Jenis diare pada anak

Orang tua pasti khawatir saat anak terkena diare. Beberapa orang tua malah bisa langsung panik dan menuding berbagai hal sebagai biang keroknya. Namun sebenarnya, apa saja sih penyebab diare pada anak? Apakah diare pada anak berbahaya? Lalu, bagaimana cara mengatasinya?

Diare adalah kondisi yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi buang air besar (BAB) menjadi 3 kali atau lebih dalam sehari, dengan tinja yang lebih cair. Laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa sekitar 525.000 anak balita meninggal setiap tahunnya akibat diare.

Jenis diare pada anak

Sebagian besar diare pada anak balita disebabkan oleh infeksi virus. Penyebab lainnya adalah infeksi bakteri dan parasit. Kondisi yang menjadi pemicu utama diare pada anak akibat infeksi ini adalah kebersihan lingkungan dan sanitasi yang buruk.

Selain karena infeksi, diare pada anak juga bisa disebabkan oleh alergi, keracunan makanan, gangguan penyerapan makanan, dan efek samping obat.

Gejala Diare pada Anak

Selain lebih sering BAB dan mencret, diare bisa disertai dengan perut kembung, mual, muntah, demam, nyeri perut, dan lemas. Saat diare, tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan sangat cepat. Hal ini dikarenakan saluran cerna sulit menyerap cairan dan elektrolit.

Diare yang tidak ditangani dengan baik bisa menyebabkan dehidrasi. Dibandingkan orang dewasa, anak-anak lebih rentan mengalami dehidrasi. Dehidrasi berat dapat menyebabkan penurunan kesadaran, kejang, kerusakan otak, bahkan kematian.

Agar dapat segera ditangani sebelum terjadi dehidrasi berat, orang tua perlu mewaspadai tanda-tanda dehidrasi pada anak, yaitu:

  • Tampak lemas dan pucat.
  • Mata cekung.
  • Sangat kehausan.
  • Mulut dan bibir kering.
  • Tubuh terasa dingin.
  • Jumlah urine sedikit atau warnanya kuning pekat kecokelatan.
  • Saat menangis, air mata hanya sedikit atau tidak ada sama sekali.
  • Mengantuk terus-menerus.

Cara Mengatasi Diare di Rumah

Ketika anak diare, orang tua perlu memastikan kebutuhan cairan anak tercukupi. Jika usia Si Kecil masih di bawah 6 bulan, berikan ASI atau susu formula setiap kali ia muntah atau diare.

Jika usianya sudah lebih dari 6 bulan, berikan ia minuman rehidrasi, misalnya oralit. Pada anak yang sudah diberi MPASI, pastikan asupan nutrisi dari makanan cukup.

Berikan makanan yang lembut dan mudah dicerna dan hindari pemberian makanan berserat. Jangan memberikan jus buah atau soda, karena akan memperparah diare. Orang tua juga sebaiknya tidak memberikan anak obat tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Karena sebagian besar diare pada anak disebabkan oleh virus, maka obat-obatan antibiotik tidak perlu diberikan. Antibiotik hanya diberikan jika diare disebabkan oleh bakteri. Diare akibat infeksi virus dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu beberapa hari, namun tetap pantau kondisi anak dan berikan ia asupan cairan yang cukup.

Jika gejala diare pada anak semakin berat atau terdapat gejala yang perlu diwaspadai, seperti sesak napas, BAB berdarah, kejang, atau pingsan, segeralah bawa ia ke rumah sakit atau klinik terdekat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Pencegahan Diare pada Anak

Mengingat kasus diare pada anak masih sangat banyak di Indonesia, orang tua perlu melakukan langkah-langkah pencegahan yang efektif. Diare pada anak dapat dicegah melalui beberapa cara berikut ini:

  • Menjaga kebersihan lingkungan, terutama sumber air minum. Pastikan air dan makanan yang dikonsumsi bersih dan matang.
  • Membiasakan anak untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah buang air kecil atau buang air besar, juga setelah memegang benda kotor.
  • Memberikan ASI pada anak berusia <2 tahun untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
  • Memberikan anak makanan yang bergizi dan bermanfaat untuk pencernaannya, misalnya nanas yang diduga bisa menangkal infeksi bakteri penyebab diare
  • Memberikan anak vaksin rotavirus.

Seperti telah dikatakan sebelumnya, diare pada anak bisa juga disebabkan oleh hal-hal lain. Jika penyebabnya adalah alergi atau penyakit tertentu, sebaiknya tanyakan kepada dokter mengenai cara pencegahan yang paling sesuai dengan kondisi anak.

Ditulis oleh:

dr. Dina Kusumawardhani