Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan adalah

Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan adalah

Hubungan antargatra dalam wawasan nusantara saling timbal balik dan erat. (unsplash/WilliamKusno)

adjar.id – Adjarian dalam wawasan nusantara terdapat pancagatra dan trigatra yang di mana memiliki hubungan antargatra.

Wawasan nusantara sendiri merupakan cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.

Kali ini kita akan membahas mengenai hubungan antargatra yang ada di dalam wawasan nusantara yang juga menjadi materi PPKn kelas 10 SMA.

Nah, hakikat wawasan nusantara sendiri yaitu keutuhan nusantara dalam cara pandang yang utuh dan menyeluruh terhadap lingkungan nusantara demi kepentingan nasional.

Baca Juga: Mengenal Konsep Wawasan Nusantara sebagai Geopolitik Indonesia

O iya, di dalam wawasan nusantara sendiri terdapat aspek trigatra atau alamiah dan pancagatra atau sosial.

Trigatra sendiri terdiri atas posisi dan lokasi geografis negara, keadaan dan kekayaan alam, serta keadaan dan kemampuan penduduk.

Sementara Pancagatra terdiri atas aspek sosial masyarakat, seperti ideologi, ekonomi, sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan.

Yuk, kita simak penjelasan mengenai hubungan antargatra yang ada di dalam wawasan nusantara berikut ini!

“Konsep wawasan nusantara merupakan konsep dalam cara pandang dan pengaturan yang mencakup segenap kehidupan bangsa yang bernama astagatra.”


Page 2

Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan adalah

Hubungan antargatra dalam wawasan nusantara saling timbal balik dan erat. (unsplash/WilliamKusno)

Hubungan Antargatra

O iya, antara trigatra, pancagatra, dan antargatra sendiri memiliki beberapa hubungan timbal balik yang erat bernama korelasi dan interdependensi, yang berarti:

1. Ketahanan nasional pada hakikatnya bergantung pada kemampuan bangsa dan negara dalam mendayagunakan secara optimal trigatra dan pancagatra.

Jadi trigatra sebagai modal dasar untuk menciptakan kondisi dinamis yang merupakan kekuatan dalam penyelenggaraan kehidupan nasional atau pancagatra.

2. Ketahanan nasional merupakan suatu pengertian holistik, yaitu suatu tatanan yang utuh, menyeluruh dan terpadu.

Adanya hubungan antargatra di dalam keseluruhan kehidupan nasional yang disebut sebagai astagatra yaitu trigatra dan pancagatra.

Baca Juga: Mengenal Aspek-Aspek Pancagatra yang Ada di Wawasan Nusantara

3. Kelemahan di salah satu gatra bisa mengakibatkan kelemahan di gatra lain dan bisa memengaruhi kondisi secara keseluruhan.

Akan tetapi, bisa juga beberapa gtara didayagunakan untuk memperkuat kondisi gatra lain yang lemah dan memengaruhi kondisi secara keseluruhan.

4.Ketahanan nasional bukan merupakan suatu penjumlahan ketahanan segenap gatranya, tetapi keterkaitan yang integratif dari kondisi dinamik kehidup bangsa.

“Hubungan antargatra terjadi hubungan timbal balik yang erat dan dinamakan sebagai korelasi dan interdependensi.”


Page 3

Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan adalah

Hubungan antargatra dalam wawasan nusantara saling timbal balik dan erat. (unsplash/WilliamKusno)

Hubungan antargatra selanjutnya yaitu:

1. Gatra Geografi

Gatra geografi di mana karakter geografi sangat memengaruhi jenis, persebaran, kualitas kekayaan alam dan sebaliknya kekayaan alam bisa dipengaruhi oleh karakter geografi.

2. Antara Gatra Geografi dan Gatra Kependudukan

Bentuk-bentuk kehidupan dan penghidupan serta persebaran penduduk sangat erat kaitannya dengan karakter geografi.

Nah, begitu pula sebaliknya, karakter geografi juga bisa memengaruhi kehidupan dari penduduk itu sendiri.

Baca Juga: Mengenal Aspek Trigatra dalam Wawasan Nusantara bagi Negara Indonesia

3. Antara Gatra Kependudukan dan Gatra Kekayaan Alam

Kehidupan dan penghidupan penduduk dipengaruhi oleh kualitas, jenis, kuantitas, dan persebaran kekayaan alam.

Demikian juga sebaliknya, di mana jenis, kuantitas, kualitas, dan persebaran kekayaan alam dipengaruhi juga oleh kependudukan khususnya kekayaan alam yang bisa diperbarui.

Kekayaan alam ini memiliki manfaat nyata jika bisa dioleh oleh penduduk yang memiliki kemampuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Hubungan Antargatra dalam Pancagatra

Adjarian, setiap gatra dalam pancagatra memberikan kontribusi tertentu pada gatra lain.

Sebaliknya, setiap gatra menerima kontribusi dari gatra-gatra lain secara terintegrasi, yang terbagi menjadi:

“Hubungan antara gatra geografi merupakan salah satu bentuk hubungan antargatra dalam wawasan nusantara.”


Page 4

Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan adalah

Hubungan antargatra dalam wawasan nusantara saling timbal balik dan erat. (unsplash/WilliamKusno)

• Hubungan antara gatra ideologi dengan gatra politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

• Hubungan antara gatra politik dengan gatra ideologi, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.

• Hubungan antara gatra ekonomi dengan gatra ideologi, sosial budaya, politik, serta pertahanan dan keamanan.

• Hubungan antara gatra sosial budaya dengan gatra ideologi, ekonomi, politik, serta pertahanan dan keamanan.

• Hubungan antara gatra pertahanan dan kemanan dengan gatra ideologi, ekonomi, sosial budaya, dan politik.

Baca Juga: Wawasan Nusantara: Hakikat, dan Asas dalam Konteks Negara Indonesia

Nah, itu tadi Adjarian, hubungan antargatra dalam wawasan nasional yang di mana terjadi hubungan timbal balik antara pancagatra dan trigatra.

Yuk, sekarang coba jawab soal di bawah ini!

Pertanyaan

Apa yang dimaksud hubungan antara gatra geografi dan gatra kependudukan?

Petunjuk: Cek halaman 3.

Untuk memahami fenomena sosial dan alam, maupun untuk memecahkan permasalahan yang ada didalamnya diperlukan pemahaman mengenai interaksi dari berbagai unsur yang membentuk fenomena atau permasalahan tersebut. Aspek kehidupan manusia sebagai gejala [fenomena] sosial dapat kita pahami dari interaksi dengan lingkungannya. Manusia dengan segala potensi yang dimilikinya [akal, perasaan keterampilan berkomunikasi] untuk kelangsungan hidupnya mendapat tantangan dan berinteraksi dengan lingkungannya, menghasilkan “kebudayaan”. Dengan kata lain, manusia dengan potensi yang dimilikinya itu memungkinkan manusia menjadi manusia budaya.

Sebagai manusia budaya ia melakukan hubungan dengan lingkungannya, contohnya:

Contoh tersebut, merupakan pemetaan atau pengelompokan aspek kehidupan yang sangat luas dan sebenarnya terkait satu sama lain. Karena luas dan kompleksnya aspek kehidupan itu maka untuk memudahkan kita dalam pengkajian dibuat “model” dari aspek kehidupan tersebut. Model adalah penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya tanpa menghilangkan ciri-ciri asli hasil dari pemetaan. Aspek kehidupan tersebut dipetakan ke dalam salah satu gatra [model] untuk memudahkan pengamatan maupun pemahaman interaksi. Selanjutnya, peta model [gatra] aspek kehidupan nasional atau disebut model tannas atau model tata kehidupan nasional. Sesungguhnya jumlah gatra [model] yang digunakan di dalam satu model dapat beberapa saja, akan tetapi perlu diwaspadai bahwa model tannas tersebut harus dapat merefleksikan sifat-sifat asli atau nyata dari tata kehidupan nasional.

