Hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi adalah

Sudut Hukum | Berdasarkan jumlah perawinya, kita bisa membagi hadits menjadi dua bagian. Yang pertama adalah hadits mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang banyak. Yang kedua adalah hadits Ahad, yang diriwayatkan oleh orang yang banyak, tapi tidak sampai sejumlah hadits mutawatir.

Jadi hadits ahad itu bukanlah hadits palsu atau hadits bohong, namun hadits yang shahih pun bisa termasuk hadits ahad juga, yang tidak sampai derajat mutawatir. Hadits ahad tidak ditempatkan secara berlawanan dengan hadits shahih, melainkan ditempatkan berlawanan dengan hadits mutawatir.

Lalu apa yang dimaksud dengan hadits mutawatir dan hadits ahad? Untuk lebih detailnya, silahkan baca rincian berikut ini.

Definisi: Hadits Mutawatir adalah hadits hasil tanggapan dari pancaindera yang diriwayatkan oleh oleh sejumlah besar rawi yang menurut adat kebiasaan, mustahil mereka berkumpul dan bersepakat berdusta.

Syarat-Syarat Hadits Mutawatir

Untuk bisa dikatakan sebagai hadits mutawatir, ada beberapa syarat minimal yang harus terpenuhi.

  1. Pemberitaan yang disampaikan oleh perawi harus berdasarkan tanggapan pancainderanya sendiri
  2. Jumlah perawinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat dusta. Sebagian ulama menetapkan 20 orang berdasarkan firman Allah dalam QS. Al-Anfal:65. Sebagian yang lain menetapkan sejumlah 40 orang berdasarkan QS. Al-Anfal:64.
  3. Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqah (lapisan) pertama dengan jumlah perawi dalam lapisan berikutnya.

Karena syaratnya yang sedemikian ketat, maka kemungkinan adanya hadits mutawatirsedikit sekali dibandingkan dengan hadits-hadits ahad.

Klasifikasi Hadits Mutawatir

Hadits mutawatir itu sendiri masih terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu mutawatir lafdhy dan mutawatir ma’nawy. Hadits mutawatir lafzhy adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang susunan redaksi dan maknanya sesuai benar antara riwayat yang satu dengan yang lainnya. Atau boleh disebut juga dengan hadits yang mutawatir lafadznya.

Hadits mutawatir ma’nawy adalah hadits mutawatir yang perawinya berlainan dalam menyusun redaksi hadits, tetapi terdapat persamaan dalam maknanya. Atau menurut definisi lain adalah kutipan sekian banyak orang yang menurut adat kebiasaan mustahil bersepakat dusta atas kejadian-kejadian yang berbeda-beda tetapi bertemu pada titik persamaan.

Hadits Mutawatir memberi manfaat ilmudh-dharury yakni keharusan untuk menerimanya bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadits mutawatir sehingga membawa kepada keyakinan yang qath’i (pasti).

2. Hadits Ahad

Definisi: Hadits Ahad adalah Semua hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Dengan demikian, sudah bisa dipastikan bahwa jumlah hadits ahad itu pasti lebih banyak dibandingkan dengan hadits mutawatir.

Bahkan boleh dibilang bahwa nyaris semua hadits yang kita miliki dalam ribuan kitab, derajatnya hanyalah ahad saja, sebab yang mutawatir itu sangat sedikit, bahkan lebih sedikit dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem.

Kalau kita berbicara hadits ahad, sebenarnya kita sedang membicarakan sebagian besar hadits. Sehingga kita masih leluasa untuk mengklasifikasikannya lagi menjadi beberapa kelompok hadits ahad.

Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih serta belum mencapai derajat mutawatir. Hadits masyhur sendiri masih terbagi lagi menjadi tiga macam, yaitu masyhur di kalangan para muhadditsin dan golongannya; masyhur di kalangan ahli-ahli ilmu tertentu dan masyhur dikalangan orang umum.

Hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang walaupun dua orang rawi tersebut terdapar pada satu lapisan saja, kemudian setelah itu orang-orang lain meriwayatkannya.

