rasa seni yang tinggi, contohnya seperti Sidodrajat yang mempunyai makna derajatnya tinggi. Makna ini berupa harapan-harapan supaya si pemakai mempunyai derajat yang tinggi. Batik tradisonal (pakem) banyak dipakai untuk perhelatan-perhelatan besar baik yang berhubungan dengan adat atau tidak, sehingga hal inilah yang membuat Batik Kauman bisa terus bertahan dan tetap eksis. b. Sejarah Batik Kauman Sejarah pembatikan di Indonesia, tidak jauh berbeda karena seperti diketahui keberadaan Kauman sejak awal memang tidak bisa dilepaskan dari keberadaan keraton, yang sejak awal memang telah menempatkan Kauman sebagai suatu bingkai sistem sosial. Gambar 2.5 Batik Indonesia Keraton sebagai muara sistem sosial, dan Kauman adalah salah satu sub sistemnya. Realitas pemenuhan kebutuhan sehari-haripun juga menjadi salah satu bagian yang disediakan oleh pihak keraton. Sebagai bagian dari salah satu abdi dalem keraton yaitu abdi dalem pamethakan atau ulama, yang mengabdi pada raja pihak keraton tetap memenuhi kebutuhan para abdi dalem tersebut yaitu gaji dan jaminan hidup, mereka tidak begitu mempermasalahkan gaji yang diberikan keraton karena yang menjadi perhatian mereka adalah bagaimana mereka mengabdi pada raja. Namun demikian istri-istri mereka yang umumnya pandai membatik tulis halus mampu mencukupi atau menambah penghasilan bagi keluarga. Kepandaian membatik ini ilmunya diperoleh lewat media pembelajaran antara sesama kerabat yang pada awalnya memang berasal dari kerabat kebangsawanan keraton. Istri-istri tersebut membuat batik dengan pertimbangan untuk memenuhi kebutuhan sandang dan utamanya menutup aurat. Bermula dari hanya membatik sebagai pengisi waktu luang dan hanya mencukupi untuk konsumsi keraton, kemudian batik di Kauman ini berkembang menjadi suatu usaha yang menguntungkan karena seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan. Keraton tidak mungkin dapat memenuhi semua kebutuhan para abdi dalemnya secara keseluruhan dan para abdi dalem pametahakan di Kaumanpun juga melakukan aktifitas yang sifatnya produktif. Batik adalah alternatif yang paling memungkinkan bagi mereka. Dimana dengan pola pembagian kerja yang menempatkan para suami pada tempat-tempat publik dalam bentuk mengajar/memberi materi agama, sementara istrinya mengisi waktunya dengan memproduksi batik. Pada perkembangannya selanjutnya ketrampilan tersebut secara intensif dikembangkan oleh para perempuan istri abdi dalem pamethakan tersebut. Dengan mengembangkan ketrampilan membatik, sebagian besar warga Kauman terutama istri-istri abdi dalem memiliki kemampuan untuk menghasilkan kain batik dalam jumlah besar, ditambah pola kekerabatan yang dimiliki pada akhirnya mampu mengakumulasi jumlah produksi sebanyak mungkin untuk dikomersilkan. Perubahan dinamika masyarakat, pada perubahan ruang dan teknologi dilakukan oleh kaum kolonial juga turut mempengaruhi terhadap berkembangnya peluang dalam bentuk perdagangan, peluang ini dianggap sangat dinamis seiring dengan perkembangan, dan semakin beragamnya kebutuhan yang disediakan oleh pasar. Hal ini membawa dampak yang pada awalnya industri rumah tangga ini yang hanya untuk konsumsi keraton kemudian meluas menjadi produsen dan pedagang batik untuk masyarakat luas. Perkembangan industri batik cukup pesat membuat bermunculan pengusaha dan pedagang batik, dimana pengusaha batik meluas, tidak hanya istri-istri para abdi dalem pamethakan akan tetapi meluas sampai