Menurut model tannas Indonesia, aspek kehidupan nasional dibagi dua yaitu aspek alamiah dan aspek sosial. Aspek alamiah mencakup tiga gatra sebagai berikut.

Oleh karena aspek alamiah tersebut mencakup tiga gatra maka disebut Trigatra. Aspek sosial mencakup lima gatra, yaitu sebagai berikut.

Oleh karena aspek sosial tersebut terdiri atas lima gatra maka disebut Pancagatra. Penggabungan aspek alamiah [Trigatra] dan aspek sosial [Pancagatra] menghasilkan delapan gatra atau yang dikenal dengan istilah Astagatra [asta = delapan].

Pembidangan atau pengelompokan ataupun pemetaan kehidupan nasional tidak selalu sama. Anda dapat membandingkan dengan pendapat Hans J. Morgenthau di dalam bukunya Politics Among Nation Elements of National Power, yaitu sebagai berikut.

Alfred Thayer Mahan dalam bukunya Sea Power of Nations mengemukakan pembidangan sebagai berikut.

Unsur-unsur kekuatan nasional [Element of National Power] tidak hanya diutarakan oleh Morgenthau dan Mahan tetapi banyak juga diutarakan oleh pakar lainnya, seperti Palmer dan Perkins, Prakash Chandra.

Menurut para pakar itu, pembidangan kehidupan nasional yang merupakan unsur-unsur kekuatan nasional adalah sebagai berikut.

Anda telah melihat perbedaan pembidangan aspek kehidupan yang diutarakan oleh para pakar. Pada umumnya negara-negara maju menerapkan prinsip diferensiasi, diversifikasi, dan spesialisasi. Bangsa Indonesia seperti kebanyakan negara berkembang lainnya, masih menitikberatkan pada generalisasi [pembidangan yang bersifat umum atau luas] seperti yang terlihat pada Astagatra. Ini adalah salah satu pendekatan dalam menelaah atau mengukur tannas, selain yang telah Anda pelajari, pendekatan keuletan dan ketangguhan serta pendekatan kesejahteraan dan keamanan.

Pada hakikatnya, Tannas tergantung pada “kemampuan” bangsa dan negara meningkatkan kondisi Astagatra tersebut dengan jalan memanfaatkan Trigatra sebagai modal dasar untuk meningkatkan kondisi Pancagatra. Trigatra bersifat relatif statik sedangkan Pancagatra bersifat dinamik. Tannasitu merupakan resultante [hasil] dari ketahanan masing-masing aspek kehidupan [IPOLEKSOSBUD HANKAM].

Unsur-unsur yang diutarakan di sini adalah unsur yang dominan yang masih perlu dijabarkan ke dalam parameter yang lebih rinci. Perlu diingat bahwa unsur-unsur yang ada dalam Astagatra pada hakikatnya tidak berdiri sendiri, tetapi terkait satu sama lainnya. Pembagian dan pengelompokannya hanya untuk memudahkan kita dalam kajian. Unsur dominan dari Parameter Astagatra adalah sebagai berikut.

        Bentuk wilayah dan parameternya 

Gatra-gatra dalam sistem tannas tidak berdiri sendiri, tetapi terkait satu sama lainnya. Keseluruhan gatra harus dilihat sebagai satu keutuhan yang bulat, yang mencerminkan kondisi dinamika tata kehidupan nasional. Gatra-gatra tersebut hanya dapat dibedakan secara teoretik akan tetapi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kelemahan di dalam satu gatra akan melemahkan gatra yang lain dan mempengaruhi pula keadaan keseluruhan [sistem]. Keterkaitan atau hubungan [interaktif] Antargatra dalam Astagatra dapat Anda lihat dalam gambar berikut:

Hubungan Antargatra [Trigatra dan Pascagatra]

Sumber kekayaan alam perlu didata lokasi penyebaran dan potensinya di seluruh - tanah air. Oleh karena di dalam perencanaan dan pemanfaatan kekayaan alam itu, kedekatan suatu usaha industri dengan sumber bahan baku, misalnya sangat menguntungkan dari sisi biaya produksi [biaya rendah] yang pada akhirnya akan menentukan tingkat harga yang dapat dijangkau oleh rakyat [masyarakat] sekaligus daya saing produk tersebut. Sebagai contoh, industri besi baja, berdekatan dengan lokasi biji besi atau baja, sumber energi [batu bara, minyak bumi]. Industri listrik berdekatan dengan daerah industri. Industri kertas dekat dengan hutan bambu atau kayu sebagai bahan bakunya.

Masalah yang kita hadapi adalah penyebaran penduduk yang tidak merata. Banyak pulau di Indonesia yang kaya potensi sumber daya alam kekurangan penduduk untuk mengolahnya. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam ini tidak mungkin dapat kita capai karena kekurangan penduduk yang mengolahnya. Di sinilah relevansinya program transmigrasi kendatipun program transmigrasi tidak hanya ditujukan untuk pengolahan sumber daya alam tetapi juga untuk meningkatkan kemakmuran dan menjaga keamanan wilayah. Penyebaran penduduk pada daerah-daerah yang kurang penduduknya dalam upaya pengembangan dan peningkatan kesejahteraan serta keamanan wilayah adalah salah satu bentuk keterkaitan antara kondisi geografi dengan faktor demografi [penduduk]. Lain dari itu, mata pencaharian penduduk sangat erat hubungannya dengan kondisi geografi.

Kekayaan alam akan bermanfaat nyata apabila ada penduduk yang mengolah. Manfaat ini akan lebih besar apabila dalam pengolahannya didukung oleh kemampuan penguasaan teknologi sehingga bermanfaat secara optimal. Dalam hal ini, bukan saja jumlah penduduk yang besar diperlukan tetapi juga kualitas penduduk menguasai teknologi harus memadai. Budaya tanam atau gali-petik-jual harus diganti dengan tanam atau gali-petik-olah-jual. Di sinilah kita melihat adanya hubungan sumber daya alam dan kualitas serta kuantitas penduduk. Saya yakin Anda sebagai bangsa Indonesia, tidak mau terus-menerus membeli barang yang bahan bakunya berasal dari daerah Anda, diolah di luar negeri, kemudian diekspor ke Indonesia dan dibeli atau jual dengan harga mahal.

  1. Tannas  mengandung pengertian yang utuh dan bulat. Di dalamnya terdapat hubungan Antargatra yang sangat erat di dalam keseluruhan kehidupan nasional. Kelemahan di dalam satu bidang akan melemahkan bidang lain dan mempengaruhi pula keadaan keseluruhan.
  2. Tannas ditentukan oleh struktur konfigurasi aspeknya secara struktural dan fungsional dan bukan merupakan penjumlahan ketahanan segenap gatranya. Konfigurasi itu dapat digambarkan seperti pada gambar di atas [Gambar 3.8 dan 3.9].

