Hikmah apa yang dapat diambil dari semangat Gajah Mada pada masa kini

Selasa, 21 Juni 2016 | 00:16 WIB
Oleh : Carlos KY Paath / BW

Hikmah apa yang dapat diambil dari semangat Gajah Mada pada masa kini

Sejumlah warga menggali tumpukan batu bata yang menyerupai bangunan kuno di areal persawahan Urangagung, Sidoarjo, Jawa Timur, 19 Januari 2016. Warga Kelurahan Urangagung Sidoarjo, Jawa Timur, kembali menemukan situs purbakala setelah sebelumnya menemukan situs purbakala berupa saluran air dan sumur kuno yang diperkirakan berasal dari peninggalan masa Kerajaan Majapahit.

Jakarta – Kejayaan Kerajaan Majapahit dapat menginspirasi kepemimpinan masa kini. Melalui Sumpah Palapa, Gajah Mada berhasil menyatukan Nusantara. Bupati Tabanan Bali, Ni Putu Eka Wiryastuti mengenang kejayaan Majapahit dengan meresmikan Candi Leluhur Majapahit. Candi ini dibangun di Desa Sumber Tanggul, Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur, dan diresmikan pada Minggu (19/6).

“Dengan diresmikannya Candi Leluhur Majapahit ini, semoga bisa menjadi inspirasi para pemimpin dan masyarakat serta membangun rasa kepedulian terhadap sejarah. Belajar dari pengalaman pemimpin-pemimpin yang lalu untuk mengembalikan kejayaan Nusantara Indonesia,” kata Eka dalam keterangan persnya, Senin (20/6).

“Misalnya belajar dari tokoh Gajah Mada yang kala itu merupakan seorang panglima perang dan tokoh yang sangat berpengaruh pada zaman kerajaan Majapahit, melalui Sumpah Palapa berhasil menyatukan Nusantara. Inilah yang dapat menjadi inspirasi para pemimpin saat ini.”

Dia menuturkan, awal mula munculnya Kerajaan Majapahit adalah di Mojokerto. “Kebetulan saya keturunan kerajaan Majapahit,” tuturnya.

“Secara ikatan batin saya wajib memberikan bukti pengabdian kepada leluhur Majapahit sebagai wujud rasa cinta kasih dan penghormatan saya kepada leluhur. Tanpa mereka kita tidak ada dan tanpa mereka bangsa ini pun tidak ada,” tambahnya.

Candi Leluhur Majapahit terletak di dalam Pura Sasana Bina Yoga. Candi ini mulai dibangun pada 7 Januari 2016. Pada acara peresmian, dilangsungkan Upacara Pemelaspasan yang bertujuan untuk mendatangkan dan menghidupkan kembali roh-roh Kerajaan Majapahit terhadap candi. Nantinya candi dapat difungsikan sebagai rumah ibadah bagi umat Hindu di Mojosari.

“Dengan adanya candi ini, besar harapan kami kepada pemimpin dan calon pemimpin masa depan Indonesia mendapatkan tuntunan untuk menjadikan bangsa ini lebih baik dan bisa mengembalikan kejayaan Nusantara dengan mengedepankan spiritual sebagai pondasi kuat untuk membangun,” kata Eka.

Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa menyatakan, antusiasme masyarakat saat peresmian Candi Leluhur Majapahit begitu tinggi. “Hubungan Mojokerto dengan Tabanan penuh dengan sejarah, maka dengan adanya candi ini dapat lebih mengikatkan persaudaraan kami,” kata Mustofa.

“Selain sebagai tempat peribadatan umat Hindu, tentunya hal ini dapat meningkatkan nilai wisata pada daerah kami.”

Peresmian candi diawali pengobatan gratis dari yayasan Ekalawya Educare Foundation yang merupakan yayasan di bawah binaan Bupati Eka, bekerja sama dengan Yayasan Siwa Murti Bali yang merupakan perguruan pengobatan niskala nonmedis. Pengobatan yang menggunakan metode kebatinan tersebut ternyata mampu menarik perhatian masyarakat untuk memeriksakan kondisi kesehatannya.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: Suara Pembaruan


KOMPAS.com - Gajah Mada adalah sosok mahapatih paling berpengaruh dalam perjalanan panjang Kerajaan Majapahit menuju puncak kejayaaannya.

Ia dikenal sebagai sosok patih perkasa yang setia kepada pemangku takhta Majapahit untuk terus menjaga keutuhan dan melebarkan pengaruh kerajaan.

Salah satu peranan Patih Gajah Mada pada masa kejayaan Majapahit adalah menyatukan wilayah nusantara seperti yang diucapkannya dalam Sumpah Palapa.

Jasa-jasanya pun masih diagungkan oleh masyarakat Indonesia di masa sekarang.

Bangsa Indonesia telah menganggap Patih Gajah Mada sebagai pahlawan, simbol patriotisme dan persatuan nasional.