kekeluarga dan kerabatnya serta masyarakat umum juga tinggal di Kauman. Menurut Darban dalam Musyawaroh (2001), profesi rangkap ini berhasil mengangkat taraf ekonomi/perekonomian masyarakat Kauman sendiri dan masyarakat luas. Kampung tersebut menjadi makmur karena hidupnya usaha batik yang mendominasi kehidupan masyarakat di wilayah tersebut dan pengusahanya dapat membangun rumah yang megah. c. Proses Pembuatan Batik Kauman dimata masyarakat umum memiliki pengkhususan produksi batik yang terkenal dengan batik halusnya atau lebih kita kenal dengan batik tulis dan batik tradisional, walaupun begitu para produsen batik yang ada di sekarang ini tidak hanya mengkhususkan diri memproduksi batik halus tetapi mereka juga ada yang memproduksi batik cap, batik printing, dan batik kombinasi baik itu batik bermotif klasik (pakem) ataupun kontemporer (sumber hasil wawancara dengan pengusaha batik Kauman). Penggolongan jenis batik berdasar penjelasan ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu berdasarkan pola atau motif batiknya dan metode pembuatannya. Pembagian jenis batik berdasarkan pola dan motif yaitu: · Batik Klasik/Batik Pakem/Batik Keraton yaitu jenis batik yang mempunyai desain motif atau pola yang pakem/kuno yaitu motif yang dikembangkan dan diajarkan dari keraton. Pada zaman dulu batik keraton hanya digunakan masyarakat pada hari-hari tertentu yang telah ditetapkan. Misalnya Sidomukti, Sidoluhur, Sidodrajat dan lain-lain. · Batik Kontemporer yaitu jenis batik yang motifnya itu selalu mengikuti perkembangan zaman, motifnya itu disesuaikan dengan trend pasar yang disukai pada saat itu. Batik kontemporer ini tidak melulu motifnya sesuai perkembangan zaman(modern), namun ada juga motifnya ini merupakan kombinasi antara motif batik klasik dan motif batik modern atau bisa berupa motif batik klasik yang sudah dimodifikasi. Sedangkan untuk batik berdasarkan metode pembuatannya yaitu : · Batik tulis atau batik tradisonal, yang indah tercipta melalui serangkaian proses yang dimulai dengan, pemilihan kain yang baik dan terjamin kualitasnya. Gambar 2.6 Batik Tulis Belum Jadi Setelah kain berkualitas baik terpilih maka kemudian dipotong sesuai kebutuhan. Selanjutnya kain diproses sebagai berikut : 1. Layor : Kain (mori) pabrikan dibersihkan kanjinya dengan air panas dan dicampur dengan merang (jerami). 2. Kemplong : Setelah kain bersih, kain dikemplong untuk dipadatkan seratnya. 3. Nyorek/Mempola : Menggambarkan pola batik/motif pada kain mori putih memakai pensil. 4. Mbathik/Membatik : Menempelkan lilin batik pada pola yang sudah dibuat dengan menggunakan alat bernama canthing tulis. Gambar 2.7 Membatik 5. Nembok : Menutup bagian-bagian dari pola yang tetap dibiarkan berwarna putih saja dengan lilin batik tembokan. 6. Medel : Mencelup mori yang sudah diberi lilin batik ke dalam warna yang dikehendaki biasanya warna gelap memakai nila. 7. Ngerok dan Nggirah : Menghilangkan lilin dari bagian-bagian yang akan diberi warna dengan alat kerok/serut. 8. Mbironi : Menutup bagian-bagian yang akan dibiarkan tetap berwarna putih dan tempat-tempat yang terdapat cecek (titik-titik). 9. Nyoga : Mencelup kain mori kedalam warna soga. 10.Nglorod : Menghilangkan lilin batik dengan air mendidih. Dimana Gambar 2.9 Tungku Besar Untuk Nglorod Proses nglorod merupakan tahap akhir sebelum kain batik dikeringkan, dimana setelah proses nglorod selesai yaitu sebelum dijemur, kain setelah dicelupkan kedalam air mendidih kemudian dicelupkan lagi ke dalam air yang tidak mendidih diatas tungku. 