Bidang lingkaran di atas merupakan keseluruhan kehidupan nasional. Juring-juringnya merupakan lima gatra sosial. Daerah yang diarsir pada Gambar 3.8 memperlihatkan keadaan tannas dengan ketahanan bidang ideologi tinggi, politik rendah, sosial budaya sedang dan hankam juga sedang. Gambar 3.9 menggambarkan tannas dengan ketahanan di bidang ideologi rendah, politik tinggi, ekonomi tinggi, sosial budaya sedang, dan hankam tinggi.

  1. Peran Gatra dalam Kesejahteraan dan Keamanan

Penyelenggaraan tannas sekaligus memberikan gambaran tentang kesejahteraan dan keamanan suatu bangsa. Tingkat kesejahteraan dan keamanan tersebut dapat kita capai apabila kita dapat memanfaatkan Trigatra seoptimal mungkin sebagai modal dasar untuk meningkatkan kondisi Pancagatra. Di sini Anda dapat melihat peranan gatra tannas terhadap kondisi kesejahteraan dan keamanan sebagai berikut.

  1. Ada yang sama besar peranannya untuk kesejahteraan dan keamanan.
  2. Ada yang lebih besar untuk kesejahteraan daripada keamanan.
  3. Ada yang lebih besar untuk keamanan daripada kesejahteraan.

Aspek Trigatra pada umumnya memberikan dampak yang sama terhadap kesejahteraan dan keamanan. Gatra ideologi politik mempunyai peranan sama besar terhadap kesejahteraan dan keamanan. Ekonomi dan sosial budaya mempunyai peranan besar dalam kesejahteraan, tetapi mempunyai peranan juga terhadap keamanan. Pertahanan dan keamanan mempunyai peran yang besar dalam keamanan, tetapi berperan juga dalam kesejahteraan.

TRIGATRA
IDEOLOGI

POLITIK

Peranan sama besar dalam kesejahteraan keamanan

EKONOMI

SOSBUD

Peranan lebih besar untuk kesejahteraan
HANKAM Lebih besar untuk keamanan
  1. Keterkaitan Wasantara, Tannas dengan Pembangunan Nasional

Keterkaitan Wasantara, Tannas, dan Bangnas dapat kita buat dalam bentuk pola pikir kesisteman.

Gambar 3.10. 

Pola Pikir [Kesisteman] Wasantara, Tannas, Bangnas, serta Sismennas

Dalam pola pikir ini tannas dilandasi oleh Pancasila, UUD 1945, Wasantara dan kondisi tannas yang diinginkan dalam GBHN, berperan sebagai instrumental input bagi tannas. Tannas menentukan lingkup, volume dan kecepatan pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang berhasil akan meningkatkan tannas, dan tannas yang kokoh akan mendorong lajunya pembangunan nasional.

Dalam bagan di atas, tannas merupakan kehidupan nasional yaitu tannas yang kita miliki saat ini. Tannas tersebut diupayakan dan diproses melalui pembangunan nasional yang kita lakukan yang dipengaruhi oleh lingkungan strategik. Pembangunan nasional yang kita lakukan tersebut akan menghasilkan tannas 2 atau kehidupan nasional dalam mencapai tujuan nasional. Pembangunan nasional yang kita lakukan tidak selalu sama antara yang diinginkan [das sollen] dan yang terjadi [das sein] maka ini sebagai masukan perbaikan dalam perencanaan tannas berikutnya.

  1. KETAHANAN GATRA DALAM SISTEM TANNAS

Ketahanan gatra dalam sistem tannas mencakup sejauh mana kita memanfaatkan, memelihara, mengembangkan serta menjaga stabilitas gatra yang ada dalam sistem tannas untuk diarahkan kepada peningkatan kesejahteraan dan keamanan rakyat. Untuk itu perlu Anda kaji faktor-faktor yang dominan dari tiap gatra sebagai berikut.

Kondisi geografi suatu negara sangat berpengaruh terhadap bangsa yang mendiaminya. Pengaruh tersebut dapat berupa pola kehidupan, sikap hidup, dan cara berpikir atau cara pandang terhadap dirinya sebagai bangsa [inward looking] dan cara pandang ke luar [outward looking] melihat bangsa lain di sekitarnya atau yang melintasi wilayahnya [baca Modul 2 Wawasan Nusantara]. Dalam gatra kondisi geografi ini mencakup unsur letak, luas, dan bentuk wilayahnya.

Letak geografi atau lokasi geografi Nusantara, dapat Anda kaji dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi dan politik. Dari segi ekonomi dikaitkan dengan sumber-sumber perekonomian dan aksesibilitasnya dengan pusat-pusat perekonomian di sekitar negara maupun di dalam negara. Coba Anda diskusikan apa pengaruh pusat perdagangan Singapura terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini menunjukkan pengaruh lokasi geografi dilihat dari sudut perekonomian. Pengaruh letak geografi terhadap politik alam ditinjau dari segi politik melahirkan geopolitik suatu bangsa atau negara. Oleh karena Kepulauan Nusantara berada pada posisi silang dunia maka geopolitik bangsa dan negara Indonesia yang mendiami kepulauan Nusantara adalah Wasantara yang memandang Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan yang utuh baik secara fisik geografi maupun secara sosial [Ipoleksosbud-hankam]. Letak geografi ini juga berpengaruh terhadap iklim. Kepulauan Nusantara yang berada di antara dua benua dan dua lautan, berada di katulistiwa secara alami mendapat hembusan angin musim. Angin musim ini membuat variasi musim hujan, kemarau dan pancaroba di kepulauan Nusantara [iklim musim]. Variasi musim ini membentuk pola kehidupan masyarakat yang tinggal di kepulauan nusantara ini. Anda dapat melihat implikasi dari letak geografi dari sudut lainnya, diskusikanlah dengan teman-teman Anda dalam kelompok belajar.

Luas negara secara yuridiksional menggambarkan wilayah kedaulatannya. Negara Indonesia [9,2 Juta km2] termasuk negara yang luas di dunia dikategorikan negara raksasa [Giant States]. Klasifikasi negara berdasarkan luasnya dapat Anda lihat sebagai berikut.

Kategori

Luas [km2]

1]  Giant States

> 6.000.000

2]  Outsize States

2.500.000- 6.000.000

3]  Very Large States

1.250.000-2.500.000

4]  Large States

650.000-1.250.000

5]  Medium States

250.000-650.000

6]   Small States

125.000- 250.000

7]   Verry Small States

25.000-125.000

8]  Micro States

< 25.000

Anda dapat menyetarakan panjang Indonesia dengan jarak dari Moskow ke London atau jarak pantai Timur Amerika Serikat ke Pantai Barat Amerika Serikat. Luas Indonesia berdasarkan pengumuman pemerintah tentang ZEE dan UU No. 5 Tahun 1983 seluas ± 9,2 juta km2. Luas wilayah ini mencerminkan potensi alam yang dikuasainya selain besarnya suatu negara. Akan tetapi, wilayah yang luas tersebut apabila tidak dapat dikendalikan [kontrol] oleh pemerintahan yang kuat dapat  terpecah-belah atau mengurangi luas negara asalnya. Selain itu, dapat pula negara lain [khususnya negara tetangga] mengklaim bagian dari wilayah yang luas tersebut [daerah feri-feri] sebagai bagian dari wilayah. Ingat sengketa kasus Pulau Sepadan - Ligitan dengan Malaysia yang dimenangkan oleh Malaysia, dan Pulau Miangas dengan Filipina yang merupakan daerah feri-feri Indonesia. Inti dari unsur luas ini adalah adanya pemerintahan dan rakyat yang kuat yang dapat “mengamankan” seluruh wilayah kedaulatan negara baik daerah intinya maupun daerah feri-ferinya [Pinggiran] yang jauh dari pemerintah Pusat. Tanpa pemerintahan dan rakyat yang kuat negara luas akan hancur [lihat Soviet; Pakistan, Yugoslavia].

