Fatmawati (5 Februari 1923 – 14 Mei 1980)[1] adalah istri dari Presiden Indonesia pertama Soekarno. Ia menjadi Ibu Negara Indonesia pertama dari tahun 1945 hingga tahun 1967 dan merupakan istri ke-3 dari presiden pertama Indonesia, Soekarno dan ibunda dari presiden kelima, Megawati Soekarnoputri. Ia juga dikenal akan jasanya dalam menjahit Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih yang turut dikibarkan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.
Hj. Fatmawati Fatmawati dan Soekarno Fatmawati lahir dari pasangan Hasan Din (1905–1974) dan Siti Chadijah, dengan nama Fatimah.[2] Orang tuanya merupakan keturunan Putri Indrapura, salah seorang keluarga raja dari Kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat.[3] Ayahnya merupakan salah seorang pengusaha dan tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.[4] Pada tanggal 1 Juni 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno, yang kelak menjadi presiden pertama Indonesia. Dari pernikahan itu, ia dikaruniai lima orang putra dan putri, yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guruh Soekarnoputra. Makam Fatmawati di TPU Karet Bivak, Jakarta Pada tanggal 14 Mei 1980 ia meninggal dunia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang umroh dari Mekkah yang lalu dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta. Fatmawati dan Soekarno menikah pada tanggal 1 Juni 1943 dan dikaruniai 5 orang anak, yaitu:
Setahun setelah pernikahannya itu, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia. Bendera Merah Putih juga boleh dikibarkan dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya diizinkan berkumandang. Ibu Fatmawati kemudian berfikir bahwa memerlukan bendera Merah Putih untuk dikibarkan di Pegangsaan 56. "Pada waktu itu tidak mudah mendapatkan kain merah dan putih di luar," tulis Chaerul Basri dalam artikelnya "Merah Putih, Ibu Fatmawati, dan Gedung Proklamasi" yang dimuat di Harian Kompas, 16 Agustus 2001. Barang-Barang eks impor, semuanya berada di tangan Jepang, dan kalau pun ada di luar, untuk mendapatkannya harus dengan berbisik-bisik," tulisnya.[5] Berkat bantuan Shimizu, orang ditunjuk oleh Pemerintah Jepang sebagai perantara dalam perundngan Jepang-Indonesia. Ibu Fatmawati akhirnya mendapatkan kain merah putih. Shimizu mengusahakannya lewat seorang pembesar Jepang, yang mengepalai gudang di Pintu Air, di depan eks Bioskop Capitol. Bendera itulah yang berkibar di Pegangsaan Timur saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.[5] Ibu Fatmawati menghabiskan waktunya untuk menjahit bendera itu dalam kondisi fisiknya cukup rentan. Pasalnya, Ibu Fatmawati saat itu sedang hamil tua dan sudah waktunya untuk melahirkan putra sulungnya, Guntur Soekarnoputra. Tak jarang ia menitikkan air mata kala menjahit bendera itu.[5] "Menjelang kelahiran Guntur, ketika usia kandungan telah mencukupi bulannya, saya paksakan diri menjahir bendera Merah Putih, saya jahit berangsur-angsur dengan mesin jahit Singer yang dijalankan dengan tangan saja, sebab Dokter melarang saya menggunakan kaki untuk menggerakkan mesin jahit." kata Ibu Fatmawati dalam buku yang ditulis oleh Bondan Winarno.[5]
Nama Fatmawati diabadikan dalam Bandar Udara Fatmawati Soekarno di Kota Bengkulu dan RSUP Fatmawati di Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Nama Stasiun MRT Fatmawati, salah satu stasiun MRT Jakarta, diambil dari nama RSUP Fatmawati yang berada di dekat stasiun. Kediamannya di Bengkulu kini dijadikan museum.
Di balik peristiwa bersejarah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ada kisah Fatmawati, istri Soekarno yang juga memiliki peran penting saat itu. Fatmawati menjadi tokoh yang berperan sebagai penjahit bendera Merah Putih. Saat itu, Soekarno bersama tokoh lainnya sedang mempersiapkan peralatan yang akan digunakan untuk momen pembacaan naskah teks proklamasi. Ketika Fatmawati keluar dari pintu rumahnya, ia tidak sengaja mendengar teriakan bahwa bendera Indonesia belum ada. Lalu, Fatmawati yang saat itu sedang hamil tua mencoba untuk menjahit bendera Indonesia. Untuk menjahitnya, Fatmawati memanggil Chaerul Basri untuk menemui Shimizu yang merupakan pimpinan barisan Propaganda Jepang Gerakan Tiga A. Pengibadaran bendera merah putih. Foto: WikipediaShimizu pun bertemu Fatmawati sambil membawa kain dua blok berwarna merah dan putih. Kain itu dijahit Fatmawati di ruang makan dengan kondisi fisik yang cukup rentan. Ibu dari Guntur Sukarnoputra itu menghabiskan waktunya menjahit bendera besar selama dua hari. Dengan menggunakan alat jahit tangan, bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter itu akhirnya berhasil dibuat. Bendera buatan Fatmawati dikibarkan setelah pembacaan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945 di Jl Pegangsaan Timur no 56 Jakarta. Bendera tersebut hingga kini masih disimpan dan menjadi benda pusaka negara. Peran Fatmawati dalam kemerdekaan Indonesia tidak hanya sampai di situ. Ia juga kerap menjadi orator untuk menyemangati masyarakat dan pejuang dalam merebut kemerdekaan. Bahkan, Fatmawati juga dikenal dengan kepiawaiannya dalam menjalin hubungan dengan para kepala negara di level internasional. |