Kisah hidup, perjalanan karier, dan perjuangannya didapatkan dari beberapa sumber, terutama dari Kitab Pararaton, Kitab Negarakertagama, dan prasasti yang berasal dari akhir abad ke-13.

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Asal-usul Gajah Mada

Gajah Mada lahir pada 1299 di sebuah desa terpencil di tepi Sungai Brantas. Selain itu, tidak banyak keterangan tentang asal-usul Gajah Mada yang diketahui.

Bahkan sosok ayah dan ibunya pun belum diketahui secara pasti hingga kini.

Beberapa catatan menyebutkan, Gajah Mada memulai karir dengan membaktikan diri sebagai seorang prajurit Kerajaan Majapahit.

Karena ketangkasan dan kecerdasannya, ia lantas diangkat menjadi bekel (panglima) Bhayangkara, pengawal elit yang bertugas melindungi raja dan keluarga Kerajaan Majapahit.

Saat menjadi bekel inilah, Gajah Mada berhasil menyelamatkan Prabu Jayanegara dan keluarganya saat terjadi pemberontakan oleh Rakrian Kuti, salah satu pejabat di Majapahit.

Gajah Mada membantu Jayanegara melarikan diri dari Trowulan ke Badander dan membawanya kembali ke ibu kota lalu menumpas pemberontakan.

Sebagai balas jasa, Jayanegara mengangkat Gajah Mada menjadi patih.

Saat Jayanegara mangkat, Mahapatih Arya Tadah mengundurkan diri dan Gajah Mada diusulkan untuk menggantikan.

Namun, dirinya menolak dengan alasan ingin melakukan sesuatu lebih dulu untuk Majapahit. Sebab, saat itu memang sedang terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Keta dan Sadeng.

Barulah pada 1334 Gajah Mada resmi dilantik menjadi mahapatih oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi.

Baca juga: Asal-usul Berdirinya Kerajaan Majapahit

Cita-cita Gajah Mada

Saat dilantik menjadi mahapatih, Gajah Mada mengucapkan sumpahnya yang terkenal dengan sebutan Sumpah Palapa.

Isi Sumpah Palapa, yaitu:

"Lamun huwus kalah nusantara, ingsun amukti palapa. Lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Baki, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa"

(Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa (kesenangan). Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pyulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa).

Ketika sumpah tersebut diucapkan, banyak yang meremehkan dan menertawakan cita-cita Gajah Mada untuk menyatukan nusantara.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Kerajaan Majapahit

Perjuangan Gajah Mada

Meski sempat berkecil hati lantaran diremehkan dan ditertawakan, Gajah Mada bertekad membuktikan sumpahnya dengan keberanian dan kerja keras.

Selama 21 tahun, yakni antara tahun 1336-1357, dirinya melaksanakan misi untuk menyatukan nusantara hingga akhirnya lebih dari 30 wilayah berhasil dikuasai.

Wilayah-wilayah tersebut adalah Bedahulu (Bali), Lombok, Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudera Pasai, Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludug, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalong, Tanjungkutai, dan Malinau.

Seluruh wilayah yang luas tersebut diayomi dengan semboyan "Bhineka Tunggal Ika, tan hana dharma mangrwa, dan Mitreka Satata", yang artinya, meskipun berbeda-beda, tetapi tetap satu, sebab tidak ada dharma (kewajiban) yang berbeda.

Masa keemasan Majapahit berlangsung ketika Prabu Hayam Wuruk memerintah dan didampingi Gajah Mada.

Wilayah Majapahit pun semakin luas, yakni hingga mencapai Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Batayan, Luwuk, Makassar, Buton, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.

Baca juga: Peninggalan Sejarah Kerajaan Majapahit

Akhir hidup

Perang Bubat antara Kerajaan Majapahit dan Sunda Pajajaran pada 1357 mengakhiri kejayaan Gajah Mada.

Perang tersebut bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menjadikan putri Sunda, Dyah Pitaloka Citraresmi, sebagai permaisuri.

Namun, saat pernikahan hendak dilangsungkan, Gajah Mada menginginkan Sunda takluk dan menyerahkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan.

Akibat penolakan Sunda, terjadilah perang di Bubat, yang saat itu menjadi tempat penginapan rombongan Sunda.

Seluruh rombongan Sunda gugur dalam pertempuran dan langkah diplomasi Hayam Wuruk pun gagal.

Oleh karena itu, Gajah Mada dicabut dari jabatannya sebagai mahapatih.

Pada 1359, Gajah mada kembali diangkat sebagai patih dan diberi wilayah Madakaripura di Tongas, Probolinggo.

Gajah Mada meninggal pada 1364 karena sakit. Dengan meninggalnya Gajah Mada, berakhir pula kebesaran Kerajaan Majapahit.

Referensi:

  • Asmayani, Nurul. (2011). Gajah Mada, Pemersatu Nusantara. Jakarta: Cerdas Interaktif.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.