Bentuk fisik negara dapat dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu sebagai berikut.

Negara yang dikelilingi oleh daratan.

Negara yang dikelilingi oleh lautan.

Negara di daratan dan lautan.

Negara yang dikelilingi daratan, seperti Tibet, Laos, Swiss secara fisik geografik menunjukkan serba daratan. Negara daratan dan lautan, secara fisik geografi didominasi oleh daratan dan sebagian wilayahnya berada di laut berupa pulau, sedangkan negara di lautan adalah negara yang dikelilingi oleh laut. Negara yang dikelilingi oleh laut dapat dibedakan sebagai negara pulau dan negara kepulauan. Negara pulau [Island State] memiliki unsur daratan yang lebih dominan daripada unsur laut. Negara pulau mungkin mempunyai bagian berupa kepulauan, tetapi negara itu tetap sebagai negara daratan dengan bagian yang bersifat kepulauan. Unsur utamanya tetap adalah daratan dan tidak bisa disamakan dengan negara kepulauan. Negara Kepulauan adalah negara yang unsur utamanya berupa lautan yang disebari oleh kumpulan pulau-pulau sehingga secara fisik geografik antara perairan dan pulau-pulau yang ada di dalamnya merupakan satu kesatuan yang utuh. Ini berarti unsur air lebih menonjol daripada unsur daratan.

Negara Indonesia merupakan contoh perairan yang tepat untuk negara kepulauan ini [lihat Wasantara]. Negara kepulauan Nusantara mempunyai sejarah geologi yang panjang, yang membentuk topografi yang sangat bervariasi. Kita mempunyai tanah yang subur di pulau Jawa dan Sumatra sampai yang kurang subur di Kalimantan dan Irian. Demikian pula fisiografis yang sangat kompleks. Ada gunung, lembah, ngarai, danau, sungai yang hampir-hampir tidak dimiliki oleh negara-negara yang ada di dunia ini secara lengkap. Fisiografis [bentuk permukaan bumi] berpengaruh terhadap kondisi iklim secara regional maupun iklim mikro [lokal], yang banyak menentukan penyebaran vegetasi dan hewani. Ada hutan tropis, padang savana, sampai wilayah yang berkondisi gurun. Topografi dan fisiografis wilayah Nusantara yang demikian berimplikasi luas terhadap pola kehidupan masyarakat yang mendiaminya. Dalam gatra geografi ini, yang penting di sini bagaimana kita memanfaatkan kondisi geografi yang demikian itu untuk kemakmuran bangsa Indonesia di satu sisi dan di sisi lainnya bagaimana kita mengamankan kedaulatan wilayah nasional dari berbagai kepentingan negara lain yang melintas di wilayah Nusantara. Untuk itu, tidak hanya dibutuhkan pemerintah dan rakyat yang kuat, tetapi juga program pembinaan kekuatan laut [Angkatan laut, nelayan, perdagangan antarpulau] harus ditumbuh-kembangkan, dan program transmigrasi diupayakan mengisi pulau-pulau yang kosong serta menjangkau daerah feri-feri [Perbatasan].

  1. Gatra Sumber Kekayaan Alam

Gatra sumber kekayaan alam berkaitan dengan potensi sumber kekayaan alam dan jenis atau macam kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu negara. Potensi sumber kekayaan alam dan jenisnya belum mencerminkan kemakmuran suatu negara. Oleh karena itu, perlu dieksploitasi untuk meningkatkan kemakmuran rakyat. Dari gatra sumber kekayaan alam ini yang penting adalah bahan pangan, bahan mineral, flora dan fauna, energi, geostationer orbit atau GSO dan tingkat eksploitasi dari seluruh sumber kekayaan alam tersebut.

Indonesia kaya akan bahan pangan dan papan ini sangat bervariasi sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Ada padi, jagung, sagu, ubi jalar yang dapat digunakan sebagai bahan makanan pokok. Sangat penting harus menjaga keseimbangan antara stok pangan dan jumlah penduduk yang memerlukan serta mempertahankan keragaman bahan makanan pokok tersebut. Ketidakseimbangan antara bahan pangan dengan kebutuhan dapat menimbulkan kelaparan dan bisa berujung pada ketidakstabilan ditinjau dari sisi keamanan dan ketertiban. Makanan pokok yang homogen [misalnya beras] memerlukan upaya yang luar biasa besar dan biayanya untuk memenuhi kebutuhan makanan pokok tersebut. Jadi, diversifikasi [peragaman] makanan utama ini perlu terus dipertahankan secara konsisten. Flora dan fauna yang dimiliki cukup kaya dan beragam. Masalahnya, bagaimana kita memanfaatkan flora dan fauna tersebut untuk kemakmuran rakyat dan menjaga kelestarian.

Sumber kekayaan alam berupa mineral dan energi yang kita miliki cukup kaya. Dari 11 mineral terpenting di dunia, 7 jenis terdapat di Indonesia. Sumber energi, minyak bumi, batu bara, pasang surut, sinar matahari, tenaga air, Ocean Thermal Energy Konservasi [OTEC] cukup memberikan harapan.

Minyak bumi dan batu bara, sesuai dengan sifatnya sebagai sumber daya alam yang terbatas, tidak dapat diperbarui [nonrenewable resources] harus ditingkatkan efisiensinya dan perlu dicarikan energi alternatif dari sekarang seperti sumber energi yang telah disebutkan.

Jadi, dalam gatra sumber kekayaan alam ini yang terpenting tidak hanya kekayaan akan potensi, akan tetapi bagaimana kita memanfaatkan secara optimal, untuk kemakmuran rakyat, dengan jalan:

  1. menjaga keseimbangan antara sumber kekayaan alam dan kebutuhan rakyat;
  2. menjaga kelestarian sumber kekayaan alam yang dapat diperbarui dan mencarikan alternatif bagi yang tidak dapat diperbarui;
  3. memperbaiki strategi pengolahan agar lebih mempunyai nilai tambah, misalnya dari strategi petik ke jual menunya petik - olah - jual. Untuk ini sangat penting bangsa Indonesia menguasai teknologi dalam pengolahan sumber daya alam untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing;
  4. meningkatkan kesadaran nasional guna lebih menghargai karya bangsa.

Gatra demografi ini mencakup jumlah penduduk, struktur penduduk, pertumbuhan penduduk, kepadatan, sebaran dan kualitasnya. Jumlah penduduk Indonesia nomor empat terbesar di dunia. Akan tetapi, jumlah penduduk yang besar saja, tanpa didukung oleh kualitas, struktur penduduk yang diperlukan dalam pembangunan, pertumbuhan yang tidak terkendali, sebaran yang merata dapat menimbulkan masalah.

Struktur penduduk yang diharapkan adalah yang dapat mendukung pembangunan, yaitu penduduk yang berproduktivitas tinggi. Untuk berproduktivitas tinggi maka perlu penguasaan teknologi. Untuk penguasaan teknologi ini diperlukan investasi yang besar dalam bidang pendidikan dalam arti luas, sedangkan investasi baru dapat dilakukan apabila ada peningkatan kesejahteraan. Kesejahteraan dapat meningkat kalau ada kenaikan nyata dalam pendapatan per kapita yang disebabkan oleh peningkatan produktivitas oleh sumber daya manusia yang berketerampilan dan berpengetahuan sebagai hasil pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menimbulkan masalah yaitu makin meningkatnya beban ketergantungan atau angka ketergantungan [dependensi ratio] dan penyediaan sarana untuk keperluan anak-anak [aspek pendidikan dan kesehatan] dan pada akhirnya nanti akan menambah jumlah angkatan kerja. Apabila kelak ini tidak dapat diserap oleh lapangan kerja akan menimbulkan pengangguran yang dapat menjadi faktor destabilisasi dalam pembangunan nasional.