11.Njemur : Batik yang terselesaikan kemudian dijemur diatas tratag pada kasau-kasau. Gambar 2.10 Njemur Proses njemur merupakan tahap yang paling akhir sebelum kain diproses lebih lanjut untuk dijadikan kain atau produk batik yang lain. Gambar. 2.11 Kain Batik Yang Sudah Dijemur dan Telah Siap Diproses Untuk Dijadikan Pakaian Atau Produk Lain · Batik cap adalah jenis batik yang sistem pengerjaannya bukan menggunakan canting melainkan menggunakan cap atau pelaksanaannya sering disebut dengan pengecapan. Pengecapan yaitu mori langsung dicap baru diberi obatnya. Untuk proses pembuatan batik dengan metode cap, prosesnya hampir sama dengan batik tradisional (batik tulis) yang membedakan pada proses ketiga dan keempat Jika pada proses pembuatan batik tradisional (tulis) tahap ketiga dan keempat adalah nyorek dan mbathik, sedangkan pada proses pembuatan batik cap pada kedua tahap ini adalah pengecapan. Selain itu semua perlakuan sama dengan proses pembuatan batik tradisional (batik tulis). Gambar 2.12 Pengecapan Kain/Mori · Batik printing adalah jenis batik dimana teknis pembuatannya menggunakan alat sejenis sablon dan sekaligus diberi obat dan kemudian diberi warna. Untuk proses pembuatan batiknya yaitu meliputi tahap-tahap sebagai berikut : 1. Persiapan, proses dimana kain telah siap untuk diproses. 2. Screen Making atau mempola yaitu proses pembautan desain atau gambar diatas screen yang berpola. 3. Printing yaitu proses yang dilakukan setelah screen making, kemudian menyiapkan obat pewarna untuk proses printing. Hal ini sesuai dengan konsep motif dan warna batik yang telah direncanakan sebelumnya. 4. Stearning yaitu proses fiksasi atau proses penguapan dengan maksud agar warna cepat luntur. 5. Washing yaitu proses pencucian kain setelah adanya proses stearning. Hal ini dimaksudkan apabila ada kotoran yang melekat pada kain dapat hilang dan kain menjadi bersih. 6. Resain finish yaitu suatu proses penyempurnaan kain untuk diukur dan dipotong-potong sesuai dengan standar yang ditetapkan. 7. Storage yaitu proses meneliti potongan-potongan hasil atau produk jadi apakah sesuai dengan standar atau belum. Jika sudah sesuai dengan sudah sesuai dengan standar maka dilakukan pembungkusan untuk dijual ke pasar. · Batik kombinasi yaitu jenis batik dimana teknis pembuatannya itu mengkombinasikan antara batik tulis dengan batik cap atau batik printing dengan batik tulis. d. Perkembangan Industri Batik di Kauman Menilik dari sejarah batik kauman yang ada pada era 1800an, produksi batik Kauman pada masa itu hanya mengkhususkan pada pemenuhan kebutuhan batik Keraton yang berupa batik tulis bermotif klasik atau pakem (kuno). Seiring dengan pemenuhan kebutuhan para produsen batik hal ini para abdi dalem pamethakan dan istrinya, mereka mulai melebarkan sayapnya tidak hanya untuk konsumsi keraton saja akan tetapi untuk konsumsi masyarakat luas khususnya wilayah Surakarta, perluasan ini dilakukan karena melihat peluang pasar dimana batik pada masa itu merupakan pakaian wajib atau resmi bagi masyarakat. Perkembangan industri batik di Kauman semakin maju dari tahun ke tahun, ditandai dengan munculnya inovasi teknis dalam membatik. Inovasi teknis ini mulai dikenal di Kauman pada tahun 1850an dimana metode membatik yang baru dari Semarang diperkenalkan oleh seorang pengusaha batik di Kauman. Metode