Sindrom Klinefelter adalah penyakit genetik yang disebabkan oleh kondisi kromosom yang menyerang laki-laki pada aspek fisik dan juga perkembangan kognitifnya. Show
Faktor Risiko Sindrom KlinefelterSebetulnya tidak ada pemicu tertentu akan penyakit ini. Namun, risiko anak lahir dengan sindrom Klinefelter dapat meningkat sedikit pada ibu hamil yang berusia di atas 35 tahun. Penyebab Sindrom KlinefelterAbnormalitas kromosom yang terjadi pada sindrom Klinefelter berkaitan dengan kromosom seks ( X dan Y). Pada sindrom Klinefelter, pengidapnya akan memiliki kelebihan 1 kromosom X (47, XXY), sementara pada laki-laki normal hanya terdapat 1 kromosom X (46, XY). Kromosom ekstra ini mengganggu perkembangan seksual pada laki-laki dan menyebabkan berbagai macam gejala. Pada beberapa kasus, ditemukan lebih dari 1 kromosom ekstra (48, XXXY atau 49, XXXXY). Gejala pada kasus ini cenderung lebih berat, seperti perubahan fitur wajah, disabilitas intelektual yang lebih berat, gangguan koordinasi, abnormalitas skeletal (tulang), dan gangguan wicara yang berat. Baca juga: Mengidap Sindrom Klinefelter Dapat Pengaruhi Kesehatan MentalGejala Sindrom KlinefelterSeseorang dengan sindrom Klinefelter cenderung memiliki testis yang kecil, sehingga tidak dapat menghasilkan testosteron pada kadar normal. Testosteron memiliki peran penting dalam tahap pubertas seorang laki-laki, sehingga kekurangan testosteron menyebabkan proses pubertas yang terhambat atau bahkan tidak komplet. Kondisi ini ditandai dengan pembesaran payudara (ginekomastia), sedikitnya bulu pada tubuh dan wajah, dan kemandulan. Pada beberapa orang, akan ditemukan juga kelainan genital seperti undesensus testikulorum atau buah zakar yang tidak turun ke skrotum. Kelainan kondisi genital lain dapat meliputi hipospadia yang merupakan kondisi uretra terletak di bagian bawah penis. Mikropenis juga sering ditemukan pada sindrom Klinefelter. Pengidap sindrom Klinefelter memiliki risiko terjangkitnya kanker payudara dan penyakit lupus. Pada anak yang mengidap sindrom ini, gejala yang sering muncul adalah kesulitan belajar dan keterlambatan perkembangan wicara dan bahasa, sehingga anak cenderung lebih diam dan sensitif. Diagnosis Sindrom KlinefelterSelain wawancara dan pemeriksaan fisik untuk menemukan gejala-gejala terkait sindrom ini, dokter dapat melakukan pemeriksaan hormon untuk melihat ketidakseimbangan hormon testosteron. Analisis kromosom atau analisis kariotipe dapat dilakukan untuk melihat bentuk dan jumlah kromosom pada penderita. Diagnosis sindrom Klinefelter dapat dilakukan pada janin dengan prosedur amniosentesis, yaitu pemeriksaan plasenta untuk melihat adanya kelainan kromosom. Tes ini dilakukan terutama pada janin yang memiliki riwayat kelainan kromosom pada keluarga, atau janin yang dikandung oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun. Baca juga: Apakah Penderita Sindrom Klinefelter Bisa Menghasilkan Sperma Subur? Pengobatan Sindrom KlinefelterPenanganan dilakukan oleh dokter spesialis endokrin, terapis wicara, dokter anak, konselor genetik, spesialis infertilitas, dan psikiater. Meski belum ada penanganan definitif untuk sindrom Klinefelter, tatalaksana pada sindrom ini ditujukan untuk meminimalisir gejala. Penanganan yang bisa dilakukan meliputi:
Pencegahan Sindrom KlinefelterSebagai penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik, sindrom Klinefelter tidak dapat dicegah. Baca juga: Seberapa Ampuh Terapi Hormon Atasi Sindrom Klinefelter? Kapan Harus ke Dokter?Jika mengalami gejala di atas, segera menemui dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Penanganan yang tepat dapat meminimalisir akibat, sehingga pengobatan bisa lebih cepat dilakukan. Referensi:
|