Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal dengan sebutan

Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat virus, bakteri, jamur, atau parasit yang terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Dengan kata lain, infeksi ini mengambil kesempatan dari lemahnya daya tahan tubuh, untuk bisa berkembang.

Infeksi oportunitistik tidak menyerang orang yang sehat dan memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Namun, jika terjadi pada orang dengan daya tahan tubuh yang sangat lemah, misalnya penderita AIDS, infeksi ini bisa menyebabkan kematian.

Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal dengan sebutan

Kondisi yang Rentan Mengalami Infeksi Oportunistik

Ketika kuman penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh orang yang sehat, sel-sel darah putih yang disebut limfosit akan merespons untuk melawannya, sehingga infeksi tidak terjadi. Kalaupun terjadi infeksi, umumnya dapat sembuh dengan mudah.

Sedangkan pada penderita AIDS, di mana jumlah sel darah putih yang disebut sel CD4 tidak cukup untuk melawan kuman penyakit, infeksi dapat terjadi dengan mudah. Bahkan bakteri atau jamur yang biasanya tidak berbahaya dan hidup normal di dalam maupun di permukaan tubuh bisa menimbulkan infeksi.

Bukan hanya penyakit HIV yang bisa menyebabkan infeksi oportunistik. Semua kondisi yang membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dapat menjadi “pintu” bagi infeksi oportunistik untuk masuk.

Berikut adalah beberapa kondisi yang rentan terkena infeksi oportunistik:

  • Luka bakar yang parah
  • Menjalani kemoterapi
  • Diabetes
  • Malnutrisi
  • Leukemia
  • Multiple myeloma

Jenis-Jenis Infeksi Oportunistik

Berikut ini adalah beberapa jenis infeksi oportunistik yang umum terjadi:

1. Infeksi jamur

Candidiasis merupakan infeksi oportunistik yang sering terjadi dan bisa muncul di bagian tubuh mana pun. Orang dengan infeksi HIV sering mengalami candidiasis, terutama di mulut dan vagina.

Selain candidiasis, infeksi jamur yang dapat terjadi adalah penyakit jamur hitam. Infeksi ini cukup jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan komplikasi yang fatal.

2. Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi oportunistik yang paling serius bagi penderita HIV. Infeksi pneumonia yang biasa terjadi pada penderita HIV adalah Pneumocystis pneumonia (PCP) yang dapat diobati dengan antibiotik.

3. Kanker serviks invasif

Kanker ini dimulai di dalam leher rahim (serviks), yang kemudian menyebar ke bagian tubuh lainnya. Kemunculan kanker ini bisa dideteksi secara dini dan segera ditangani bila dilakukan pemeriksaan skrining secara rutin, yaitu dengan Pap smear.

4. Cryptosporidiosis

Cryptosporidiosis adalah infeksi pada saluran cerna yang disebabkan oleh parasit Criptosporidium. Penyakit ini mengakibatkan diare dengan feses yang cair. Pada penderita HIV, penyakit ini bisa bertahan lebih lama dan menyebabkan gejala yang lebih parah.

5. Herpes simpleks

Infeksi virus ini dapat menyebabkan munculnya gelembung kecil dan luka yang khas di sekitar mulut dan alat kelamin. Herpes simpleks bisa menular lewat hubungan seksual, bisa juga menular dari ibu ke bayinya melalui proses persalinan. Selain di mulut dan kelamin, infeksi ini juga dapat menyerang saluran napas. Orang yang daya tahan tubuhnya lemah lebih mudah terkena herpes simpleks, dan gejala yang dialaminya juga akan lebih berat.

6. Toksoplasmosis

Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma gondii. Pada orang sehat, infeksi ini umumnya tidak berbahaya. Namun, pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat menyerang otak dan menyebabkan gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kejang, hingga koma.

7. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui percikan ludah ketika penderitanya batuk, bersin, atau bicara. Penderita HIV sangat mudah terkena penyakit TB. Bila tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

Pencegahan Infeksi Oportunistik

Untuk mencegah infeksi oportunistik, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, yaitu:

  • Terapkan gaya hidup sehat, termasuk melakukan seks yang aman. Gunakan kondom saat berhubungan intim, untuk mencegah infeksi menular seksual.
  • Cuci dan masak makanan dengan baik. Pastikan kebersihan peralatan masak yang digunakan untuk mengolah makanan.
  • Hindari mengonsumsi susu, daging, dan telur yang mentah atau kurang matang.
  • Gunakan sarung tangan untuk mengambil kotoran hewan peliharaan, dan jauhkan kucing dari dalam ruangan agar tidak membawa kuman yang dapat membahayakan Anda.
  • Hindari berbagi penggunaan sikat gigi atau handuk dengan orang lain.
  • Hindari menelan atau meminum air yang langsung berasal dari kolam, danau, atau sungai.
  • Lakukan tes HIV secara rutin jika berisiko tinggi terkena infeksi ini. Konsultasi kepada dokter terkait risiko Anda.
  • Ikuti program vaksinasi yang diwajibkan dan dianjurkan oleh pemerintah untuk menjaga kekebalan tubuh.
  • Bagi wanita, lakukan pemeriksaan panggul dan Pap smear untuk mendeteksi kanker atau infeksi.

Infeksi oportunistik memang tidak perlu ditakuti jika kondisi tubuh Anda sehat. Namun, bila daya tahan tubuh Anda sedang lemah, atau bila Anda memiliki kondisi medis yang bisa melemahkan sistem kekebalan tubuh, lakukanlah pemeriksaan secara rutin ke dokter agar infeksi oportunistik dapat dicegah dan dideteksi sedini mungkin.

  • , aktif

Klaritromisin (clarithromycin) adalah obat antibiotik. Antibiotik melawan infeksi yang disebabkan bakteri. Klaritro- misin ini juga dipakai untuk melawan beberapa infeksi oportunistik (IO) pada Odha.

Mengapa Odha Memakai Klaritromisin?

Klaritromisin dipakai untuk infeksi bakteri yang ringan dan sedang. Obat ini berhasil melawan beberapa jenis bakteri yang berbeda, terutama klamidia, hemo- filius dan streptokokus. Bakteri ini dapat menginfeksikan kulit, hidung, teng- gorokan, dan paru. Infeksi ini dapat menular melalui hubungan seks dan menyebabkan penyakit pada alat kela- min.

Banyak kuman hidup di tubuh kita atau umum dalam lingkungan kita. Sistem kekebalan yang sehat dapat menyerang atau mengendalikan infeksi yang dise- babkan oleh kuman tersebut. Namun, infeksi HIV dapat merusak sistem kekebalan. Infeksi yang mengambil manfaat dari kerusakan pertahanan kekebalan tubuh dikenal sebagai “infeksi oportunistik.” Orang dengan penyakit HIV tahap lanjut dapat mengalami infeksi oportunistik. Lihat Lembaran Informasi (LI) 500 untuk informasi lebih lanjut tentang IO. Beberapa orang dengan jumlah CD4 yang sangat rendah (di bawah 50) memakai klaritromisin untuk mencegah infeksi. Lihat LI 124 untuk informasi lebih lanjut mengenai sel CD4. Salah satu IO pada Odha adalah MAC.

Ini singkatan untuk mycobacterium avium complex. Lihat LI 510 untuk informasi tentang MAC. Odha dengan jumlah CD4 di bawah 50 dapat mengem- bangkan MAC.

Klaritromisin sering dipakai dengan antibiotik lain untuk mengobati MAC. Obat ini juga dapat dipakai untuk men- cegah MAC. Jika jumlah CD4 kita di bawah 50, sebaiknya kita bicara dengan dokter tentang penggunaan klaritromisin. Beberapa orang alergi pada klari- tromisin dan antibiotik sejenis. Katakan pada dokter jika kita alergi terhadap

klaritromisin atau antibiotik lain. Bagaimana dengan Resistansi terhadap Obat?

