Jelaskan penyebab jumlah wirausaha di Indonesia masih relatif kecil

Jumat, 23 Nopember 2018

Indonesia membutuhkan sedikitnya 4 juta wirausaha baru untuk turut mendorong penguatan struktur ekonomi. Sebab, saat ini rasio wirausaha di dalam negeri masih sekitar 3,1 persen dari total populasi penduduk.


“Maka itu, agar Indonesia menjadi negara maju, pemerintah terus memacu pertumbuhan wirausaha termasuk industri kecil dan menengah (IKM), sekaligus meningkatkan produktivitas dan daya saingnya di era digital,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara Pesta Retail Nasionaldi ICE BSD, Tangerang, Kamis (22/11) malam.


Meskipun rasio wirausaha di Indonesia sudah melampaui standar internasional, yakni sebesar 2 persen, Indonesa perlu menggenjot lagi untuk mengejar capaian negara tetangga. Misalnya, Singapura saat ini sudah mencapai angka 7 persen, sedangkan Malaysia berada di level 5 persen. Apabila dihitung dengan populasi penduduk Indonesia sekitar 260 juta jiwa, jumlah wirausaha nasional mencapai 8,06 juta jiwa.


Menperin menjelaskan, dalam menghadapi era revolusi industri 4.0, pihaknya telah menggagas platform e-commerce bertajuk e-Smart IKM. Ini sebagai salah satu upaya strategis pemerintah guna membangun sistem database IKM yang diintegrasikan melalui beberapa marketplace yang sudah ada di Indonesia.


Revolusi industri 4.0 memang sesuatu tantangan yang harus kita persiapkan dengan matang, misalnya melalui program pengembangan IKM berbasis digital,” ungkapnya. Sejak diluncurkan pada Januari 2017, peserta yang telah mengikuti e-Smart IKM lebih dari 4.000 pelaku usaha dengan total omzet sudah mencapai Rp1,3 miliar.


Di samping itu, pemerintah juga menggulirkan program Laku Pandai (Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif). Ini merupakan program dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk penyediaan layanan perbankan atau layanan keuangan lainnya melalui kerja sama dengan pihak lain (agen bank), dan didukung dengan penggunaan sarana teknologi informasi.


“Laku Pandai juga salah satu platform digital untuk jualan tanpa barang kelihatan, seperti voucher pulsa telepon atau listrik. Ini bisa menambah profit pelaku usaha kita,” imbuhnya. Menperin juga memberikan apresiasi kepada PT HM Sampoerna yang telah bekerja keras untuk memberdayakan usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia melalui program Sampoerna Retail Community (SRC).


”Dengan pengembangan platform digital, maka SRC juga tidak perlu takut untuk berkompetisi dengan pasar modern atau mini market. Kemampuan bersaing yang sudah dimiliki, harus terus dikembangkan. Ternyata dengan pemanfaatan teknologi digital, ada yang omzetnya sampai naik 8 kali lipat,” paparnya. Hingga kini, SRC telah mencakup 90 ribu peritel dari 34 provinsi dan 480 kabupatan/kota di Indonesia.


Berdasarkan data Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), pertumbuhan industri ritel pada kuartal I tahun 2018 mencapai 7-7,5 persen dan berkontribusi hingga 60 persen untuk perekonomian nasional. Peritel yang berbasis UKM ini juga memberi dampak terhadap kualitas hidup masyarakat di sekitarnya, antara lain melalui penyerapan tenaga kerja.


Pemberdayaan IKM rokok


Menperin menambahkan, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mendukung pemberdayaan UKM, di antaranya melalui pembatalan pemberlakuan PMK No.146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang berakibat harga rokok tidak jadi naik.


“Kita sadari bersama bahwa rokok merupakan sumber utama omzet para pedagang UKM, sehingga pembatalan kenaikan cukai ini dapat mempertahankan pendapatan para peritel,” tuturnya.


Kementerian Perindustrian mencatat, industri pengolahan hasil tembakau mempunyai peranan penting dalam peningkatanekonomi negara. Bahkan, sesuai Perpres No. 28 tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, industri hasil tembakau termasuk salah satu sektor yang dikembangkan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dalam hal penyerapan tenaga kerja, penerimaan dan kesehatan.


Industri hasil tembakau yang bersumber pada kearifan lokal telah mampu bersaing dan bertahan menjadi industri dalam negeri yang memberikan kontribusi nyata bagi perekonomian bangsa melalui penyerapan tenaga kerja dan kontribusi kepada pendapatan negara melalui cukai,” ujar Airlangga.


Pada tahun 2017, penerimaan cukai dari sektor industri hasil tembakau mencapai Rp147,7 triliun, meningkat 7,1 persen dibanding tahun 2016 sebesar Rp.137,9 triliun. Selanjutnya, pada tahun 2016, nilai ekspor rokok menembus USD784 juta, meningkat menjaadi USD866 juta di 2017.