Kepadatan yang tinggi terutama di kota-kota pulau Jawa atau pulau Jawa, Madura, Bali, Lombok secara keseluruhan menimbulkan masalah karena tidak sesuai dengan daya dukung wilayah yang didiami.

Oleh karena itu, masalah dalam pembangunan adalah bagaimana kita meningkatkan “daya dukung” wilayah yang padat itu dan secara bersamaan memeratakan penyebaran penduduk di seluruh Nusantara.

Relokasi industri ke luar pulau Jawa agaknya merupakan langkah yang tepat. Program transmigrasi tidak hanya sekedar memindahkan “kampung-kampung” dari pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok [Jambal], tetapi alangkah idealnya kita dapat memindahkan “kota-kota” yang identik dengan industri dan jasa dari pulau JAMBAL ke pulau lainnya di Nusantara. Memang sangat ideal, tetapi itulah hakikat dari pembangunan untuk meningkatkan “nilai tambah”.

Hal yang penting bagaimana kita menjaga atau mengamankan, memanfaatkan, dan mengembangkan kualitas kondisi Trigatra, untuk meningkatkan kondisi Pancagatra [Ideologi, Politik, Ekonomi Sosial Budaya, dan Hankam] karena ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan dewasa ini cenderung ditujukan pada aspek pancagatra ini.

Ideologi berangkat dari falsafah, yaitu renungan pendirian yang didorong oleh keinginan untuk mencari hikmah kebenaran, kearifan, kebijaksanaan, dalam hidup. Apabila renungan pemikiran ini sudah sampai pada pandangan dan pendirian tertentu maka kita sebut sebagai pandangan hidup, yaitu keyakinan yang berkembang dalam masyarakat tentang hakikat nilai kehidupan, sistem nilai sikap kepribadian, dan tradisi. Semuanya itu disimpulkan dan disusun secara sistematis maka disebut sebagai ideologi atau saham, yaitu pandangan nilai yang diyakini kebenarannya yang digunakan sebagai dasar menata masyarakat dan negara.

Kekuatan ideologi tergantung pada nilai-nilai yang dikandung, apakah nilai-nilai tersebut mampu memberikan harapan yang lebih baik kepada manusia, baik sebagai individu, makhluk sosial dan warga negara. Ideologi yang tidak mampu memberikan harapan pada masyarakat maupun bangsa yang menganutnya tidak akan mampu merekatkan, bangsa tersebut sebagai suatu bangsa yang kuat [ingat kebangkrutan ideologi komunis dengan bubarnya Uni Soviet dan negara di Eropa Timur].

Akan tetapi, yang penting bukanlah sekadar adanya ideologi dan cocoknya ideologi tersebut bagi suatu bangsa. Lebih dari itu sangat bergantung pada penghayatan dan pengamalan dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia. Bagaimana kita memantapkan penghayatan dan pengamalan sebagai ideologi bangsa dalam praktik kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Tolok ukur yang utama di sini sebagai contoh bagaimana kita meningkatkan penghayatan agama dari kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab secara rukun dan saling menghormati antara agama dan kepercayaan.

Sikap tenggang rasa dan berani membela kebenaran dan keadilan yang perlu dikembangkan pada setiap warga bangsa, tanpa merasa takut sehingga merupakan masukan untuk peningkatan penghayatan dan pengamalan sila kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kesadaran berbangsa dan bernegara serta rela berkorban demi kepentingan persatuan, dan kesatuan serta mengutamakan keselamatan negara daripada kepentingan pribadi atau golongan merupakan penghayatan dan pengamalan dari persatuan Indonesia.

Demokrasi yang berkesatuan dan persatuan serta mengutamakan kepentingan nusa dan bangsa dengan tetap menjunjung harkat dan martabat manusia sebagai penghayatan dan pengamalan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

Bersikap adil, tidak boros, sederhana, bekerja keras, dan menghargai hasil kerja orang lain [bangsa sendiri] perlu dibudayakan bukan hanya sebagai pengamalan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, akan tetapi apabila perilaku itu tidak dibudayakan maka di era perdagangan bebas dan era kesejagatan ini, bangsa kita akan menjadi “kuli” di negeri sendiri. Tantangan yang dihadapi oleh generasi bangsa sekarang ini cukup berat dan kompleks. Tanpa menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara maka ia akan tergilas arus kesejagatan dan kehilangan “jati diri” sebagai bangsa Indonesia.

Dalam banyak hal, politik dikaitkan dengan kekuatan dan kekuasaan. Lain dari itu masalah politik selalu dihubungkan dengan masalah negara dan kekuasaan negara yang berada di tangan pemerintah. Selanjutnya, perjuangan untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan tersebut berubah menjadi perjuangan untuk merebut atau menguasai pemerintahan.

Dalam gatra politik ini yang penting ialah kebijaksanaan pemerintahan sesuai dengan tuntutan dan keinginan rakyat, sistem pemerintahan yang demokrasi dan politik luar negeri yang bebas dan aktif.

Kebijaksanaan pemerintah yang sesuai dengan keinginan rakyat, berarti kita menganut asas demokrasi. Demokrasi yang kita terapkan adalah demokrasi Pancasila sesuai dengan sila ke-4 dalam Pancasila, yang mengandung semangat sila 1, 2, 3, dan 5. Jadi, pelaksanaan demokrasi kita sangat berbeda dengan demokrasi liberal di AS, Eropa atau demokrasi rakyat di negara-negara komunis. Dalam upaya menentukan kebijaksanaan pemerintah yang sesuai dengan keinginan rakyat ini harus ditata kedudukan yang sama antara Pemerintah [eksekutif] dan DPR [legislatif] serta kemitraan yang harmonis antara keduanya. Tidak boleh salah satu diantaranya menjadi subordinasi. Selain itu, wakil-wakil rakyat pun harus yang berkualitas mampu membawa serta memperjuangkan aspirasi rakyat dan bertanggung jawab kepada rakyat bukan pada partai atau lembaga tempatnya bernaung. Untuk itu perlu dipilih wakil rakyat melalui Pemilu yang jujur dan adil serta langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Dengan demikian, dapat diharapkan anggota DPR sebagai wakil rakyat yang dapat menyalurkan aspirasi rakyat sebagai masukan [input] kepada pemerintah [eksekutif] yang menentukan kebijaksanaan umum berupa keputusan politik. Asas demokrasi, pemerintahan untuk, oleh “rakyat dan dari rakyat”, di mana rakyat berperan serta dalam kehidupan politik. Yang menjadi masalah adalah bagaimana fungsi keluaran [output] pemerintah dapat sesuai dengan fungsi masukan dari rakyat.

