Apa yang dimaksud dengan akses pangan?

Pangan dan Gizi Dalam FSVA

Ditulis oleh : Administrator - Diterbitkan : Kamis, 2 Desember 2021 - Dibaca : 226


Apa yang dimaksud dengan akses pangan?

Pangan dan Gizi Dalam FSVA

Informasi tentang ketahanan dan kerentanan pangan penting untuk memberikan informasi kepada para pembuat keputusan dalam pembuatan program dan kebijakan, baik ditingkat pusat maupun tingkat local, untuk lebih memprioritaskan intervensi dan program berdasarkan kebutuhan dan potensi dampak kerawanan pangan yang tinggi. Informasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengelola krisis pangan dalam rangka upaya perlindungan/penghindaran dari krisis pangan dan gizi baik jangka pendek, menengah maupun panjang.

Analisis dan pemetaan FSVA dilakukan berdasarkan pada pemahaman mengenai ketahanan dan kerentanan pangan dan gizi seperti yang tercantum dalam Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi.Kerangka konseptual tersebut dibangun berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan, yaitu: ketersediaan, akses dan pemanfaatan pangan, serta mengintegrasikan gizi dan keamanan pangan di dalam keseluruhan pilar tersebut.

Pilar ketersediaan pangan didefinisikan sebagai kondisi tersedianya pangan dari hasil produksi dalam negeri, cadangan pangan, serta impor dan bantuan pangan apabila kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan.

Pilar akses atau keterjangkauan pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumah tangga untuk memperoleh cukup pangan yang bergizi, melalui satu atau kombinasi dari berbagai sumber seperti: produksi dan persediaan sendiri, pembelian, barter, hadiah, pinjaman dan bantuan pangan. Dalam kerangka ketahanan pangan, akses menjadi penting karena pangan yang tersedia dalam jumlah yang cukup di suatu wilayah bisa jadi tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat karena keterbatasan fisik, ekonomi atau sosial.

Pilar pemanfaatan pangan merujuk pada penggunaan pangan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk menyerap dan memetabolisme zat gizi. Pemanfaatan pangan meliputi cara penyimpanan, pengolahan, penyiapan dan keamanan makanan dan minuman, kondisi kebersihan, kebiasaan pemberian makan (terutama bagi individu dengan kebutuhan makanan khusus), distribusi makanan dalam rumah tangga sesuai dengan kebutuhan individu (pertumbuhan, kehamilan dan menyusui), dan status kesehatan setiap anggota rumah tangga. Mengingat peran yang besar dari seorang ibu dalam meningkatkan profil gizi keluarga, terutama untuk bayi dan anak-anak, pendidikan ibu sering digunakan sebagai salah satu proxy untuk mengukur pemanfaatan pangan rumah tangga

1.2.1. Ketahanan Pangan

Produksi dan ketersediaan pangan yang cukup di tingkat nasional dan provinsi tidak secara otomatis menjamin ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga dan individu apabila kondisi tubuh mereka tidak memungkinkan penyerapan makanan karena penyiapan makanan yang tidak tepat atau karena sedang sakit.

1.2.2. Ketahanan Gizi

Ketahanan gizi didefinisikan sebagai akses fisik, ekonomi, lingkungan dan sosial terhadap asupan makanan seimbang, air layak minum, kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan dasar dan pendidikan dasar. Ini berarti bahwa ketahanan gizi membutuhkan kombinasi dari komponen makanan dan non-makanan.

Ketahanan gizi yang ditunjukkan oleh status gizi merupakan tujuan akhir dari ketahanan pangan, kesehatan dan pola asuh tingkat individu.Kerawanan pangan adalah salah satu dari 3 penyebab utama masalah gizi. Penyebab utama lainnya adalah kondisi kesehatan dan lingkungan masyarakat, dan pola asuh. Oleh karena itu, di manapun terjadi kerawanan pangan, maka akan beresiko kekurangan gizi, termasuk kekurangan gizi mikro. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa kerawanan pangan adalah penyebab satu-satunya masalah gizi kurang, tanpa mempertimbangkan faktor kesehatan dan pola asuh seperti kurangnya akses ke air layak minum, sanitasi, fasilitas dan pelayanan kesehatan, rendahnya kualitas pola asuh dan pemberian makan anak serta tingkat pendidikan ibu, dll.

INDIKATOR YANG DIGUNAKAN FSVA PROVINSI JAWA BARAT

Kerawanan pangan merupakan isu multi-dimensional yang memerlukan analisis dari berbagai parameter tidak hanya produksi dan ketersediaan pangan saja. Meskipun tidak ada cara spesifik untuk mengukur ketahanan pangan, kompleksitas ketahanan pangan dapat disederhanakan dengan menitikberatkan pada tiga dimensi yang berbeda namun saling berkaitan yaitu ketersediaan pangan, akses pangan oleh rumah tangga dan pemanfaatan pangan oleh individu.

Indikator yang dipilih dalam FSVA Provinsi berkaitan dengan tiga pilar ketahanan pangan tersebut berdasarkan konsepsi Kerangka Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi. Disamping itu, pemilihan indikator juga tergantung pada ketersediaan data pada tingkat kecamatan. I

FSVA Provinsi Jawa Barat Tahun 2021 dibuat berdasarkan tiga pilar ketahanan pangan: (i) ketersediaan pangan; (ii) akses terhadap pangan; dan (iii) pemanfaatan pangan, yang dikembangkan dengan menggunakan 9indikator kerawanan pangan kronis dan 4 indikator kerawanan pangan transien/sementara. Peta komposit ketahanan dan kerentanan pangan dibuat dengan mengkombinasikan 9 indikator kerawanan pangan kronis.

Seluruh data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Dinas yang menangani ketahanan pangan di Kabupaten/Kota dan dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat serta publikasi dari Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat. Seluruh data yang digunakan untuk analisa FSVA provinsi Tahun 2021 berasal dari data Tahun periode 2015-2020. Small Area Estimation (SAE) digunakan untuk beberapa indikator untuk mengestimasi data tingkat kecamatan dengan menggunakan data tingkat kabupaten dan desa. Peta komposit yang dikembangkan dari indikator-indikator tersebut hanya mengindikasikan situasi ketahanan pangan secara umum di suatu kecamatan.