baru ini menggunakan cap yang terbuat dari garis-garis tembaga yang ditempelkan pada sebuah alas dan diberi pegangan, sebuah alat yang mampu membuat batik dalam jumlah banyak dengan tenaga kerja sedikit. Batik dengan metode ini kemudian oleh masyarakat disebut batik cap. Dengan munculnya metode cap para pengusaha atau Juragan batik di Kauman yang menggunakan metode cap semakin banyak jumlahnya. Adanya batik cap serta merta menggeser batik tulis yang merupakan andalan utama pengusaha batik Kauman era 1850an. Bercermin dari pola-pola perkembangan sejarah industri batik di kota Surakarta, terlihat adanya pengkhususan produksi batik dimasing-masing wilayah kota. Seperti Kauman, Keprabon, dan Pasar Kliwon terus membuat batik halus, sementara itu Tegalsari dan Laweyan mengkhususkan diri pada produksi cap untuk konsumsi massa. Untuk pembidangan ini, Kauman dan Laweyan menduduki posisi sentral di Surakarta. Kauman sebuah pusat produksi batik yang sudah cukup lama menjadi pusat perdagangan batik, selain Kauman adalah tempat bermukimnya para abdi dalem pamethakan. Pada perjalanan dan perkembangan industri batik selanjutnya yaitu sampai akhir tahun 1910an batik Surakarta termasuk didalamnya batik Kauman terus mendominasi pasar nasional sekaligus pasar setempat, walaupun persaingan dengan industri batik daerah lain seperti Pekalongan dan Jawa Barat semakin ketat. Batik yang berkembang di Kauman bukanlah sekedar batik sebagai barang dagangan atau produk industri. Tetapi batik Kauman adalah batik pakem yang bercita rasa seni sangat tinggi. Batik pakem adalah motif batik klasik yang mempunyai makna filosofi pada setiap motifnya, pemakainyapun harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, bahkan dengan syarat-syarat tertentu. Motif yang semula hanya terpaku pada motif pakem pada awal abad 20 yaitu setelah tahun 1910an. Perkembangan batik Kauman tidak hanya menampilkan motif klasik saja, tetapi telah memasuki era modifikasi bersifat kontemporer (menyesuaikan dengan perkembangan zaman).Hal ini tidak menjadikan nilai seninya berkurang, justru karya-karya pengusaha-pengusaha batik (juragan/saudagar) semakin bervariasi pada akhinya menjadi ciri khas dari batik Kauman. Dampak dari semua perjalanan dan perkembangan industri batik yang dialami Kauman khususnya, juga turut andil mempengaruhi dunia tekstil, dimana tahun 1950an benar-benar dikuasi oleh batik, semua wanita pribumi menggunakan kain batik dan yang laki-laki menggunakan kain sarung batik, bahkan untuk pakaian guru, pegawai pemerintah, pegawai keraton, dan para siswa sekolah juga memakai kain batik.. Jenis kain batik yang diproduksi di Kauman pada masa itu adalah kain jarik, sarung, dodot, iket dan selendang. Produksi batik pada saat itu dilakukan secara besar-besaran, dimana pemasaran batik telah melewati batas propinsi, antara lain Tuban, Gresik, Bojonegoro, Surabaya dan sebagainya. Pada era 1800an sampai 1950an pakaian batik khususnya batik tulis halus terus diproduksi di Kauman oleh saudagar- saudagar batik, jenis batik tulis halus yang diproduksi di Kauman untuk menyediakan kebutuhan untuk acara-acara penting seperti perkawinan, selamatan atau acara-acara resmi lainnya. Selain itu masyarakat Kauman juga memproduksi jenis batik kasaran yang harganya juga lebih murah dan dapat dipakai oleh semua lapisan masyarakat. Pada perkembangan selanjutnya, perubahan zaman yang disebabkan oleh kemajuan industri tekstil yang