Sistem politik akan menentukan bagaimana pelaksanaan kehidupan politik serta interaksi antara keluaran dan masukan seperti yang disebutkan. Sistem politik mencakup kebudayaan dan struktur politik, kelompok yang suka menarik keuntungan, kelompok penekanan maupun proses politik yaitu pengaturan serta pelaksanaan kehidupan politik tersebut. Di negara-negara berkembang, kesadaran politik serta kualitas, partisipasi masyarakat masih rendah. Dalam kondisi seperti ini inisiatif pemerintah lebih dominan daripada partisipasi masyarakat. Idealnya ada keseimbangan yang dinamis antara partisipasi masyarakat dan pemerintah sesuai dengan asas keseimbangan demokrasi Pancasila. Kita akan menuju ke arah itu, dan memerlukan waktu. Demokrasi tidak hanya “Pemilu” atau pilih itu, pilih ini, tetapi membutuhkan prakondisi. Prakondisi itu adalah “kecerdasan rakyat” yang berdemokrasi.

Menitikberatkan pada inisiatif pemerintah [penguasa], mengarah kepada sistem totaliter, dan titik berat pada partisipasi rakyat menjurus ke arah sistem politik liberal. Ini tidak sesuai dengan aspirasi rakyat Indonesia [Demokrasi Pancasila].

Sistem pemerintahan negara Indonesia telah diatur dalam UUD 1945, kalau dilihat dari aspek kelembagaan, ada lembaga tertinggi negara, lembaga tinggi negara, eksekutif, Presiden, Dewan Nasional, kementerian negara non-departemen, Badan-Badan Daerah, Lembaga Konsultatif, Badan Pemeriksa Keuangan [BPK], dan Mahkamah Agung [MA], agaknya perangkat untuk melaksanakan demokrasi ini sudah lengkap.

Jika dilihat dari fungsi lembaga-lembaga demokrasi seperti kita miliki dan keterkaitannya satu sama lain maka secara teoretis kehidupan demokrasi di negara kita sudah terjamin secara baik. Namun, dalam pelaksanaannya masih terdapat kekurangan yang perlu diperbaiki secara konstitusional [coba diskusikan dengan teman-teman masalah apa yang perlu diperbaiki].

Untuk menjalankan pemerintahan [eksekutif] maka dibuat aparat birokrasi yang berjenjang dari pusat ke tingkat daerah, oleh karena penyaluran aspirasi masyarakat atas masalah yang ada mengikuti jenjang. Namun, yang paling esensial adalah peningkatan kualitas aparatur negara yang menjalankan birokrasi tersebut. Aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang pada hakikatnya adalah “pelayan” negara dan “pelayan” masyarakat. Anda pasti tahu, pelayan yang bagaimanakah yang Anda harapkan di rumah Anda sendiri. Itulah kira-kira harapan kita tentang kualitas layanan yang diberikan oleh Abdi Negara dan Abdi Masyarakat tersebut, dan bukan mereka yang harus dilayani.

Sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, mereka juga diharapkan peka terhadap perubahan baik menyangkut aspirasi masyarakat yang semakin meningkat akibat dari makin tingginya tingkat pendidikan rakyat maupun kemajuan di bidang teknologi. Agak sulit kita meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tanpa mau menambah ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi. Selain itu juga sulit kita bersaing dengan negara lain di tengah-tengah dunia yang sedang terbuka ini [globalisasi] jika kualitas aparatur negara kita hari ini sama dengan hari kemarin. Aparatur negara juga mengemban tugas sebagai penegak hukum. Oleh karena itu, aparatur negara dituntut secara konsekuen menjalankan tugas tersebut tanpa pandang bulu dan memberikan teladan kepada masyarakat dalam ketaatan kepada hukum tersebut. Tidak jarang suatu masyarakat kacau karena hukum tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya [law enforcement].

Pada pembinaan gatra politik ini diarahkan kepada stabilisator politik dalam pembangunan yang kita laksanakan. Pentingnya stabilitas politik ini bukan karena kita takut investor asing ramai-ramai hengkang dari negeri ini atau tidak mau menanamkan investasi di Indonesia, tetapi yang lebih esensial adalah kita tidak pernah bisa membangun kalau kondisi politik tidak stabil. Stabilitas politik itu sangat penting dan merupakan “prasyarat” dalam pembangunan. Kita dapat becermin dari sejarah pelaksanaan demokrasi “liberal” dan demokrasi “terpimpin”. Negara mana saja, yang tidak stabil mengalami kesulitan dalam pembangunan bangsa dan negara. Pertanyaan kita, mana yang patut didahulukan oleh negara berkembang seperti Indonesia, meningkatkan terus kesejahteraan rakyat dengan risiko pelaksanaan “demokrasi”, misalnya masih lemah di sana-sini, atau membiarkan rakyat “melarat”, tetapi mendapat sanjungan Negara-negara Barat karena pelaksanaan demokrasinya bagus menurut visi negara-negara Barat tersebut. Perlu Anda ketahui bahwa demokrasi yang kita bangun membutuhkan “prasyarat” untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar bagaikan tanaman yang memerlukan iklim, air, tanah, pupuk yang baik. Prasyarat utama adalah kecerdasan dan rasional suatu bangsa. Kita sekarang sedang menuju ke situ. Bangsa yang emosional dan setiap kali mudah terbakar “isu” tidak dapat berdemokrasi. Bangsa yang bodoh, bermental “instan” sehingga sulit memperhitungkan sebab dan akibatnya juga tidak mungkin dapat berdemokrasi. Bangsa yang mudah mata gelap, mengamuk, hantam kromo, yang berjiwa “pukul dahulu urusan belakang” mustahil dapat berdemokrasi, bangsa atau paling sedikit orang yang tidak sportif [fair play], marah dan ngawur jika kalah bermain sepak bola, tidak bisa antri di jalan atau di tempat-tempat umum juga tidak dapat berdemokrasi. Bangsa yang mudah tersinggung, tidak tahu humor sehat, menomorsatukan gengsi, merasa paling hebat, mempongahkan; kekuasaan dan kemampuan diri sangat sulit untuk berdemokrasi. Oleh karena itu, betapa arifnya para pendiri Republik ini yang secara eksplisit mengamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam gatra ekonomi diarahkan pada landasan yang bertumpu pada kekuatan pertumbuhan perekonomian, pemerataan dan stabilitas ekonomi. Inilah fondasi perekonomian nasional yang harus kita bangun. Bangun perekonomian ini tergantung pada banyak hal, di antaranya kebijakan yang berkaitan dengan tenaga kerja dan lapangan kerja, modal, IPTEK, manajemen, pertanian, perindustrian dan jasa, prasarana dan sarana, perdagangan dan moneter, serta neraca pembayaran.

Sektor perekonomian Indonesia, berdasarkan UUD 1945 [Pasal 33] dikelompokkan ke dalam tiga sektor ialah, sektor publik [public sector], Sektor swasta [privat sector] dan sektor koperasi [cooperative sector]. Sektor swasta dan sektor publik [BUMN] maju dengan pesatnya walaupun ada di antara sektor publik ini belum efisien atau kurang efisien. Sektor koperasi tertinggal jauh dalam berbagai hal [manajemen, modal, keterampilan, teknologi] yang harus dipacu dengan konsep “Kemitraan” antara ketiga sektor perekonomian negara tersebut. Etatisme, free fith libralisme, monopoli dan sejenis lainnya harus dihindarkan.

Di sisi lain, struktur perekonomian Indonesia dilihat dari sudut penyerapan lapangan kerja, masih didominasi oleh sektor pertanian. Pembangunan nasional yang kita lakukan mengarah kepada industri yang dilandasi oleh pertanian [agroindustri] tanpa mengesampingkan industri kecil [home industry] dan industri yang berteknologi tinggi [high-tech], mulai dari industri hulu sampai industri hilirnya. Mengandalkan sektor pertanian saja tanpa didukung oleh sektor industri dan jasa, dewasa ini tidak realistis karena sektor ini sangat “rentan” terhadap perubahan iklim dan gejolak harga pasar. Pengembangan sektor industri sebagaimana yang dialami oleh negara-negara maju akan memacu dan memicu berkembangnya sektor jasa, yang dipakai sebagai salah satu indikator “negara tinggal landas”.

