Jumlah kapal induk Amerika pada Perang Dunia 2

Jumlah kapal induk Amerika pada Perang Dunia 2

Kekuatan armada laut atau Angkatan Laut secara tradisional merupakan instrumen yang telah digunakan sejak masa lampau untuk kepentingan penaklukan dan memperluas wilayah jajahan. Dikutip dari karya Thucydides (431 SM) yang berjudulPeloponessian War, digambarkan tiga fase Perang Peloponnesia, Athena di masa Yunani Kuno dengan kekuatan lautnya yang superior berhasil mengalahkan Peloponnesos, namun pada fase kedua dan ketiga perang Athena gagal mempertahanakan keunggulan setelah Sparta dengan bantuan Persia berhasil mencegah keunggulan Angkatan Laut Athena. Instrumen Angkatan Laut telah digunakan sebagai sarana politik jauh di masa lampau. Alfred Thayer Mahan dalam bukunyaTheInfluence of the Sea upon the French Revolution & Empiremenyatakan bahwa strategi dominasi kekuatan Angkatan Laut akan menentukan kemenangan, kemenangan tidak diraih melalui operasi besar di darat melainkan melalui kontrol atau penguasaan laut, lebih lanjut dituliskan Angkatan Laut memiliki posisi strategis karena pengaruhnya dapat dirasakan di wilayah dimana kekuatan darat tidak dapat hadir/presence.

Penggunaan kekuatan Angkatan Laut merupakan salah satu penentu kemenangan dalam peperangan, argumen tersebut tidak berlebihan setidaknya jika kita melihat penggunaan kekuatan Angkatan Laut pada Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Perang Dunia I merupakan perang yang sangat brutal di Palagan Eropa. Meskipun strategi parit menjadi ilustrasi populer namun front pertempuran terjadi juga di laut. Perang strategi laut terjadi antara maestro Angkatan Laut Inggris dengan Jerman, Jerman menekankan strategi perang bawah laut menggunakan kapal selam (U-Boat) melawan dominasi kapal perang permukaan sekutu dan mengganggu jalur suplai melalui Samudera Atlantik. Sementara pada Perang Dunia Kedua, selain penggunaan kapal perang permukaan dan kapal selam di palagan Eropa dan Pasifik, strategi pertempuran laut berkembang dengan digunakannya kapal induk dalam peperangan. Kapal induk dapat membawa puluhan pesawat tempur sehingga dapat memperluas dan memperbesar sasaran operasi. Sebagai contoh, serangan Jepang terhadap Pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) di Pearl Harbour berintikan kekuatan kapal induk dan pesawat tempur kamikaze. Pada Perang Dunia Kedua, front Pasifik menjadi area pertarungan Angkatan Laut AS yang sangat destruktif dengan Angkatan Laut Jepang.

Momentum Perkembangan Teknologi Perang Laut

Pasca Perang Dunia Kedua teknologi alutsista laut berkembang dengan pesat. Kekuatan kapal perang tidak hanya diukur dari besar kanon atau meriamnya namun juga sistem persenjataan, sistem pendukung seperti navigasi, radar, sensor, dan lainnya serta sistem propulsi yang digunakan. Penggunaan tenaga nuklir misalnya, menjadikan kapal perang dapat beroperasi dalam jangka waktu lama tanpa harus melakukan sandar untuk mengisi bahan bakar dan logistik. Tenaga nuklir diaplikasikan diantaranya pada kapal induk, kapal perusak, kapal selam, dan varian kapal perang lainnya.

Segera setelah Perang Dunia II berakhir, tatanan dunia berubah dengan munculnya Blok Barat (AS dan sekutunya) dan Blok Timur (Uni Sovyet dan sekutunya), dikenal sebagai masa Perang Dingin. Masing-masing saling berkompetisi untuk menyebarkan pengaruhnya di dunia. Berbagai cara dilakukan untuk menarik simpati negara yang belum masuk ke dalam pengaruh kedua blok tersebut. Kedua blok menawarkan bantuan-bantuan bagi negara-negara yang belum terpengaruh melalui bantuan ekonomi, pendidikan, hingga pertahanan. Banyak Perang dan konflik yang terjadi merupakan dampak dari Perang Dingin, dikenal sebagaiproxy waryaitu perang yang dilakukan oleh negara atau aktor yang berada di bawah pengaruh masing-masing blok seperti Perang Korea, Perang Vietnam, Perang Arab-Israel tahun 1967 dan 1973.

