Jelaskan makna supremasi hukum dalam upaya perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia

HARI-HARI ini, kita melihat banyak putusan pengadilan yang terasa berlawanan dengan rasa keadilan yang semata menjalankan supremasi-hukum karena dibuat dengan pertimbangan hukum yang dangkal. Sebut saja vonis rendah untuk seorang jaksa atau vonis ringan seorang menteri yang memakai wewenangnya untuk melakukan korupsi. Masalahnya bukan hanya pada jumlah tahun dalam vonis. Para hakim juga memakai pertimbangan dan perbandingan dengan kasus-kasus lain yang daya rusaknya lebih kecil—seperti penipuan atau pencemaran nama—secara salah. Di sisi lain, Mahkamah Konstitusi menganggap sah secara prosedural proses legislasi yang demikian kotor karena dipaksakan untuk mengamputasi Komisi Pemberantasan Korupsi. Di wilayah peraturan perundang-undangan, revisi Undang-Undang KPK dilahirkan untuk mematikan sebuah lembaga yang kehadirannya diperlukan dalam demokrasi guna membatasi kekuasaan yang korup. Setelahnya, lahir pula Undang-Undang Cipta Kerja yang melanggar hak-hak asasi pekerja dan mengancam perlindungan lingkungan. Jika demikian banalnya tontonan hukum hari ini, apa yang tengah terjadi dengan institusi-institusi hukum kita? Padahal tak sedikit upaya reformasi kelembagaan sejak 1998. Sejak 1999, keputusan politik telah menyatukan “atap” kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung dan melepaskannya dari kekuasaan eksekutif melalui Departemen Kehakiman. Seperangkat cetak biru pembaruan peradilan dipublikasikan sejak 2003. Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 juga sudah memasukkan dua lembaga baru ke tatanan kekuasaan kehakiman: Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Ada juga kekuasaan penegak hukum oleh kepolisian yang dilepaskan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sejak 1999, keputusan politik telah menyatukan “atap” kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung dan melepaskannya dari kekuasaan eksekutif melalui Departemen Kehakiman. Seperangkat cetak biru pembaruan peradilan dipublikasikan sejak 2003. Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 juga sudah memasukkan dua lembaga baru ke tatanan kekuasaan kehakiman: Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Ada juga kekuasaan penegak hukum oleh kepolisian yang dilepaskan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Dari berbagai reformasi kelembagaan, sebagian berhasil dengan cukup baik. Informasi putusan Mahkamah Agung kini tersedia di Internet. Mahkamah Konstitusi berdiri kokoh, menjadi tumpuan harapan pengawasan terhadap pembuatan undang-undang. Masalahnya, pembaruan institusional itu tidak sejalan dengan delivery of justice atau tegaknya keadilan oleh lembaga-lembaga itu.


Barangkali kita mesti menengok kembali gagasan rule of law atau negara hukum. Soalnya, kita acap memaknainya sebagai cangkang. Isinya tak pernah kita tengok. Dalam pemaknaan cangkang yang kosong, hukum dimaknai hanya sebagai peraturan atau seragam dan atribut penegak hukum. Reformasi kelembagaan semata proyek lembaga yang bersangkutan alih-alih visi negara. Akibatnya, reformasi kelembagaan kerap dianggap tuntas ketika suatu kegiatan selesai atau target tercapai. Padahal reformasi hukum seharusnya berkelindan antarlembaga, termasuk lembaga yang bukan penegak hukum. Seiring dengan itu, supremasi hukum acap kita pahami sebagai supremasi undang-undang dan aparat penegak hukum. Maka, ketika suatu undang-undang diklaim dibuat dengan sah secara prosedural, ia menjelma menjadi hukum yang baik dan benar. Maka tindakan aparat berseragam yang dengan enteng menangkap para pembuat mural dan selebritas yang bertentangan dengan penguasa dianggap sebagai kebenaran, meski melanggar hak asasi manusia. Apalagi penegakan hukum semacam itu bukan prioritas, di tengah kian sempitnya kebebasan berpendapat dan merajalelanya korupsi di masa pandemi.

Gagasan supremasi hukum sebenarnya bukan berarti hukum selalu dianggap supreme—rujukan tertinggi—tanpa syarat. Supremasi hukum adalah bagian dari gagasan negara hukum atau rechtsstaat atau rule of law. Ia muncul, sejatinya, untuk dihadap-hadapkan pada supremasi kekuasaan dalam konteks negara hukum. Dengan kata lain, supremasi hukum adalah suatu metode menghentikan pengaturan negara melalui kekuasaan yang selalu ditentukan oleh siapa yang kuat, bukan pengaturan melalui tatanan hukum agar adil dan beradab.


Gagasan ini tertuang dalam naskah awal Penjelasan UUD 1945, yang sudah tidak masuk naskah konstitusi sejak amendemen 1999-2002. Dalam naskah itu tertulis bahwa Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (machsstaat).  Pada saat itu, para pendiri Republik ingin meletakkan dasar negara hukum bagi sebuah bangsa yang baru lepas dari penjajahan, saat kekuasaan dijalankan berdasarkan apa yang diinginkan penguasa yang menjajah.
Mereka tidak menyatakan hukum sebagai supreme meski tidak adil dan dibuat dengan tidak partisipatif. Jangan lupa, gagasan negara hukum berbicara tentang bagaimana hukum seharusnya berfokus pada warga negara agar seimbang dalam duduk berdampingan dengan pemerintah. Karena itu, esensi negara hukum adalah hak asasi manusia dan pembatasan kekuasaan. Berangkat dari pemahaman itu, pembaruan hukum semestinya berbicara tentang untuk siapa hukum dibuat. Sebuah hukum negara menjadi istimewa karena punya daya paksa, yaitu mengatur dan menertibkan. Pertanyaannya, mengatur untuk tujuan apa dan demi kepentingan siapa? Bila hukum dibuat untuk aktor-aktor politik yang ingin mengamankan dan memperbesar kekayaan dan kekuasaan mereka, tentu saja hukum hanya mengatur agar kondisi aman dan stabil bagi kelompok ini. Soal hak asasi dan perlindungan lingkungan bukan bagian dari gagasan yang menjadi pertimbangan. Reformasi lembaga-lembaga hukum pun berfokus pada perbaikan kelembagaan dengan tujuan adanya hal-hal baru dalam lembaga yang terlihat sebagai hasil yang kasatmata. Akibatnya, pegiat pembaruan hukum cenderung abai terhadap konsolidasi aktor-aktor yang bertujuan merusak hukum.

Pada 2015, Javier Coralles menganalisis turunnya kondisi demokratis di Venezuela. Temuannya mengejutkan: kualitas demokrasi Venezuela anjlok justru oleh sebuah tatanan demokratis dengan cara yang terlihat baik-baik saja. Pada 2018, Kim Scheppele mencatat fenomena serupa di Hungaria: tatanan demokratis rusak pelan-pelan, tapi konstitusional. Para akademikus menyebutnya sebagai autocratic legalism, yaitu legalisasi yang menutupi pemerintahan autokratik. Dalam sebuah legalisme autokratik, semua tindakan penguasa yang sewenang-wenang berjalan secara konstitusional. Perubahan konstitusi untuk mendukungnya pun dilakukan dengan benar secara prosedural, meski isinya tidak mengandung semangat konstitusionalisme negara hukum.

Semua cerdik-pandai hukum diam dan bahkan mendukung, kata Coralles dan Scheppele, karena pada awalnya pemerintahan autokratik akan memulainya dengan melemahkan pengawasan terhadap mereka sendiri. Tujuannya, pada saatnya nanti, tidak ada lagi yang bisa mengatakan tindakan yang salah itu sebagai kesalahan. Padahal pengawas penting ini kekuasaan yudikatif dan masyarakat sipil, terutama kalangan cerdik-pandai hukum. Sejarah negara hukum Indonesia menunjukkan gagasan negara hukum tidak berdiri dalam satu-dua dekade. Ia juga tidak bisa jatuh begitu saja dalam waktu cepat. Pada 1945, negara hukum dibangun sebagai bagian dari upaya melepaskan diri dari kolonialisme. Pada 1950-an, Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung bekerja dengan baik, sementara kepolisian ditempatkan bersama tentara. Baru pada 1970-an kualitas penegakan hukum Indonesia menurun dan mulai bobrok. Dalam riset Daniel S. Lev, Indonesianis dari University of California, Berkeley, Amerika Serikat, di tengah terjun bebasnya kualitas negara hukum, muncul sekelompok praktisi hukum yang mencoba bertahan dengan terus melancarkan kritik terhadap hukum yang sewenang-wenang. Advokat-advokat itu, di antaranya Adnan Buyung Nasution dan Yap Thiam Hien, mendirikan Lembaga Bantuan Hukum, yang kini dikenal sebagai Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. Melihat refleksi Lev, jika kita ingin punya Indonesia sebagai negara hukum, penting ada kekuatan masyarakat sipil yang terus melancarkan kritik dan memberi gagasan tandingan pada ide negara hukum yang dirusak aparatur negara. Dalam negara hukum, masyarakat sipil berada dalam—atau ditempatkan pada—posisi sangat penting. Rupanya, sejarah tak bisa dicomot-pasang. Sejarah hukum 1970-an tampaknya sulit terulang kini. Dalam perdebatan proses dan isi Undang-Undang Cipta Kerja, para praktisi hukum terlihat sangat memihak praktik yang merusak tatanan negara hukum. Begitu pula cerdik-pandai dan praktisi hukum yang memasuki lembaga-lembaga yang memberikan harapan konsep negara hukum bisa tegak semacam Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Keberadaan mereka di sana justru menjauhkan cita-cita kita membangun negara hukum yang solid. Jika kita masih ingin melihat Indonesia menjadi negara beradab yang menjunjung tinggi hukum dalam konsep negara hukum, bukan semata supremasi hukum, para cerdik-pandai dan praktisi hukum harus menghentikan peraturan yang tak adil dan kesewenang-wenangan penegak hukum dalam melaksanakan aturan. Kita mesti mendorong hukum yang mampu memenuhi, melindungi, dan menegakkan hak asasi, serta secara efektif membatasi kekuasaan penyelenggara negara.  

Sumber: https://majalah.tempo.co/read/kolom/164117/beda-negara-hukum-dan-supremasi-hukum?


 

4 Poin pentingnya perlindungan dan penegakan hukum bagi masyarakat itu penting. Terutama bagi masyarakat kalangan bawah yang tidak mampu membayar kuasa hukum atau semacamnya. Karena hampir sebagian besar kasus adalah kasus yang dituntutkan oleh orang individu berduit atau organisasi/lembaga yang berduit.

Sedangkan yang dilaporkan adalah orang-orang kecil yang menyewa kuasa hukum saja tidak kuat. Tidak semua kasus pelaporan itu jujur dan adil bagi yang dilaporkan. Ada kalanya pelaporan tersebut demi kepentingan pribadi yang mengorbankan orang-orang lemah. Salah satunya kasus tentang seorang nenek yang mengambil kayu bakar yang diperkarakan hingga ranah hukum dan sempat menjadi heboh.

Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum untuk orang terdiskriminasi itu juga penting. Hukum harus adil diberikan kepada yang lemah tak berduit. Bukan hanya untk mereka yang berani membayar dan semacamnya.

Sebagai negara hukum, tentusaja pentingnya perlindangan dan penegakan hukum harus ditegakan oleh siapapun. Terutama untuk warga negara yang mendapatkan penyimpangan hukum, ketidaknyamanan dan ketidakadilan. Nah, pentingnya perlindungan dan penegakan hukum tersebut dapat di wujudkan dalam beberapa poin hal berikut ini.

4 Poin Pentingnya Perlindungan Dan Penegakan Hukum

Pada dasarnya perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia telah di atur dalam hukum tertulis (UUD 1945) yaitu:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pasal 28 D ayat 1

Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.

Pasal 30 Ayat 4

Terkait dengan menjawab pertanyaan apa pentingnya penegakan hukum, maka jawabannya sama dengan apa tujuan dari hukum itu dibuat? Berikut penjelasannya :

Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum adalah untuk menciptakan tatanan masyarakat yang adil, damai yang sejahtera dengan tanpa adanya pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum lainnya seperti pembunuhan, penipuan dan lain sebagainya.

Selain itu hukum perlu ditegakkan agar Indonesia dapat mencapai cita-citanya yaitu Menciptakan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dimana cita-cita itu dapat tercapai ketika hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya.

Biar semakin jelas, berikut adalah penjelasan yang lebih mendetail lagi.

1. Tegaknya Supremasi Hukum

Pernahkah kamu mendengar istilah supremasi hukum? Bagi kamu yang mengambil jurusan hukum pasti tahu. Bagi yang mengambil jurusan lain, belum tentu tahu. Supremasi hukum merupakan hukum yang memiliki kekuasaan mutlak dalam mengatur tindakan atau pergaulan seseorang dalam kehidupannya. Dengan kata lain bahwa semua tindakan warga negarai hingga pemerintah sekalipun berjalan sesuai dengan hukum yang telah berlaku.

Sayangnya tegaknya supremasi hukum ini tidak bisa berjalan sendiri. Butuh yang namannya aturan yang harus ditegakan. Tentu aturan itu sendiri tidak dapat ditegakan dengan sendiri. Butuh yang namanya aparat hukum, dan masyarakat itu sendiri yang menjadikan supremasi hukum bisa ditegakan. Bisa dikatakan, supremasi hukum hanya sebagai alat.

Kita tahu bahwa alat apapun jika digunakan dengan baik akan menghasilkan sesuatu yang baik. Ketika kita menggunakan alat itu untuk hal negative, maka juga dapat menimbulkan hal yang negative. sepertihalnya pisau, jika pisau digunakan untuk mengiris bumbu masak, maka hasilnya masakan lezat. akan lain cerita jika pisau tersebut untuk pembunuhan juga akan bermpak malapetaka bagi pelakunya.

2. Tegaknya Keadlian

Jelaskan makna supremasi hukum dalam upaya perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia
Jelaskan makna supremasi hukum dalam upaya perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia
Ilustrasi keadilan

Pentingya perlindungan dan penegakan hukum yang kedua adalah demi tegaknya keadilan. Tegaknya keadilan ini demi mewujudkan keselarasan dan keadilan bagi warga Negara. Dimana setiap warga Negara Indonesia berhak menikmati kewajiban dan mewujudkan keadilan.

Tampaknya mewujudkan keadilan itu sesuatu yang tidak mudah. Pada realitanya menegakan sebuah keadilan itu bukan perkara yang mudah. Butuh yang namannya melek hukum. salah satu faktor kenapa hukum tidak ditegakan dengan adil karena banyak yang tidak melek hukum. Sehingga orang-orang yang tidak melek hukum dimanfaatkan.

Baca juga : Perbedaan Hukum Pidana dan Perdata

3. Mewujudkan Perdamaian

Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum tentu saja demi mewujudkan perdamaian dalam kehidupan masyarakat. Seperti yang ditegaskan oleh Soerjono Soekanto, yang menyatakan bahwa perlindungan dan penegakan hukum tidak semata-mata hukum yang berlaku.

Tetapi bergantung pada beberapa faktor. Diantarannya adalah faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor masyarakat, faktor sarana dan fasilitas hukum dan faktor kebudayaan juga menjadi penentu.

Sayangnya, kehadiran penegak hukum atau aturan hukum yang di dasarkan oleh Undang-undang masih diambil celahnya. Kemudian celah itu digunakan untuk melemahkan kasus atau untuk menyerang lawan.

Sehingga bagi lawan yang tidak melek teknologi pun bisa terjerat hukuman lebih berat daripada hukuman yang sebenarnya. Itu sebabnya masyarakat penting sekali diberikan edukasi tentang aturan hukum.

Tujuan memberikan edukasi hukum pada masyarakat, tentu saja agar masyarakat tidak mudah dimanfaatkan atau dijadikan pelampian oleh beberapa orang yang minim kemanusiaan. Setidaknya dengan edukasi masyarakat yang cukup, maka potensi dan pemanfaatan pada orang semakin kecil pula. Sehingga tujuan untuk mewujudkan perdamaian.

  • Contoh Hukum Perdata
  • Perbedaan Hukum Pidana & Perdata
  • Hukum Pidana Materiil

4. Faktor Penentu Lain

Bersumber dari berbagai buku hukum, faktor yang mempengaruhi pentingnya perlindungan dan penegakan hukum tidak sebatas dengan aturan hukum yang telah disebutkan di atas. ternyata juga dipengaruhi oleh banyak faktor.

Diantarannya dipengaruhi oleh hukum itu sendiri, penegakan hukum, peranan masyarakat, keberadaan sarana dan fasilitas yang ada. Seperti apa sih ulasan dari faktor penentu lain tersebut, berikut beberapa poin yang mempengaruhi.

  • HukumDi dalam hukum memuat undang-undang yang mengatur masyarakat agar lebih tertata. Tentu saja undang-undang tersebut sesuai dengan ideologi Negara. Pembuatan undang-undang itu sendiri dibuat berdasarkan kondisi masyarakat. Jadi tidak asal dibuat semaunya. Bahkan untuk membuat aturan itu sendiri butuh proses panjang dan melalui rapat dan kajian yang lebih menyeluruh. Bagaimanapun juga, hukum inilah yang nanti dan masa yang akan datang dijadikan sebagai acuan dari berbagai kasus. mulai dari kasus ringan hingga kasus berat.
  • Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah upayah pihak tertentu untuk menegakan hukum. ada peran penegakan hukum yang sesuai dengan tugasnya masing-masing. Peran penegak hukum itu sendiri pun juga diatur dalam perundang-undangan. Sebagai penegak hukum, tentu saja dituntut untuk mengutamakan keadilan dan profesionalisme, agar masyarakat pun juga konsekuen dengan perundang-undangan yang telah diberlakukan.
  • Masyarakat
    Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum ternyata tidak hanya bergantung pada undang-undang dan penegak hukum saja. Tetapi masyarakat juga berperan penting dalam mewujudkan perlindungan dan penegakan hukum. oleh sebab itu, masyarakat pun sebenarnya juga harus mengetahui daN memahami hukum yang telah berlaku.

    Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum, masyarakat juga tidak hanya mentaati hukum dengan kesadaran diri. Tetapi juga berani mengawal hukum agar tidak terjadi penyelewengan atau pelanggan oleh beberapa orang saja.

  • Sarana dan Fasilitas Yang Mendukung Penegakan Hukum
    Tidak dapat dipungkiri jika sarana dan fasilitas mampu memaksimalkan penegakan hukum. Apa saja sih bentuk sarana dan fasilitas tersebut? Diantarannya tersedianya keuangan, sumber daya manusia yang terampil, adannya organisasi yang baik. Maka penegakan hukum bisa dengan mudah di wujudkan.
  • Kebudayaan
    Lebih menekankan pada nilai cipta dan karsa yang mendasari hukum yang berlaku. Dimana nilai-nilai inilah yang termasuk dalam konsepsi abstrak yang dianggap baik dan akhirnya menjadi panutan.

    Tidak dapat dipungkiri jika kehadiran kebudayaan ini pulalah yang mengajarkan kita untuk memahami keberagaman. Sehingga dalam pembuatan kebijakan dan hukum pun agar lebih bisa dimanfaatkan secara luas dan menguntungkan bagi orang dari beragam kebudayaan.

Baca juga : 7 Buku Mahasiswa Hukum Yang Wajib Dimiliki

Dari ulasan dan pemaparan tentang pentingnya perlindungan dan penegakan hukum di atas menunjukan bahwa penegakan hukum melibatkan banyak hal. Dimana penegakan hukum tidak bisa berdiri sendiri. Melainkan butuh support dari banyak pihak dan banyak elemen. Mulai dari undang-undang, hukum, masyarakat.

Pentingnya perlindungan dan penegakan hukum pun tidak sekedar mengandalkan satu atau dua orang. tetapi butuh keterlibatan seluruh masyarakat akan pentingnya melek akan hukum.

Agar tidak terjadi penyalahgunaan dan penyelewengan aturan hukum untuk kepentingan pribadi ataupun organisasi. Semoga dengan ulasan tentang pentingnya perlindungan dan penegakan hukum ini ada manfaatnya.

Rekomendasi Buku

Materi Hukum Lainnya :