Pembangunan sektor industri dan jasa ini mempunyai peran yang sangat besar dalam menyerap suplai tenaga kerja yang terus bertambah. Apabila tenaga kerja tersebut tidak terserap oleh pasaran kerja maka akan mengakibatkan “pengangguran”. Tingginya angka pengangguran berdampak luas terhadap stabilitas pembangunan nasional seperti munculnya kerawanan-kerawanan sosial yang tidak membuat “tenteram” kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan yang berkaitan dengan industrialisasi ini harus benar-benar “mengkondisikan” berkembangnya industri tersebut. Di sisi lain, diperlukan pula kebijakan tentang tenaga kerja yang berkaitan dengan masalah “perburuhan” yang dapat menguntungkan semua pihak [perusahaan, buruh, karyawan, pemerintah, dan rakyat]. Kebijakan tentang perburuhan di Indonesia telah diatur dalam “Hubungan Industrial Pancasila” dan UU Ketenagakerjaan. Walaupun demikian, sering terjadi pemogokan buruh di berbagai sektor yang sangat merugikan kita semua, misalnya karyawan pabrik sepatu merek “Angin Ribut” atau pabrik tekstil “Modal-Madul” yang menampung ribuan karyawan mogok. Anda yang jauh barangkali tidak merasakan akibatnya, tetapi bagi orang tinggal di sekitar tempat pemogokan, lebih-lebih jika mereka “berdemo” atau unjuk rasa dijalan banyak pihak dirugikan. Tidak hadirnya karyawan dalam memproduksi sepatu atau tekstil memang mengakibatkan berkurangnya produksi untuk kita ekspor, tetapi orang lain yang tidak punya hubungan dengan pabrik sepatu atau tekstil itu turut merasa dirugikan karena waktunya tersita di jalanan yang macet tersebut. Lebih-lebih lagi jika “pengunjuk” rasanya bertindak brutal. Hal ini sering terjadi, akibat belum dilaksanakannya hubungan industrial Pancasila secara baik dan benar oleh pihak-pihak yang terkait dan masih rendahnya “kecerdasan” masyarakat kita.

Pengembangan industri dan jasa ini perlu mendapat dukungan sarana dan prasarana yang memadai, modal [uang dan teknologi], iklim investasi yang memungkinkan untuk berkembang, dan sistem moneter. Penataan bidang-bidang pendukung ini harus integral dalam pembangunan industri agar dapat saling memperkuat [sinergi] sehingga barang dan jasa yang kita hasilkan meningkat untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor. Peningkatan ekspor akan mengakibatkan meningkatnya devisa. Idealnya, nilai ekspor kita harus lebih besar daripada nilai impor [neraca perdagangan aktif] dan jika terjadi sebaliknya akan mengakibatkan tidak hanya pada turunnya nilai tukar uang rupiah terhadap dolar, tetapi juga kerawanan-kerawanan di bidang perekonomian lain yang membuat ketahanan bidang ekonomi kita rapuh, dan pada akhirnya menimbulkan “kolonialisme” baru di bidang ekonomi. Anda tentu tidak ingin hal ini terjadi di negeri Anda bukan? Anda perlu mengingat bahwa bidang ekonomi mempunyai pengaruh yang besar terhadap bidang politik, sosial budaya dan hankam. Oleh karena itu, titik berat pembangunan itu diarahkan pada bidang ekonomi.

Gatra sosial budaya berkaitan dengan unsur kematangan watak atau identitas kita sebagai bangsa, moral, dan budaya kita sebagai bangsa. Moral dan watak ini dilandasi oleh ketaqwaan dalam kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa mempunyai watak dan moralitas yang baik dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Dalam kehidupan kita berbangsa bernegara dan bermasyarakat kita dituntun dan dituntut untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila di berbagai bidang kehidupan sehingga ia merupakan identitas nasional kita sebagai bangsa, yang membedakan kita dengan bangsa lain di dunia ini. Pengamalan Pancasila dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, merupakan “jati diri” kita sebagai bangsa Indonesia.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia, dalam rangka mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Masalah yang dihadapi dalam bidang pendidikan ini adalah peningkatan mutu pendidikan, pemerataan pendidikan, relevansi pendidikan dan efisiensi pendidikan. Kualitas pendidikan tidak hanya ditunjukkan oleh bertambahnya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan tetapi juga aspek efektifnya, yaitu berupa sikap berbudi pekerti luhur, kecintaan kepada tanah air, bangga sebagai bangsa Indonesia [kebanggaan nasional], selektif terhadap budaya asing, mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan, dan tanggung jawab sebagai warga negara. Penguasaan ilmu pengetahuan teknologi dan keterampilan sangat penting agar kita dapat mengelola, menikmati hasil kekayaan alam yang kita miliki. Kelemahan pada penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan ini mengakibatkan ketergantungan kita pada bangsa-bangsa yang telah maju yang pada akhirnya hasil kekayaan alam kita banyak dinikmati oleh mereka. Menurut perhitungan para ahli dalam kondisi sekarang ini, kita hanya menikmati hanya 2,5% hasil kekayaan alam kita, selebihnya 97,5% dinikmati oleh negara-negara maju yang menginvestasikan modalnya di Indonesia. Kita harus menjadi tuan di negeri sendiri, dan untuk itu dalam sektor pendidikan harus dipacu penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan. Kalau tidak, ketahanan gatra sosial budaya dari sektor pendidikan ini sangat lemah. Pendidikan nasional juga diarahkan untuk mengembangkan sikap berbudi pekerti luhur, cinta tanah air, dan kebanggaan nasional. Berbudi pekerti luhur, yaitu serasi dengan tuntutan moral agama dan ideologi Pancasila. Kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia mendorong kita untuk membela kepentingan dan nama bangsa di mana pun kita berada dan perjuangan apa pun yang kita hadapi, serta selektif menerima budaya yang datang dari luar yang sesuai dengan kepribadian kita sebagai bangsa Indonesia.

Rasa tanggung jawab kemasyarakatan menuntut kita untuk mempunyai kepekaan sosial, yang mengarah kepada kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bersama sebagai bangsa yang sedang membangun. Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk mendidik kita agar dapat hidup bersama baik secara nasional maupun internasional [UNESCO]. Rasa tanggung jawab sebagai warga negara dan bangsa ditunjukkan tidak hanya dengan berani membela bangsa dan negara [dalam keadaan darurat], tetapi lebih luas dari itu, yaitu menaati segala hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia [disiplin Nasional].

Pemerataan pendidikan ditujukan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa masih perlu ditingkatkan. Negara maju, pendidikan warganya rata-rata tinggi. Di Indonesia, kita masih perlu memberantas buta huruf, menyukseskan wajib belajar 9 tahun. Relevansi pendidikan dikaitkan antara output pendidikan dengan dunia kerja yang tersedia [mach and link], sedangkan efisiensi pendidikan adalah kaitan antara output [hasil] pendidikan dengan investasi dalam pendidikan. Idealnya, output tinggi yang relevan dibiayai dengan investasi yang rendah.