Perang-perang tersebut seolah menjadi palagan pembuktian kekuatan masing-masing blok, beragam alutsista mewarnai perang-perang tersebut, alutsista dengan kemampuan tempur yang baik akan mendapatkan labelbattle proven. Alutsista laut mengalami evolusi pada masa-masa ini. Pada perang Enam hari tahun 1967 misalnya, Angkatan Laut Mesir berhasil menenggelamkan sebuah destroyer Israel kelas Eilat menggunakan empat rudal Styx yang ditembakkan dari kapal perang kelas Komar. Momentum tersebut menjadi titik tolak perkembangan teknologi peperangan laut. Rudal Styx memiliki jangkauan sejauh 46 km. Kapal perang kelas Komar saat menembakkan rudalnya dalam posisi sandar di Pangkalan Angkatan Laut Mesir di Port Said, target kapal perang Eilat berada sejauh 24 km. Kapal Eilat tidak mendeteksi kapal Komar sebagai ancaman karena posisinya yang tengah sandar, kapal tersebut kandas setelah terkena tembakan rudal yang ketiga, tercatat 47 pelaut Israel tewas dan 90 sisanya terluka.

Jumlah kapal induk Amerika pada Perang Dunia 2

Ilustrasi 1. Pertempuran FPB Komar Class dan Destroyer Eilat

Penggunaan rudal merubah taktik perang laut, sistem senjata tidak lagi terbatas pada jarak jangkauan meriam dan torpedo kapal perang. Teknologi rudal menjadi pembeda antara strategi perang laut konvensional dan modern. Menarik ketika mencermati peristiwa tenggelamnya destroyer Israel kelas Eilat oleh kapal perang kelas Komar milik Mesir, kapal perang kelas Komar merupakan kapal kelas motor torpedo (MTB) dengan panjang kurang lebih 25 meter. Dengan dimensi tersebut, kapal perang kelas Komar dapat membawa empat unit rudal permukaan ke permukaan SS N 2 Styx. Dengan peristiwa tersebut, taktik dan strategi peperangan laut berubah drastis. Ukuran kanon dan dimensi kapal bukan lagi menjadi aspek utama untuk memenangkan pertempuran. TNI AL menurut catatan pada tahun 1961 hingga 1965 mengoperasikan 12 unit kapal sejenis.

Perbedaan antara kanon dan rudal adalah jarak tembak, fleksibilitas penggunaan, dan daya hancur. Kapal perang yang mengandalkan kanon harus berada dalam jarak tembak target, harus memposisikan haluan kapal agar kanon dapat menembak dengan efektif. Efek tembakan kanon tidak cukup untuk menghancurkan target dalam waktu singkat, peluru yang ditembakan oleh kanon tidak memiliki pemandu sehingga probabilitas mengenai target rendah. Target sangat mungkin untuk melakukan manuver menghindar atau melakukan serangan balik, sementara serangan rudal dapat secara efektif menghancurkan musuh dengan cepat, berapapun dimensinya dapat dihancurkan dengan perhitungan dan strategi yang tepat.

Rudal memiliki keunggulan daya hancur yang besar, kecepatan supersonik maupun subsonik untuk mencapai target, presisi tinggi terhadap target berkat pemandu yang terus dikembangkan dan diperbaharui teknologinya. Sistem pemandu yang baik dapat meminimalisir kemungkinan tembakan meleset dari target, rudal dapat dikatakan ideal ketika memiliki kecepatan yang baik, daya hancur yang baik, dan memilikicircular error probality(CEP) kecil. CEP merupakan analisis kuantitatif kemungkinan obyek balistik meleset dari target, semakin kecil CEP berarti semakin akurat obyek balistik tersebut.