Jika kita memakai obat resep apa pun, kita harus menghabiskan semua pil yang diresepkan. Banyak orang berhenti memakai obat jika mereka merasa lebih baik. Ini bukan langkah yang baik. Jika sebuah obat tidak mematikan semua kuman, kuman tersebut dapat berubah (bermutasi) sehingga mereka bisa kebal (resistan). Bila kuman menjadi resistan terhadap satu atau beberapa obat, obat tersebut tidak akan berhasil lagi di tubuh kita.

Misalnya, jika kita memakai klari- tromisin untuk melawan MAC, dan kita lupakan terlalu banyak dosis, kuman MAC di tubuh kita dapat menjadi resistan pada klaritromisin. Jika ini terjadi, kita harus memakai obat lain untuk melawan MAC.

Bagaimana Klaritromisin Dipakai?

Klaritromisin tersedia dalam tablet dengan mengandung 250mg dan 500mg klaritromisin. Klaritromisin juga tersedia dalam bentuk biji butir untuk membuat bentuk sirop. Takaran klaritromisin dan lama penggunaannya tergantung pada jenis infeksi.

Takaran yang dipakai untuk mencegah infeksi MAC adalah 500mg setiap 12 jam. Pengobatan diteruskan selama jumlah CD4 cukup rendah untuk me- mungkinkan pengembangan MAC. Bila jumlah CD4 kita naik ke atas 100 selama 3-6 bulan, dokter mungkin mengusulkan untuk berhenti penggunaan klaritromisin. Tablet klaritromisin dapat dipakai dengan atau tanpa makan, kendati memakainya dengan makanan dapat mengurangi gangguan perut. Juga ada versi klaritromisin lepasan lama yang disebut “XL”; obat dilepas dari tablet selama beberapa jam setelah ditelan.

Versi ini harus dipakai dengan makan. Minum secangkir penuh air waktu memakai klaritromisin. Apa Efek Samping Klaritromisin?

Efek samping klaritromisin yang paling umum adalah dampak pada sistem pen- cernaan. Ini termasuk diare, mual, rasa panas dalam perut, dan sakit perut. Hanya sangat sedikit orang yang memakai klaritromisin yang mengalami efek samping ini. Namun, sebagian besar obat antiretroviral (ARV) juga menyebabkan masalah pada sistem pencernaan. Klari- tromisin dapat memburukkan masalah ini.

Klaritromisin dapat membebani hati. Dokter kemungkinan akan memantau hasil tes laboratorium kita untuk tanda kerusakan pada hati. Periksa ke dokter jika air seni menjadi gelap atau warna kotoran (air besar) menjadi lebih muda/ pucat.

Antibiotik membunuh bakteri ‘baik’ yang diperlukan dalam pencernaan makanan. Kita dapat makan yoghurt atau suplemen (makan tambahan) asidofilus untuk mengganti bakteri tersebut.

Bagaimana Klaritromisin Berinteraksi dengan Obat Lain?

Klaritromisin diuraikan oleh hati. Jadi obat ini dapat berinteraksi dengan obat yang diuraikan oleh hati, termasuk sebagian besar ARV yang dipakai untuk menyerang HIV. Para ilmuwan belum menelitikan semua interaksi yang mung- kin – lihat LI 407 untuk informasi lebih lanjut mengenai interaksi. Klaritromisin kemungkinan berinteraksi dengan ARV golongan NNRTI, beberapa obat peng- encer darah, obat jantung, obat antisawan (antikonvulsi), dan antibiotik lain. Pastikan dokter mengetahui SEMUA obat, suplemen dan jamu yang kita pakai.

Protease inhibitor ritonavir, lopinavir dan darunavir dapat meningkatkan tingkat klaritromisin dalam aliran darah.

Klaritromisin dapat berpengaruh pada tingkat AZT dalam aliran darah.

Ditinjau 9 Desember 2014 berdasarkan FS 532 The

AIDS InfoNet 30 September 2014

Semua informasi ini sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.

Seri Lembaran Informasi ini berdasarkan terbitan The AIDS InfoNet. Lihat http:// http://www.aidsinfonet.org/" style="color:blue; text-decoration:underline">www.aidsinfonet.org