Pada topik ke — 5 ini akan menjelaskan tentang interview atau wawancara sebagai salah satu cara atau teknik berkomunikasi dengan responden. Penelitian survey sangat erat kaitannya dengan pengumpulan data secara primer sehingga interview merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam penelitian survey. Survei adalah suatu teknik mengumpulkan informasi dari responden dengan cara menanyakan sejumlah pertanyaan terstruktur kepada responden. Kunci dari pengumpulan informasi adalah pada proses wawancara. Kecakapan pewawancara dalam berinteraksi dengan responden ikut menentukan kualitas informasi yang dikumpulkan. Pewawancara memiliki tugas pokok untuk membuat responden dapat berpartisipasi dalam survei dan mencatat informasi dari responden. Sedangkan wawancara adalah sebuah cara yang khusus dalam setting percakapan yang terstruktur, yang masing-masing pewawancara dan responden memiliki batasan peran yang dimainkan. Pengaruh pewawancara (interviewer) dalam keberhasilan suatu survei dapat dilihat dalam 3 (tiga) kondisi, yaitu pewawancara memerankan suatu peranan yang utama di dalam tingkat jawaban (response rate) yang diperoleh. Kedua, pewawancara bertanggung jawab untuk menginisasi (initation) dan memotivasi responden. Ketiga, pewawancara dapat menangani bagian-bagian interaksi wawancara dan proses tanya jawab yang standar dan tidak bias. Kunci sukses wawancara adalah pewawancara mampu mengajak responden untuk berpartisipasi dalam wawancara, menjamin kerahasiaan serta berhasil menerangkan secara baik tujuan yang dilakukan. Teknik Wawancara Umum untuk Survei Suksesnya wawancara tergantung dari banyak hal, antara lain tingkat sensibilitas, taktik, kiat, kemampuan hubungan personal dan kepribadian dan juga memahami prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya. Interview atau wawancara survey tidak lain adalah penggunaan metode wawancara dalam kegiatan survey untuk tujuan pengumpulan data/informasi terkait topik/permasalahan yang akan diteliti. Tidak jauh bereda dengan wawancara pada umumnya, dalam wawancara survey berlangsung proses interview, dimana terdapat 2 (dua) pihak dengan kedudukan yang berbeda. Pihak pertama berfungsi sebagai penanya, disebut pula sebagai interviewer, sedang pihak kedua berfungsi sebagai pemberi informasi (Information supplyer), interviewer atau informan. Interviewer mengajukan pertanyaan-pertanyaan, meminta keterangan atau penjelasan, sambil menilai jawaban-jawabannya. Sekaligus ia mengadakan paraphrase (menyatakan kembali isi jawaban interviewee dengan kata-kata lain), mengingat-ingat dan mencatat jawaban-jawaban. Disamping itu juga menggali keterangan-keterangan lebih lanjut dan berusaha melakukan “probing” (rangsangan, dorongan) untuk memperoleh informasi lebih lengkap dan akurat. Pihak interviewer diharap mau memberikan keterangan serta penjelasan, dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan kepadanya. Kadang kala bahkan membalas dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pula. Hubungan antara interviewer dengan interviewee itu disebut sebagai “a face to face non-reciprocal relation” (relasi muka berhadapan muka yang tidak timbal balik). Maka interview ini dapat dipandang sebagai metoda pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak, yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan research (Kartono, 1980). Menurut Banister dkk. (dalam Poerwandari, 1998) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain. Menurut Denzin & Lincoln (1994) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Ini bukan merupakan suatu alat yang netral, pewawancara menciptakan situasi tanya jawab yang nyata. Dalam situasi ini jawaban-jawaban diberikan. Maka wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa- peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender. Ada dua cara membedakan tipe wawancara dalam tataran yang luas: terstruktur dan tak terstruktur atau baku dan tak baku. Dalam wawancara standar (terstruktur), pertanyaan- pertanyaan, runtunannya, dan perumusan kata-katanya sudah “harga