Teknologi peperangan laut modern berkembang sangat pesat pada berbagai jenis kapal perang seperti kapal selam, kapal induk, destroyer, frigate, korvet, dan lainnya. Teknologi siluman menjadi hal yang paling dikembangkan saat ini, agar kapal perang dapat beroperasi dengan kemungkinan terdeteksi radar seminimal mungkin.Anti Surface Warfare(ASW) merupakan salah satu taktik dan strategi yang dikembangkan oleh banyak negara sebagai strategi pertahanannya. Strategi ASW tidak hanya berorientasi pada konsep tradisional peperangan laut dengan mengandalkan kanon dan dimensi kapal, namun lebih pada taktik penggunaan rudal permukaan ke permukaan (SSM), manuver kapal perang kecil yang masif, perang elektronik dan sistem sensor serta radar. Kapal-kapal sejenisOffshore Patrol Vessel(OPV) yang dipersenjatai dengan rudal dan dilengkapi sistem radar, sensor, serta komunikasi yang baik dapat menjadi sangat mematikan jika dipadukan dengan taktik dan strategi yang tepat.

Doktrin Peperangan Laut

Perkembangan teknologi merubah taktik peperangan laut, namun tidak merubah secara dramatis strategi peperangan laut. Strategi peperangan laut dikembangkan dan diaplikasikan untuk menghadirkan kemenangan. Konsepsea controldansea denialmasih menjadi strategi utama dalam pertempuran laut. Terdapat beberapa konsep baru untuk menyesuaikan dengan kebutuhan strategi masing-masing negara seperti konsepsimaritime domain awareness(MDA) serta integrasi operasi tempur laut, darat, dan udara berbasis teknologi. Pada masa damai,sea powermerupakan strategi yang hendak diraih oleh banyak negara. Konsepsea powersebenarnya tidak hanya mengandung unsur kekuatan Angkatan Laut, namun memiliki cakupan konsep yang lebih luas. Terdapat tiga elemen utama dalam konsepsea poweryaitu kontrol atas lalu lintas komersial dan perdagangan internasional, kemampuan operasi tempur Angkatan Laut, dan penggunaan instrumen Angkatan Laut dalam aspek diplomasi, deterens (penggetar), dan pengaruh politik pada masa damai. Berbeda dengan konsepland poweratauair poweryang sangat berorientasi militer, konsepsea powertidak terpisahkan dengan kepentingan geo-ekonomi. Namun demikian, aspek kekuatan pertahanan laut memiliki peran yang sangat penting sebagai instrumen yang memastikansea powerdiraih dan tercapainya kepentingan geo-ekonomi.

Selain sebagai instrumen pertahanan dan militer, kekuatan laut digunakan oleh negara sebagai instrumen penegakan hukum dan diplomasi (naval diplomacy). Aplikasi strategi yang digunakan harus handal dengan kebutuhan negara, pada masa damai atau masa perang. Strategi masa damai tentu berbeda dengan strategi yang diterapkan pada masa perang, tantangannya adalah Angkatan Laut harus mampu mengaplikasikan keduanya dengan baik sesuai dengan situasi yang dihadapi.

Si Vis Pacem Para Bellum.

Disiapkan Oleh: Departemen Humas PT PAL Indonesia (Persero)

Related posts:

Kiprah Kapal Bantu Rumah Sakit Produksi PT PAL Indonesia (Persero)
Pesan Presiden Joko Widodo Terhadap Anggota Kabinet Indonesia Maju Masa Bakti 2019-2024
KCR 60 Meter Produksi PAL Andalan TNI AL Untuk Mengawal Wilayah Pantai Indonesia
Beyond The Limit: Disabilitas Bukan Pembatas dalam Berkarya
PT PAL Indonesia (Persero) Sukses Luncurkan Kapal Bantu Rumah Sakit (BRS) Pesanan TNI AL