mampu menghasilkan kualitas dan kuantitas dari berbagai jenis kain dengan warna dan motif yang beraneka ragam pada era 1960an secara langsung berpengaruh terhadap dunia batik. Hal ini semakin diperparah dengan naiknya harga mori yang berakibat tak terjangkaunya ongkos produksi oleh pengusaha batik pada umumnya memacu mereka untuk bangkrut keadaan itu tidak hanya berlaku untuk industri batik Kauman saja, tetapi hampir diseluruh daerah di Indonesia yang menghasilkan kain batik. Hadirnya industri-industri tekstil pada era tersebut, memang membuat perekonomian Indonesia pada umumnya semakin maju karena tekstil lebih praktis dan luwes sifatnya, kondisi seperti ini semakin menyudutkan posisi ekonomi para pengusaha (juragan) batik. Berkembangnya industri tekstil ini juga berpengaruh terhadap pola tata busana kehidupan masyarakat Jawa, karena masyarakat yang dulunya menggunakan kain batik untuk busana sehari-hari seperti jarik dan sarung sejak tahun 1970an sudah mulai banyak yang meninggalkannya. Mereka lebih cenderung menggunakan rok, blus, kemeja dan celana, kondisi ini berlaku untuk semua kalangan masyarakat segala usia. Industri batikpun akhirnya dimulai apada tahun 1960an akhirnya mengalami penurunan omzet, kalah dengan tekstil pabrik. Begitu pula yang terjadi dengan industri batik di Kauman. Para pengusaha batik mulai merasakan dampaknya, mereka sudah mulai mengurangi produksinya hal ini terlihat pada batik yang dulunya dikirim sampai luar kota kini sudah tidak banyak dilakukannya. Produksi batiknya hanya untuk memenuhi pasar lokal saja, kalaupun dikirim keluar kota hanyalah sekedar memenuhi pesanan saja dan sebagian pengusaha batik Kauman lebih senang menitipkan dagangan batiknya di kios batik di Pasar Klewer. Keadaan seperti ini berlangsung kurang lebih hingga paruh 1980an, sehingga suasana kampung Kauman semakin sepi tidak ada riuh suara pembatik dan gemuruh suara api saat membabar kain. Keadaan ini diperkuat dengan semakin majunya perkembangan di dunia ilmu pengetahuan, para generasi penerus dari pengusaha-pengusaha batik di Kauman ini banyak yang lebih memfokuskan pada jenjang pendidikan, sehingga sebagian besar dari generasi penerus yang menjalankan usaha batik leluhurnya sudah banyak yang tidak melanjutkannya dan beralih keprofesi lain. Untuk melanjutkan usaha batik dari orang tuanya dan masih aktif berproduksi walaupun ada pengurangan kapasitas hanya sedikit sekali. Ironisnya keadaan tersebut berlaku sampai sekarang, dimana para pengusaha batik yang masih berproduksi yaitu semula terdapat lebih dari 65 pengusaha batik di Kauman saat ini hanya tersisa sekitar 12 orang pengusaha batik, itupun variasi dari pengusaha batik ini sangat beragam antara lain pengusaha batik skalanya besar, skala kecil, dan pengusaha batik yang hanya berproduksi konveksi saja yaitu tidak memproduksi kain batiknya. Kategori skala dari pengusaha ini didasarkan dari kapasitas produksi dan varian batik yang dihasilkan. Dari 12 pengusaha batik ini ada 2 orang yang bukan penduduk asli dari kampung Kauman sendiri yaitu orang Arab yang pindah rumah ke Kauman, namun usahanya dari dulu sampai pindah ke Kauman sudah batik (Sumber: Hasil Observasi Lapangan) Demikianlah perjalanan dan perkembangan batik Kauman sebagai salah satu sentra dari sekian banyak sentra industri batik di Surakarta dan cukup berpengaruh bagi pertumbuhan ekonomi perdagangan batik, pasar sandang batik di Surakarta pada khususnya. |