Hadits gharib adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang (rawi) yang menyendiri dalam meriwayatkan di mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi

3. Ketentuan Umum Hadits Ahad

Pembagian hadits ahad menjadi masyhur, aziz dan gharib tidaklah bertentangan dengan pembagian hadits ahad kepada shahih, hasan dan dhaif. Sebab membaginya dalam tiga macam tersebut bukan bertujuan untuk menentukan makbul dan mardud- nya suatu hadits tetapi untuk mengetahui banyak atau sedikitnya sanad.

Sedangkan membagi hadits Ahad menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif adalah untuk menentukan dapat diterima atau ditolaknya suatu hadits. Maka hadits Masyhur dan Aziz, masing-masing ada yang shahih, hasan dan dhaif dan tidak semua hadits gharib itu dhaif walaupun hanya sedikit sekali.

Menurut Imam Malik, sejelek-jeleknya ilmu Hadits adalah yang gharib dan yang sebaik-baiknya adalah yang jelas serta diperkenalkan oleh banyak orang.[]

Tulisan ini menguraikan secara singkat dan umum tentang jenis hadis berdasarkan jumlah perawi dan kualitasnya. Diuraikan secara singkat dan umum karena keterbatasan waktu pembuatannya yang relatif singkat, sumber-sumber yang digunakan pun terdiri dari empat buku yang penulis dapatkan, semuanya berbahasa Indonesia. Sebenarnya, banyak sekali informasi yang bisa diakses dari internet terkait topik ini, tetapi hal itu tidak dilakukan karena proses verifikasinya menurut penulis lebih sulit.

A. Pembagian Hadis berdasarkan Jumlah Periwayat

Ulama hadis berbeda pendapat tentang pembagian hadis berdasarkan jumlah periwayatnya. Ada yang membagi menjadi dua, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. Ada juga yang membaginya menjadi tiga dengan menambah satu jenis yang disebut hadis Masyhur. Bagi ulama yang membagi pada dua jenis, hadis Masyhur dikategorikan sebagai bagian dari hadis Ahad. Pada uraian makalah ini, hadis Masyhur dikelompokkan pada pembahasan tentang hadis Ahad.

1. Hadis Mutawatir

Menurut bahasa, kata Mutawatir, berarti mutatabi' yaitu yang (datang) berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan hadis mutawatir menurut istilah ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak dalam setiap generasinya, yang menurut adat tidak mungkin mereka berbuat dusta, dan mereka meriwayatkannya secara indrawi dan memberikan ilmu yakin. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan Hadis Mutawatir ialah Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta (jumlah banyak itu) sejak awal sanad sampai akhirnya. Ada lagi yang mendefenisikan hadis mutawatir ialah Hadis yang diriwayatkan banyak orang, dan diterima dari banyak orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.

Dari definisi tersebut maka terdapat beberapa ciri atau syarat yang bisa disematkan pada hadis Mutawatir, yaitu: diriwayatkan banyak orang, diterima banyak orang, tidak mungkin perawi yang banyak itu bersepakat untuk berdusta, dan hadis itu didapat melalui panca indra. Jika dilihat berdasarkan fungsi dari ilmu hadis yaitu untuk memberikan keyakinan atas berita atau hadis yang disampaikan periwayat, maka kedudukan hadis mutawatir telah tercapai dengan baik bahwa yang tergandung di dalamnya adalah benar-benar dari Rasulullah SAW.

Adapun hadis mutawatir ini umumnya dibagi kedalam dua kategori yaitu, mutawatir lafzi dan mutawatir maknawi. Sedangkan M. Syuhudi Ismail menambahkan satu lagi yaitu mutawatir 'amali, yaitu amalan agama yang dikerjakan Nabi Muhammad lalu diikuti oleh sahabat dan seterusnya hingga sekarang, seperti waktu shalat, jumlah rakaat shalat, adanya shalat id, adanya shalat janazah dan seterusnya.