Selain itu, unsur yang penting dalam gatra sosial budaya ini adalah kesehatan. Kesehatan adalah unsur utama dalam pengembangan sumber daya manusia. Penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan, serta bersikap sebagai warga negara yang baik saja tidak cukup. Hal itu harus ditunjang oleh kesehatan masyarakat. Masyarakat yang tingkat kesehatannya rendah sulit diharapkan akan mempunyai produktivitas yang tinggi. Oleh karena itu, peningkatan kesehatan masyarakat ini, sangat penting dan harus diupayakan dalam rangka mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Di samping itu, peranan generasi muda dan wanita dalam pembangunan harus ditingkatkan. Generasi muda sebagai pewaris masa depan bangsa harus dipersiapkan karena tantangan di masa depan jauh lebih kompleks. Tantangan generasi 45 adalah mengusir penjajah untuk memperoleh kemerdekaan. Tantangan generasi muda di era “kesejagatan” ini adalah mensejajarkan diri dengan negara maju. Tanpa mempersiapkan diri dengan baik, kita akan menjadi bangsa yang underdog. Memang kita bisa membuat pesawat terbang dengan adanya IPTN, tetapi dalam banyak hal kita masih nomor terakhir di negara-negara ASEAN. Inilah tantangan yang kita hadapi.

Begitu pula peranan wanita yang dahulu hanya dikenal sebagai ibu “rumah tangga” kini harus digalang untuk turut meningkatkan produktivitas nasional tanpa melanggar kodrat kewanitaannya. Lain dari itu, perlu disadari bahwa kita sebagai bangsa yang majemuk, perlu memupuk semangat kebersamaan. Sikap kebersamaan ini harus dilandasi oleh niat kehendak untuk hidup bersama sebagai bangsa tanpa melihat apa pun latar belakang sosial budaya. Untuk mengukur sejauh mana tingkat semangat kebersamaan Anda dapat Anda pergunakan skala jarak sosial [skala Bourgadus] berikut ini.

  1. Apakah Anda dapat menerima suku bangsa lain sebagai anggota keluarga melalui “perkawinan”?
  2. Apakah Anda senang berteman [sahabat karib] dengan suku bangsa lain dalam organisasi atau perkumpulan?
  3. Apakah Anda senang bertetangga dengan suku bangsa lain?
  4. Apakah Anda senang bekerja sama dengan suku bangsa lain dalam bidang yang sama?
  5. Apakah Anda menganggap suku bangsa lain di daerah tempat tinggal Anda sebagai warga?
  6. Apakah Anda menganggap suku bangsa lain di tempat tinggal Anda sebagai tamu?
  7. Apakah Anda tidak mau menerima suku bangsa lain di daerah tempat tinggal Anda?

Jawablah dengan jujur pertanyaan di atas dan Anda akan tahu di mana posisi Anda! Apakah Anda sudah mempunyai wawasan nasional di bidang sosial budaya ini atau masih mempunyai wawasan yang sempit [kedaerahan]?

  1. Gatra Pertahanan dan Keamanan

Sebagai bangsa yang telah bernegara [nation state] maka untuk melindungi bangsa dan tanah air [ruang hidup] dalam upaya menjamin kelangsungan hidup memerlukan sistem pertahanan dan keamanan. Hal ini karena kepentingan bangsa Indonesia tidak selalu sejalan dengan kepentingan bangsa lain yang bukan tidak mungkin dapat menimbulkan sengketa. Dalam kondisi yang demikian, bangsa Indonesia yang cinta damai mengutamakan penyelesaian masalah melalui perundingan dan diplomasi. Akan tetapi, tidak ada jaminan di dunia ini bahwa bangsa lain tidak menggunakan “perang” sebagai cara penyelesaian persengketaan maka bangsa Indonesia harus menjalankan upaya pertahanan dan keamanan. Untuk membela diri dari berbagai bentuk ancaman perang yang mungkin menimpanya, sistem hankam yang diperlukan dewasa ini ialah sistem yang merupakan perpaduan serasi antara sistem senjata teknologi [Sistatek] dan sistem senjata sosial [Sistasos]. Hal ini sesuai dengan ruang lingkup pertahanan dan keamanan [Hankam] dan sifat perang dewasa yang menyangkut seluruh aspek kehidupan dan bersifat semesta. Oleh karenanya, hankam menyangkut segenap aspek kehidupan nasional sehingga seluruh rakyat dan semua potensi nasional harus turut serta di dalamnya. Sistem Hankam yang demikian tidak hanya diperlukan oleh negara yang sedang berkembang saja tetapi juga diperlukan oleh negara-negara maju. Sejarah telah membuktikan bahwa perang tidak dapat dimenangkan hanya dengan sistem senjata teknologi saja [lihat perang Vietnam vs AS dan sekutunya]. Oleh karena itu, kedua sistem senjata tersebut [Sistatek dan Sistasos] harus dipadukan. Perpaduan yang serasi antara kedua sistem senjata tersebut harus dirumuskan dan disusun berdasarkan falsafah hidup, pengalaman perjuangan, kondisi dan situasi bangsa dan negara.

Sistem senjata sosial ini harus benar-benar dipahami dan dihayati oleh bangsa yang bersangkutan agar dapat menjadi sistem senjata yang ampuh dan cocok, di samping sistem senjata teknologi yang dimiliki dan dikembangkan. Faktor atau unsur yang berpengaruh dalam gatra hankam ini ialah kualitas dan kuantitas angkatan bersenjata serta kesiapan penyelenggaraan Hankam. Kualitas angkatan bersenjata merupakan unsur yang sangat menentukan dalam sistem hankam. Kuantitas yang besar tanpa ditunjang oleh kualitas yang tinggi tidak akan banyak berarti. Sebaliknya, kuantitas yang kecil tetapi dengan kualitas yang tinggi serta efektif dalam segala pertempuran [small and efective combat war] dibutuhkan dalam hal ini karena memelihara angkatan bersenjata yang besar memerlukan biaya yang tidak sedikit. Kondisi ini belum cocok untuk bangsa Indonesia yang sedang membangun perekonomian [lihat kurva Tannas, Hankam]. Lagi pula norma kehidupan di dunia sudah banyak berubah, “perang kurang disukai bahkan dicela dan sejauh mungkin dihindarkan”. Negara-negara atau bangsa cenderung bekerja sama untuk meningkatkan kesejahteraan bersama. Idealnya antara kualitas dan kuantitas memadai sehingga menggambarkan kekuatan yang tangguh dan menghilangkan niat bangsa lain untuk menginvasi. Untuk itu, perlu diciptakan sistem Hankamnas yang mengandung atau mengakomodasi unsur kualitas dan kuantitas. Kualitas dikaitkan dengan profesionalisme, kepemimpinan, penguasaan Sistasos dan Sistatek yang tinggi, sedangkan kuantitas dikaitkan dengan keterlibatan seluruh rakyat dan sumber daya yang ada dalam hankamnas dengan ABRI menjadi komponen kekuatan utamanya [Sishankamrata]. Hal ini nanti Anda pelajari lebih detail pada Modul 6.

Selain itu, yang penting adalah pembinaan kekuatan hankam secara terus-menerus agar selalu siaga dan dapat beradaptasi dengan perubahan yang ada atau perkembangan teknologi. Kesiagaan ini sangat penting karena keadaan di masa depan penuh ketidakpastian. Sumber eskalasi konflik tidak hanya dari aspek hankam tetapi dari seluruh aspek kehidupan [Ipoleksosbud Hankam] dapat memicu dan memacu konflik tersebut yang berujung pada penggunaan kekuatan militer.

Video yang berhubungan