Faktor yang menginspirasi kebangkitan pendidikan islam pada masa penjajahan belanda ….

Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan menjadi prioritas utama dalam masyarakat muslim.

Disamping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam meski dalam bentuk yang sederhana. Sebagai contohnya; sistem pengajaran yang mengggunakan konsep halaqah yang dilakukan ditempat-tempat peribadatan seperti masjid, mushalla atau di rumah-rumah para ulama.

Perkembangan lembaga-lembaga Pendidikan Islam tersebut memang tidak langsung dalam bentuk seperti yang kita kenal sekarang, karena justru dari proses kolonialisasi itulah umat Islam mendapatkan pengaruh baik itu dari segi kurikulum maupun sistem. Pada masa awal perkembangan Islam di Indonesia, masjid merupakan satu-satunya pusat pengembangan dan transfer ilmu pengetahuan maupun kegiatan lainnya, baik itu kegiatan keagamaan, maupun kegiatan sosial kemasyarakatan. Kegiatan Pendidikan Islam yang berlangsung di masjid di satu sisi memang memberikan efek yang signifikan terhadap masyarakat dan menjadi harapan yang besar agar masjid dapat menjadi titik awal perkembangan masyarakat muslim yang lebih baik.

Pendidikan Islam Indonesia pun sebetulnya telah menghasilkan produk lembaga yang orisinil seperti pesantren, yang pada kelanjutannya banyak yang mengadopsi prinsipprinsip penyelenggaraan lembaga Pendidikan ala barat. Salah satu contoh sederhananya adalah metode klasikal dengan ketentuan jenjang usia pada madrasah.

Masa awal pengembangan Islam di Indonesia menghasilkan produk lembaga khasnya sendiri yaitu pesantren. Lembaga pesantren merupakan hasil pengadopsian lembaga keilmuan ala hindubudha, tentunya dengan menghadirkan nuansa Islami, lain halnya dengan masyarakat Minangkabau yang mengambil alih surau sebagai peninggalan adat menjadi lembaga Pendidikan Islam, demikian pula masyarakat aceh menghadirkan meunasah sebagai lembaga Pendidikan Islam.

Pada masa kolonial, Belanda menghadirkan lembaga Pendidikan sekular yang tidak memberikan penekanan pada aspek pengetahuan keagamaan. Hal ini dapat dipahami karena motivasi awal berdirinya lembaga pendidikan ala barat di Indonesia bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda terhadap pegawai yang terampil di bidang pemerintahan. Meskipun bersifat sekular, harus diakui bahwa metode, dan kurikulum yang diterapkan lembaga pendidikan ala Barat pada saat itu jauh lebih baik jika dibandingkan dengan metode yang diterapkan oleh lembaga Islam tradisional.

Pada masa pendudukan Jepang, pendidikan Islam Indonesia mendapat ruang yang cukup untuk dapat berkembang meskipun pengawasan yang lumayan ketat. Jepang sadar bahwa Indonesia dihuni oleh masyarakat muslim dengan jumlah yang masif. Jepang berusaha mendekati para ulama salah satunya adalah dengan membuat departemen agama yang membawahi lembaga Pendidikan Islam, hal ini tidak lepas dari usaha Jepang yang berusaha mempropagandakan Jepang sebagai pemimpin Asia, dan berusaha semaksimal mungkin untuk meraih simpati masyarakat Indonesia agar membantu Jepang dalam Perang Asia Timur Raya. Pendidikan Islam pada dua periode penjajahan ini menjadi penting untuk dikaji mulai dari kondisi, peran, serta penyelenggaraannya. Sebagai upaya untuk mengetahui bagaimana pendidikan Islam pada masa itu. Hal ini diperparah dengan aturan tahun 1932 yang isinya dapat memberantas sekolah atau madrasah yang tak berizin, atau memberikan pelajaran yang tidak disukai pemerintah yang dikenal dengan ordonasi luar sekolah (Wilde School Ordonatie). Peraturan ini dikeluarkan setelah munculnya gerakan nasionalis-Islam yang marak pada awal 1900-an. Selain bertujuan meredam gerakan nasionalis-Islam, peraturan ini juga ditujukan untuk lingkungan penyebaran agama Kristen yang pada saat itu selalu mendapat reaksi dari rakyat serta menghalangi masuknya pelajaran agama Islam di sekolah umum yang tentu saja pada saat itu mayoritas muridnya beragama Islam.