Mutawatir lafzhi menurut para ulama, jumlahnya sangat sedikit, bahkan menurut Ibn Hibban dan al-Hazimi hadis tidak ada. Al-Asqolani menolak pendapat ibn Hibban dan al-Hazimi, menurutnya pandangan yang demikian itu terjadi karena kurang mengetahui jalan-jalan atau keadaan-keadaan para rawi serta sifat-sifatnya yang menghendaki bahwa mereka itu tidak mufakat untuk berdusta. Salah satu contoh hadis mutawatir lafzhi yang sering dikutip yaitu "barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas namaku, niscaya ia menempati tempat duduknya dari api neraka". Berbeda dengan mutawatir lafzhi, muawatir maknawi tidak banyak diperdebatkan oleh ahli hadis, karena hadis ini relatif jauh lebih banyak dan lebih mudah dijumpai karena biasanya menyangkut aktifitas ibadah ritual.

Hadis-hadis mutawatir ini ini dapat diperoleh pada kitab-kitab hadis para ulama, tetapi untuk memudahkan memperoleh dan mengetahuinya terdapat ulama yang secara khusus menulis kitab hadis yang berisi hadis-hadis mutawatir, salah satu diantaranya ialah: al-azhar al-Mutanatsirah fi al Akhbar al-Mutanawatirah karya as-Suyuti yang di dalamnya memuat 112 buah hadis.

2. Hadis Ahad 

Secara sederhana, yang disebut hadis ahad adalah hadis yang tidak mutawatir. Kata ahad adalah bahasa Arab yang berarti satu, maka pengertian hadis ahad adalah hadis yang disampaikan oleh satu periwayat. Dalam beberapa literatur yang didapat pengertian hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat  hadis mutawatir,  atau yang jumlah periwayatnya terbatas dan tidak banyak sebagaimana yang terjadi pada hadis mutawatir.


Lihat Ilmu Sosbud & Agama Selengkapnya

Page 2

Tulisan ini menguraikan secara singkat dan umum tentang jenis hadis berdasarkan jumlah perawi dan kualitasnya. Diuraikan secara singkat dan umum karena keterbatasan waktu pembuatannya yang relatif singkat, sumber-sumber yang digunakan pun terdiri dari empat buku yang penulis dapatkan, semuanya berbahasa Indonesia. Sebenarnya, banyak sekali informasi yang bisa diakses dari internet terkait topik ini, tetapi hal itu tidak dilakukan karena proses verifikasinya menurut penulis lebih sulit.

A. Pembagian Hadis berdasarkan Jumlah Periwayat

Ulama hadis berbeda pendapat tentang pembagian hadis berdasarkan jumlah periwayatnya. Ada yang membagi menjadi dua, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. Ada juga yang membaginya menjadi tiga dengan menambah satu jenis yang disebut hadis Masyhur. Bagi ulama yang membagi pada dua jenis, hadis Masyhur dikategorikan sebagai bagian dari hadis Ahad. Pada uraian makalah ini, hadis Masyhur dikelompokkan pada pembahasan tentang hadis Ahad.

1. Hadis Mutawatir

Menurut bahasa, kata Mutawatir, berarti mutatabi' yaitu yang (datang) berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan hadis mutawatir menurut istilah ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak dalam setiap generasinya, yang menurut adat tidak mungkin mereka berbuat dusta, dan mereka meriwayatkannya secara indrawi dan memberikan ilmu yakin. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan Hadis Mutawatir ialah Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta (jumlah banyak itu) sejak awal sanad sampai akhirnya. Ada lagi yang mendefenisikan hadis mutawatir ialah Hadis yang diriwayatkan banyak orang, dan diterima dari banyak orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.