”Sektor ini juga telah mempekerjakan sebanyak 7 juta petani. Industri yang dimulai dari rokok kretek ini telah berabad-abad umurnya. Sektor ini asli berkembang dari bumi pertiwi Indonesia,” tandasnya.


Pemerintah juga memutuskan untuk merelaksasi industri rokok dari Daftar Negatif Investasi ( DNI), yang merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi ke-XVI. Kebijakan ini dilakukan, salah satunya untuk membantu tumbuhnya sektor IKM pengolahan tembakau.


“Terkait industri rokok, jumlah industrinya terus turun. Salah satu alasannya adalah sektor IKM-nya tidak tumbuh, karena dia harus bermitra dengan yang besar,” jelas Menperin. Oleh karena itu, untuk mendorong industri rokok berskala kecil dan menengah dapat tumbuh dan berkembang, pemerintah mengeluarkan industri rokok dari DNI dan tidak lagi mewajibkan bermitra dengan industri besar.


Dalam DNI yang telah direvisi, industri rokok kretek, rokok putih, dan rokok lainnya masuk dalam kategori sektor yang terbuka untuk penanaman modal dalam negeri maupun asing. “Artinya, tak hanya investor asing yang bisa masuk ke industri ini, tetapi juga bisa oleh investor dalam negeri,” jelasnya.


Airlangga pun menilai, selama ini industri rokok skala kecil dan menengah sebenarnya sudah mampu menghasilkan produksi yang relatif baik. Misalnya dalam klasifikasi, industri rokok dikatakan kecil jika produksinya sekitar 300-500 juta batang rokok.


“Tetapi kalau 500 juta batang bagi industri rokok, skalanya tidak kecil juga. Kalau 500 juta batang itu satu batangnya Rp1.000, dia sudah dapat Rp500 miliar. Jadi kalau harus bermitra lagi dengan industri yang sudah di atas 50 miliar batang, itu kan menghambat industri kecilnya tidak bisa tumbuh," ujarnya.


Demikian Siaran Pers ini untuk disebarluaskan.

Share:


Indonesia menduduki peringkat 94 dalam Global Enterpreneurship Index

Kamis , 18 Oct 2018, 14:46 WIB

Inspiremymagazine.com

Wirausahawan (Ilustrasi)

Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, mengatakan tingkat kewirausahaan Indonesia masih rendah. Menurutnya, Indonesia hanya menduduki peringkat 94 dari 137 negara."Satu fakta menarik tentang kewirausahaan, pada tahun 2018, di negara maju rata-rata 14 persen dari total penduduk usia kerja adalah enterpreneur, sementara di Indonesia hanya mencapai 3,1 persen," ujarnya dalam sambutannya saat mendapat penganugerahan gelar kehormatan Doctor Honoris Causa dari UPI di Bandung, Kamis (18/10).Menurutnya berdasarkan laporan Global Enterpreneurship Index, negara-negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Kanada, dan Inggris menempati peringkat sepuluh teratas. Dari Asia, Hong Kong dan Taiwan menempati menempati urutan 13 dan 18.Sementara, Indonesia menduduki peringkat 94. Posisi ini jauh di bawah negara-negara ASEAN lainnya seperi Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina yang masing-masing menduduki peringkat 27, 58, 71, dan 84. "Hal ini menunjukan masih rendahnya tingkat kewirausahaan Indonesia," tambah dia.

Ia menjelaskan salah satu penyebab rendahnya tingkat kewirausahaan yakni sistem pendidikan yang kurang mendorong mahasiswanya untuk berkembang menjadi seorang entrepreneurship. Status wirausahawan saat ini masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Berwirausaha dianggap sebuah profesi yang kurang menjanjikan, perlu waktu lama untuk bisa menjadi seorang yang sukses.

"Kita masih melihat betapa lulusan sarjana masing berbondong-bondong melamar menjadi PNS dibandingkan memanfaatkan dan menerapkan pengetahuan yang diperolehnnya untuk menciptakan lapangan kerja baru minimal untuk dirinya sendiri," jelasnya.Menurutnya, enterpreneurship patut didorong karena memiliki potensi besar. Apalagi Indonesia baik dari sudut demografi dan kekayaan alam, bisa mengembangkan diri menjadi suatu komunitas enterpreneurship.

Ia pun mengapresiasi langkah UPI karena telah membentuk suatu program studi yang khusus mengenai kewirausahaan, sebagai langkah maju bersaing dalam era revolusi industri 4.0. "Menjadi pengusaha yang baik tak kalah terhormat jika dibandingkan dengan berbagai profesi yang lain. Jadi harus ada bersama-sama kita melakukan langkah perubahan dan kita mengawali dengan pendidikan," kata dia.

  • wirausaha indonesia
  • jumlah pengusaha indonesia
  • pelaku usaha indonesia

sumber : Antara

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA