SEJARAH “PIAGAM JAKARTA” Pada waktu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) merumuskan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 ada keinginan dari sebagian anggota BPUPKI untuk mewajibkan pemeluk agama Islam di Indonesia menjalankan “syariat/syariah” dengan mencantumkan kata-kata “keTuhanan, dengan mewajibkan mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja”. Namun demi persatuan bangsa Indonesia yang segera akan diproklamasikan kemerdekaannya, maka terjadilah kompromi di antara para anggota BPUPKI untuk menghapuskan 7 (tujuh) kata tersebut. Sejarah “Pancasila” sebagai dasar negara Indonesia tidak bisa dilepaskan dari “Piagam Jakarta”. “Piagam Jakarta” bertujuan untuk menjembatani antara golongan agamais dan kelompok nasionalis-kebangsaan yang terjadi dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).1 “Piagam Jakarta” atau “Jakarta Charter” disahkan pada 22 Juni 1945 dan disusun oleh Panitia Sembilan BPUPKI. Panitia Sembilan beranggotakan Ir. Sukarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo, Wachid Hasjim, dan Mr. Mohammad Yamin.2 Awalnya, “Piagam Jakarta” berisi garis-garis besar perlawanan terhadap imperialisme, kapitalisme, fasisme, serta untuk dapatmenjadi dasar hukum pembentukan Negara Republik Indonesia. Dalam “Piagam Jakarta” juga tercantum 5 rumusan dasar negara yang sebelum dinamakan “Pancasila” berbeda susunannya.3 ISI “PIAGAM JAKARTA” “Piagam Jakarta” tidak lain adalah “Pembukaan UUD 1945”. “Piagam Jakarta” berisi empat alinea yang kemudian menjadi “Pembukaan UUD 1945”, termasuk 5 poin yang salah satunya berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, kemudian diubah dalam Pancasila menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Berikut ini isi “Piagam Jakarta”:4 Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka pendjadjahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan. Dan perdjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat jang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan Rakjat Indonesia kedepan pintu-gerbang Negara Indonesia, jang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Atas berkat Rahmat Allah Jang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan-luhur, supaja berkehidupan kebangsaan jang bebas, maka Rakjat Indonesia dengan ini menjatahkan kemerdekaannja. Kemudian daripada itu membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia jang melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, dan untuk memadjukan kesejahteraan umum, mentjerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia jang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, jang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia jang berkedaulatan Rakjat, dengan berdasar kepada: keTuhanan, dengan mewajibkan mendjalankan sjari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja; menurut dan kemanusiaan jang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat-kebidjaksanaan dalam permusjawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakjat Indonesia. Djakarta, 22-6-1945 Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis Abikusno Tjokrosujoso, Abdulkahar Muzakir, H. A. Salim Mr. Achmad Subardjo, Wachid Hasjim, Mr. Mohammad Yamin PERUBAHAN TERHADAP ISI SEMULA “PIAGAM JAKARTA” Isi “Piagam Jakarta” yang telah dikemukakan di atas yang kemudian telah menjadi “Pembukaan UUD 1945” bunyinya semula tidak seperti bunyi “Pembukaan UUD 1945”. Ada bagian dari “Piagam Jakarta” yang semula disusun telah dihapuskan sehingga kemudian bunyinya adalah sebagaimana “Pembukaan UUD 1945”. Riwayat perubahan tersebut adalah sebagaimana diterangkan di bawah ini. Setelah “Piagam Jakarta” yang disahkan pada 22 Juni 1945, Mohammad Hatta mengungkapkan bahwa pada sore hari tanggal 17 Agustus 1945, ia menerima kedatangan seorang opsir Angkatan Laut Jepang (Kaigun). Dikemukakan oleh Mohammad Hatta: “Opsir itu, yang aku lupa namanya, datang sebagai utusan Kaigun untuk memberitahukan sungguh, bahwa wakil-wakil Protestan dan Katolik, yang (tinggal di wilayah yang) dikuasai Kaigun, berkeberatan sangat terhadap bagian kalimat dalam pembukaan Undang-undang dasar, yang berbunyi: Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” (Mohammad Hatta: Memoir, 1979). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” yang menjadi salah satu isi “Piagam Jakarta” kemudian menimbulkan perdebatan.5 Menurut Hatta, Indonesia sebagai negara kesatuan memiliki keragaman budaya dan agama beserta para pemeluknya. Maka itu, seluruh umat beragama di Indonesia sebaiknya merasa terwakili dalam rumusan dasar negara. Kata Hatta:6 “Tercantumnya ketetapan seperti itu di dalam suatu dasar yang menjadi pokok Undang-Undang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap mereka (yang) golongan minoritas.” Sukarno dan Hatta kemudian mengundang Kasman Singodimedjo untuk menghadiri sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Tokoh Islam dari Muhammadiyah tersebut diundang untuk membicarakan isi “Piagam Jakarta” bersama beberapa tokoh lain pada 18 Agustus 1945.7 Perundingan pun dilakukan meskipun berlangsung agak alot. Pada akhirnya disepakati bahwa salah satu isi “Piagam Jakarta” yang berbunyi “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa), yang kemudian ditetapkan sebagai sila pertama Pancasila yang menjadi dasar negara sekaligus falsafah hidup bangsa Indonesia.8 Footnote 1 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR. 2 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR 3 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR. 4 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR 5 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR 6 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR. 7 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR. 8 Yuda Prinada, Beda Isi Piagam Jakarta dengan Pancasila dan Sejarah Perubahannya, cfm https://tirto.id/beda-isi-piagam-jakarta-dengan-pancasila-dan-sejarah-perubahannya-f7DR. Seri Sejarah Hukum: SEJARAH HUKUM INDONESIA
JAKARTA - Hubungan Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945 sangat erat. Di balik itu, ada sebuah sejarah dan pertimbangan yang matang dari tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia dalam persiapan kemerdekaan. Piagam Jakarta atau Jakarta Charter merupakan rumusan awal dari dasar negara yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dalam sidang BPUPKI pada 22 Juli 1945. Panitia Sembilan yang pada saat itu dipimpin oleh Ir. Soekarno, resmi menyepakati naskah Piagam Jakarta yang berisikan rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Meskipun begitu, terjadi sebuah kontroversi pada Piagam Jakarta itu sendiri. Pada sila pertama Piagam Jakarta terdapat tujuh kata yang mana masyarakat bagain timur tidak menyetujuinya atau merasa keberatan. BACA JUGA:Sistematika UUD Tahun 1945 Sebelum Perubahan, Apa Bedanya? Sila pertama pada Piagam Jakarta tadinya berbunyi “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Bagi masyarakat Indonesia bagian timur oada saat itu, sila pertama ini dianggap diskriminatif. Mengingat, pada saat itu mayoritas warga Indonesia bagian timur beragama kristen dan katolik. Awalnya, perubahan sila pertama tidak disetujui dan juga ditentang oleh beberapa tokoh Islam. Namun, setelah adanya negosiasi dan pembujukan terhadap tokoh islam dengan mempertimbangkan beberapa hal dengan matang, untuk mencegah perpecahan antara masyarakat Indonesia bagian Timur dengan Indonesia bagian Barat dan juga untuk menghormati keyakinan mereka, maka Moh. Hatta beserta beberapa anggota PPKI memutuskan untuk mengubah bunyi pada sila pertama Piagam Jakarta menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perubahan ini terjadi pada tanggal 18 Agustus 1945. Lalu, menjawab pertanyaan mengenai bagaimana hubungan antara Piagam Jakarta dengan Pembukaan UUD 1945? Bisa dikatakan bahwa naskah Piagam Jakarta merupakan cikal bakal dari Pembukaan UUD 1945 dengan beberapa perubahan yang telah disepakati oleh Panitia Sembilan dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan bersama.
|