Dari definisi tersebut maka terdapat beberapa ciri atau syarat yang bisa disematkan pada hadis Mutawatir, yaitu: diriwayatkan banyak orang, diterima banyak orang, tidak mungkin perawi yang banyak itu bersepakat untuk berdusta, dan hadis itu didapat melalui panca indra. Jika dilihat berdasarkan fungsi dari ilmu hadis yaitu untuk memberikan keyakinan atas berita atau hadis yang disampaikan periwayat, maka kedudukan hadis mutawatir telah tercapai dengan baik bahwa yang tergandung di dalamnya adalah benar-benar dari Rasulullah SAW.

Adapun hadis mutawatir ini umumnya dibagi kedalam dua kategori yaitu, mutawatir lafzi dan mutawatir maknawi. Sedangkan M. Syuhudi Ismail menambahkan satu lagi yaitu mutawatir 'amali, yaitu amalan agama yang dikerjakan Nabi Muhammad lalu diikuti oleh sahabat dan seterusnya hingga sekarang, seperti waktu shalat, jumlah rakaat shalat, adanya shalat id, adanya shalat janazah dan seterusnya.

Mutawatir lafzhi menurut para ulama, jumlahnya sangat sedikit, bahkan menurut Ibn Hibban dan al-Hazimi hadis tidak ada. Al-Asqolani menolak pendapat ibn Hibban dan al-Hazimi, menurutnya pandangan yang demikian itu terjadi karena kurang mengetahui jalan-jalan atau keadaan-keadaan para rawi serta sifat-sifatnya yang menghendaki bahwa mereka itu tidak mufakat untuk berdusta. Salah satu contoh hadis mutawatir lafzhi yang sering dikutip yaitu "barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas namaku, niscaya ia menempati tempat duduknya dari api neraka". Berbeda dengan mutawatir lafzhi, muawatir maknawi tidak banyak diperdebatkan oleh ahli hadis, karena hadis ini relatif jauh lebih banyak dan lebih mudah dijumpai karena biasanya menyangkut aktifitas ibadah ritual.

Hadis-hadis mutawatir ini ini dapat diperoleh pada kitab-kitab hadis para ulama, tetapi untuk memudahkan memperoleh dan mengetahuinya terdapat ulama yang secara khusus menulis kitab hadis yang berisi hadis-hadis mutawatir, salah satu diantaranya ialah: al-azhar al-Mutanatsirah fi al Akhbar al-Mutanawatirah karya as-Suyuti yang di dalamnya memuat 112 buah hadis.

2. Hadis Ahad 

Secara sederhana, yang disebut hadis ahad adalah hadis yang tidak mutawatir. Kata ahad adalah bahasa Arab yang berarti satu, maka pengertian hadis ahad adalah hadis yang disampaikan oleh satu periwayat. Dalam beberapa literatur yang didapat pengertian hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat  hadis mutawatir,  atau yang jumlah periwayatnya terbatas dan tidak banyak sebagaimana yang terjadi pada hadis mutawatir.


Lihat Ilmu Sosbud & Agama Selengkapnya

Page 3

Tulisan ini menguraikan secara singkat dan umum tentang jenis hadis berdasarkan jumlah perawi dan kualitasnya. Diuraikan secara singkat dan umum karena keterbatasan waktu pembuatannya yang relatif singkat, sumber-sumber yang digunakan pun terdiri dari empat buku yang penulis dapatkan, semuanya berbahasa Indonesia. Sebenarnya, banyak sekali informasi yang bisa diakses dari internet terkait topik ini, tetapi hal itu tidak dilakukan karena proses verifikasinya menurut penulis lebih sulit.

A. Pembagian Hadis berdasarkan Jumlah Periwayat

Ulama hadis berbeda pendapat tentang pembagian hadis berdasarkan jumlah periwayatnya. Ada yang membagi menjadi dua, yaitu Hadis Mutawatir dan Hadis Ahad. Ada juga yang membaginya menjadi tiga dengan menambah satu jenis yang disebut hadis Masyhur. Bagi ulama yang membagi pada dua jenis, hadis Masyhur dikategorikan sebagai bagian dari hadis Ahad. Pada uraian makalah ini, hadis Masyhur dikelompokkan pada pembahasan tentang hadis Ahad.