Kebijakan lain yang diambil oleh Belanda untuk menghambat umat Islam adalah dengan melarang orang muslim berada di lingkungan agama lain lebih dari 24 jam.

Umat Islam diikat dengan berbagai macam peraturan dalam menjalankan ibadahnya dan bahkan tidak memberi kesempatan untuk berpolitik. Sebagai ilustrasi, pada 1810, Deandels mengeluarkan dekrit yang memerintahkan agar para kiyai yang melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain harus membawa surat jalan. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengawasi mereka agar jangan melakukan "kerusuhan -kerusuhan" 6 . Hal ini sekaligus menunjukan betapa pemerintah Belanda khawatir terhadap perkembangan politik dan pendidikan umat Islam yang tidak dapat mereka bendung.

Pola kebijakan dikotomis juga di terapkan oleh pemerintah kolonial. Dimana pemerintah Belanda ngotot mempertahankan visi sekolah umum yang tidak mengajarkan pelajaran agama.

Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan sekolahsekolah modern menurut sistem persekolahan yang berkembang di dunia barat memengaruhi sistem pendidikan di Indonesia, yaitu pesantren. Padahal, pesantren merupakan satusatunya lembaga pendidikan formal di Indonesia sebelum adanya kolonial Belanda. Yang sangat berbeda dalam sistem dan pengelolaannya dengan sekolah yang diperkenalkan oleh Belanda.

Hal tersebut tampak dari terpecahnya dunia pendidikan Indonesia pada abad ke-20 menjadi dua golongan.

a. Pendidikan yang diberikan oleh sekolah Barat yang sekuler dan tidak mengenal ajaran agama. Ramayulis, Sejarah Pendidikan Semua kebijakan diskriminatif pemerintah Belanda di respon dengan sikap perlawanan, seperti para kiyaikiyai tradisional yang menjauhkan pesantrenpesantren mereka dari pusatpusat kekuasaan Belanda. Dengan fakta bahwa pemerintah kolonial adalah penjajah kafir maka muslim tradisionalis mengambil sikap nonkooperatif dan nonakomodatif terhadap segala hal yang berbau Belanda, mulai dari mengharamkan dasi dan segala hal berkaitan dengan Belanda, termasuk dalam mata pelajaran umum yang diajarkan di sekolahsekolah dibawah naungan pemerintah kolonial.

Dengan berdasar pada al-Hadits yang menyebutkan larangan untuk menyerupai suatu kaum, dan ayat al -Qur'an yang melarang muslim untuk dipimpin oleh orang kafir, maka para santri tradisionil ini memilih untuk mengangkat senjata dalam rangka jihad Fiisabiilillah. Meskipun dengan peralatan seadanya dan belum terbentuknya semangat solidaritas berdasarkan bangsa. Memang pada akhirnya perjuangan mereka belum membuahkan hasil yang memuaskan.

Namun bukan berarti sikap seluruh umat Islam tetap non kooperatif terhadap pemerintah kolonial. Sebagian tokoh cendikiawan tokoh pembaruan atau modernis justru bersikap akomodatif, meskipun dengan tetap menjaga jarak dengan penguasa. Dengan cara ini kaum modernis banyak belajar tentang metodemetode dan kurikulum yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam sebagai upaya untuk meningkatkan mutu.

Sikap akomodatif proporsional ini ditunjukan dengan proses pendirian Adabiyah School di padang dengan mendapatkan bantuan biaya dan tenaga guru dari pemerintah.

Setelah Jepang berkuasa di Indonesia, mereka mulai merubah arah kebijakan pendidikan

Pada permulaan abad ke -20 merupakan awal dari munculnya rasa nasionalisme dan Islamisme Pada masanya Jamiatul Khair banyak berhubungan dengan gerakan nasionalis luar negeri dengan cara mendatangkan majalahmajalah nasionalis dari negaranegara Islam sebagai upaya pemantik

Pada zaman pendudukan Jepang Ma'arif tetap bergerak walaupun serba terbatas, terutama membina madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren yang sudah ada. Akan tetapi di madrasah-madrasah dan pesantren-pesantren ditambahkan mata pelajaran bela diri.

Madrasah merupakan lembaga yang belakangan muncul di Indonesia. ini terkait dengan factor pendorongnya sendiri. Pertama, adanya gerakan pembaharuan dalam masyarakat Islam yang terinspirasi dari gerakan-gerakan di timur tengah. Kedua, hadirnya Pendidikan ala barat yang lebih modern ketimbang institusi Pendidikan Islam pada saat itu menimbulkan pemikiran untuk mencari alternative Pendidikan keagamaan yang lebih modern sebagai respon atas model Pendidikan yang dibawa Belanda.

Pada era colonial, banyak diantara pesantren yang mengadopsi system klasikal ala barat dengan memasukkan Pendidikan agama. Ini dapat dipahami karena kekhawatiran umat Islam Indonesia melihat polapola Pendidikan Barat yang modern tetapi melupakan sisi agama.

Pemerintah Belanda umumnya berpendapat bahwa hasil dari lembaga Pendidikan Islam tidak akan sudi jika harus bergabung dibawah lembaga milik pemerintah dengan alasan keagamaan. Sehingga dikotomi warisan Pendidikan Belanda ini terbawa sampai jauh ketika Indonesia sudah merdeka.

Masyarakat kita umumnya lebih suka memasukan anakanaknya ke sekolah-sekolah umum, ketimbang lembagalembaga Pendidikan Islam.

Terdapat dua periode kebijakan Pendidikan di zaman kolonial Belanda, Pertama periode awal dibawah kekuasaan VOC (Kongsi dagang Belanda), Kedua, Periode dimana Indonesia dibawah kekuasaan langsung pemerintah Belanda setelah VOC mengalami kebangkrutan.

Sikap pemerintah kolonial terhadap pendidikan islam dapat dilihat dari kebijakankebijakannya yang cenderung diskriminatif, dikotomis dan represif. Sikap diskriminatif tergambar jelas dari upaya Belanda untuk mendirikan sekolah berdasarkan stratifikasi sosial, ras/keturunan, anggaran serta agama.

Belanda juga melakukan pengawasan dan kontrol ketat terhadap pendidikan islam dengan aturan aturan seperti ordonasi guru dan ordonasi sekolah liar. Dalam usaha untuk membatasi kesempatan belajar itu, maka pemerintah memberlakukan pula persyaratanpersyaratan tertentu, sehingga dari beberapa segi diduga memberatkan bagi murid golongan pribumi.

Terdapat tiga sikap yang ditempuh umat islam dalam merespons kebijakan pendidikan Belanda.

Pertama, kelompok yang mengisolasi diri atau nonkooperatif dengan kebijakan Belanda. Sikap nonkooperatif adalah sikap yang menjadikan belanda sebagai musuh yang harus dibenci dan dijauhi. Kedua, kelompok yang secara selektif dan proporsional. Ketiga, Kelompok yang sepenuhnya mengambil model pendidikan Belanda.

Kehadiran Jepang menjajah Indonesia sangatlah singkat. Namun Jepang tetap memberikan pengaruh terhadap perkembangan Pendidikan Islam. Salah satunya adalah umat islam lebih leluasa mengembangkan pendidikannya karena peraturan pemerintah Belanda yang diskriminatif tidak diberlakukan lagi. Sisi kooperatif Jepang yang cukup ramah terhadap Pendidikan islam tidak serta merta membuat para ulama tunduk terhadap kemauan Jepang pada halhal yang bertentangan dengan akidah Islam.

Dalam bidang Pendidikan islam munculah organisasi yang memainkan peran vital bagi eksistensi Pendidikan islam seperti Jamiatul Khair, Al-Irsyad, Muhammadiyah, Persis, Nahdlatul Ulama dan sebagainya.