mati”, artinya sudah ditetapkan dan tak boleh diubah-ubah. Mungkin pewawancara masih memiliki kebebasan tertentu dalam mengajukan pertanyaan, tetapi itu relatif kecil. Kebebasan pewawancara itu telah dinyatakan lebih dulu secara jelas. Wawancara standar mempergunakan tahapan wawancara yang telah dipersiapkan secara cermat untuk memperoleh informasi yang relevan dengan masalah penelitian. Wawancara tidak standar bersifat lebih luwes dan terbuka. Meskipun pertanyaan yang diajukan oleh maksud dan tujuan penelitian, muatannya, runtunan dan rumusan kata-katanya terserah pada pewawancara. Singkatnya wawancara tak standar atau wawancara tak terstruktur merupakan situasi terbuka yang kontras dengan wawancara standar atau terstruktur yang tertutup. Ini tidaklah berarti bahwa wawancara tak standar adalah suatu yang gampang- gampangan saja. Wawancara jenis ini pun haruslah direncanakan secara cermat sebagaimana halnya wawancara standar. Dalam hal ini yang kita perhatikan memang hanya wawancara standar. Akan tetapi, diakui bahwa banyak masalah penelitian sering kali membutuhkan tipe wawancara kompromi, yakni pewawancara diijinkan untuk menggunakan pertanyaan- pertanyaan alternatif yang dinilainya cocok untuk responden tertentu dan pertanyaan tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan wawancara (interview) survey merupakan suatu kegiatan tanya jawab dengan tatap muka (face to face) antara pewawancara (interviewer) dengan yang diwawancarai (interviewee), dengan tujuan untuk memperoleh data/informasi tentang persepsi, opini, pendapat ataupun sikap dari yang diwawancarai terkait dengan masalah yang diteliti. Sponsor : www.alametric.comTEKNIK WAWANCARA Teknik wawancara mendalam (in depth interview) pada prinsipnya adalah wawancara dimana penelitian dan responden bertatap muka langsung di dalam wawancara yang dilakukan. Peneliti mengharapkan perolehan informasi dari responden mengenai suatu masalah yang ditelitinya, yang tidak dapat terungkap melalui penggunaan teknik kuesioner. Oleh karena itu dalam pelaksanaan wawancara mendalam, pertanyaan- pertanyaan yang akan dikemukakan kepada responden tidak dapat dirumuskan secara pasti sebelumnya, melainkan pertanyaan-pertanyaan tersebut akan banyak bergantung dari kemampuan dan pengalaman peneliti untuk mengembangkan pertanyaan- pertanyaan lanjutan sesuai dengan jawaban responden. Dengan perkataan lain di dalam wawancara mendalam berlangsung suatu diskusi terarah diantara peneliti dan responden menyangkut masalah yang diteliti. Di dalam diskusi tersebut peneliti harus dapat mengendalikan diri, sehingga tidak menyimpang jauh dari pokok masalah serta tidak memberikan penilaian mengenai benar atau salahnya pendapat atau opini responden. Melihat jenis pertanyaan yang digunakan dalam teknik wawancara mendalam maka jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan terbuka. Dibandingkan dengan pertanyaan tertutup, jenis pertanyaan terbuka mempunyai kelebihan-kelebihannya misalnya memungkinkan perolehan variasi jawaban sesuai dengan pemikiran responden; responden dapat memberikan jawabannya secara lebih terinci serta responden diberikan kesempatan mengekspresikan caranya dalam menjawab pertanyaan. Serentak dengan itu terdapat pula kelemahan pertanyaan terbuka, misalnya: kemungkinan terdapatnya jumlah yang cukup besar dari jawaban yang tidak relevan serta jawaban responden yang tidak standar atau baku sehingga mempersulit pengolahan data. Seringkali pula peneliti harus pandai-pandai menanyakan responden untuk memperoleh jawaban misalnya dengan mempergunakan teknik-teknik probing (mengorek jawaban responden agar terarah pada tujuan penelitian). Kriteria Penulisan Pertanyaan Menurut Kerlinger (1990) berdasarkan pengalaman penelitian telah dikembangkan kriteria atau tata aturan penulisan pertanyaan. Terdapat 7 (tujuh) hal yang harus diperhatikan dalam menyusun pertanyaan, sebagai berikut :
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pewawancara (interviewers) Saat pelaksanaan wawancara di lapangan, diantaranya adalah sebagai berikut :
|