1. Hadis Mutawatir

Menurut bahasa, kata Mutawatir, berarti mutatabi' yaitu yang (datang) berturut-turut, dengan tidak ada jaraknya. Sedangkan hadis mutawatir menurut istilah ialah hadis yang diriwayatkan oleh orang banyak dalam setiap generasinya, yang menurut adat tidak mungkin mereka berbuat dusta, dan mereka meriwayatkannya secara indrawi dan memberikan ilmu yakin. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan Hadis Mutawatir ialah Hadis yang diriwayatkan oleh banyak orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta (jumlah banyak itu) sejak awal sanad sampai akhirnya. Ada lagi yang mendefenisikan hadis mutawatir ialah Hadis yang diriwayatkan banyak orang, dan diterima dari banyak orang pula, yang menurut adat mustahil mereka bersepakat untuk berdusta.

Dari definisi tersebut maka terdapat beberapa ciri atau syarat yang bisa disematkan pada hadis Mutawatir, yaitu: diriwayatkan banyak orang, diterima banyak orang, tidak mungkin perawi yang banyak itu bersepakat untuk berdusta, dan hadis itu didapat melalui panca indra. Jika dilihat berdasarkan fungsi dari ilmu hadis yaitu untuk memberikan keyakinan atas berita atau hadis yang disampaikan periwayat, maka kedudukan hadis mutawatir telah tercapai dengan baik bahwa yang tergandung di dalamnya adalah benar-benar dari Rasulullah SAW.

Adapun hadis mutawatir ini umumnya dibagi kedalam dua kategori yaitu, mutawatir lafzi dan mutawatir maknawi. Sedangkan M. Syuhudi Ismail menambahkan satu lagi yaitu mutawatir 'amali, yaitu amalan agama yang dikerjakan Nabi Muhammad lalu diikuti oleh sahabat dan seterusnya hingga sekarang, seperti waktu shalat, jumlah rakaat shalat, adanya shalat id, adanya shalat janazah dan seterusnya.

Mutawatir lafzhi menurut para ulama, jumlahnya sangat sedikit, bahkan menurut Ibn Hibban dan al-Hazimi hadis tidak ada. Al-Asqolani menolak pendapat ibn Hibban dan al-Hazimi, menurutnya pandangan yang demikian itu terjadi karena kurang mengetahui jalan-jalan atau keadaan-keadaan para rawi serta sifat-sifatnya yang menghendaki bahwa mereka itu tidak mufakat untuk berdusta. Salah satu contoh hadis mutawatir lafzhi yang sering dikutip yaitu "barang siapa yang dengan sengaja berbuat dusta atas namaku, niscaya ia menempati tempat duduknya dari api neraka". Berbeda dengan mutawatir lafzhi, muawatir maknawi tidak banyak diperdebatkan oleh ahli hadis, karena hadis ini relatif jauh lebih banyak dan lebih mudah dijumpai karena biasanya menyangkut aktifitas ibadah ritual.

Hadis-hadis mutawatir ini ini dapat diperoleh pada kitab-kitab hadis para ulama, tetapi untuk memudahkan memperoleh dan mengetahuinya terdapat ulama yang secara khusus menulis kitab hadis yang berisi hadis-hadis mutawatir, salah satu diantaranya ialah: al-azhar al-Mutanatsirah fi al Akhbar al-Mutanawatirah karya as-Suyuti yang di dalamnya memuat 112 buah hadis.

2. Hadis Ahad 

Secara sederhana, yang disebut hadis ahad adalah hadis yang tidak mutawatir. Kata ahad adalah bahasa Arab yang berarti satu, maka pengertian hadis ahad adalah hadis yang disampaikan oleh satu periwayat. Dalam beberapa literatur yang didapat pengertian hadis ahad adalah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat  hadis mutawatir,  atau yang jumlah periwayatnya terbatas dan tidak banyak sebagaimana yang terjadi pada hadis mutawatir.


Lihat Ilmu Sosbud & Agama Selengkapnya

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA