Faktor yang mempengaruhi jumlah bukti audit yang harus dikumpulkan

diterima. Ada tiga komponen resiko audit, yaitu resiko bawaan, yaitu kerentanan asersi terhadap salah saji material dengan mengasumsikan bahwa tidak ada pengendalian yang berhubungan. Risiko deteksi, merupakan risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material dalam suatu penugasan. Resiko pengendalian, yaitu risiko bahwa suatu salah saji yang material yang akan terjadi dalam asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian perusahaan. Hubungan ketiga resiko ini dapat digambarkan dengan rumus Model Resiko Audit sebagai berikut : AR = IR x CR x DR Dimana : AR = Risiko Audit IR = Risko bawaan CR = Risiko Pengendalian DR = Risiko Deteksi

b. Evaluasi Kompetensi dan Kecukupan Bukti Audit yang Dikumpulkan

Di dalam mengevaluasi bukti, auditor harus memperhatikan kompetensi, ketepatan dan kecukupan dari bukti yang telah dikumpulkan untuk dievaluasi. Bukti audit yang tepat dan cukup dapat menjadi dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 1 Evaluasi Ketepatan Bukti Audit Arens, Elder dan Beasley 2008 : 227 menyatakan bahwa : Ketepatan Bukti Appropriateness of evidence adalah ukuran mutu bukti, yang berarti relevansi dan reliabilitasnya memenuhi tujuan audit untuk Universitas Sumatera Utara kelas transaksi, saldo akun, dan pengungkapan yang berkaitan. Jika suatu bukti dianggap sangat tepat, hal itu hal itu akan sangat membantu dalam meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan dengan wajar. Kompetensi atau ketepatan bukti audit berkaitan dengan kualitas atau keandalan suatu bahan bukti. Jika bahan bukti dianggap sangat kompeten dan tepat maka akan sangat membantu meyakinkan auditor bahwa laporan keuangan telah disajikan dengan wajar. Misalnya kalau auditor menghitung persediaan maka bahan bukti tersebut akan melebihi kompeten daripada kalau pihak manajemen yang memberikan auditor gambarannya sendiri. Bukti harus berkaitan atau relevan dengan tujuan audit yang akan diuji oleh auditor sebelum bukti tersebut dianggap tepat. Relevansi bukti audit yang berupa catatan akuntansi dipengaruhi secara langsung oleh efektivitas struktur pengendalian intern. Struktur pengendalian intern yang kuat akan lebih menjamin keandalan catatan akuntansi dan bukti – bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien, sebaliknya struktur pengendalian intern yang lemah seringkali tidak dapat mencegah atau mendeteksi kekeliruan dan ketidakberesan yang terjadi dalam proses akuntansi. Relevansi hanya dapat dipertimbangkan dalam tujuan audit khusus, karena bukti audit mungkin relevan untuk satu tujuan audit, tetapi tidak relevan untuk tujuan audit lainnya. 2 Evaluasi Kecukupan Bukti Audit Guy, Alderman dan Winters 2002 : 165 mendefinisikan kecukupan bukti audit sebagai berikut : Kecukupan berkaitan dengan kualitas dan kuantitas bukti audit yang diperoleh. Pada saat menentukan apakah bukti sudah mencukupi, auditor Universitas Sumatera Utara harus menggunakan pertimbangan profesional mengenai berapa banyak dan apa saja bukti audit yang dibutuhkan, berdasarkan sifat akun yang sedang diuji, materialitas kemungkinan kesalahan dan kecurangan, tingkat resiko terkait dan jenis serta kompetensi bukti yang tersedia. Pada dasarnya kecukupan bukti audit lebih berkaitan dengan kuantitas bukti audit. Jumlah bahan bukti audit yang dikumpulkan menentukan kecukupannya. Jumlah diukur terutama dengan besarnya sampel yang dipilih auditor. Auditor tidak mungkin mengumpulkan dan mengevaluasi seluruh bukti audit yang ada untuk mendukung pendapatnya karena hal tersebut sangat tidak efisien. Pengumpulan bukti audit dan pengevaluasian bukti audit dilakukan berdasarkan atas uji petik atau teknik sampling. Ada beberapa faktor yang menentukan kelayakan besar sampel dalam audit, dan yang paling penting adalah perkiraan atau ekspektasi auditor atas terjadinya kekeliruan dan salah saji dan efektivitas struktur pengendalian intern klien. Misalnya dalam mengaudit PT. X, auditor menyimpulkan bahwa klien mempunyai pengendalian yang efektif atas pencatatan aktiva tetap, maka auditor dapat mengambil sampel yang lebih sedikit untuk audit atas aktiva tetap. Selain besarnya sampel, pos tertentu yang diuji akan mempengaruhi kecukupan bukti audit. Sampel yang berisi unsur populasi dengan nilai rupiah yang besar, unsur dengan kemungkinan salah saji yang tinggi, dan unsur yang mewakili populasi biasanya dipertimbangkan mencukupi. Sebaliknya, sebagian besar auditor biasanya mempertimbangkan suatu sampel yang hanya berisi jumlah rupiah yang terbesar dari populasi sebagai hal yang tidak mencukupi, kecuali unsur ini merupakan bagian yang besar dari jumlah total populasi. Menurut Boynton, Johnson dan Kell 2002 : 206 ada empat faktor – Universitas Sumatera Utara faktor yang mempengaruhi kecukupan bukti audit, yaitu : a. Materialitas Materialitas adalah pertimbangan utama dalam menentukan laporan audit yang harus dikeluarkan. Karena bertanggungjawab menentukan apakah laporan keuangan salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan koreksi. Jika klien menolak untuk mengoreksi laporan keuangan itu, auditor harus mengeluarkan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar, tergantung pada seberapa material salah saji tersebut. Terdapat hubungan terbalik antara tingkat materialitas dengan kuantitas bukti audit yang diperlukan. Semakin rendah tingkat materialitas maka akan semakin banyak kuantitas bukti audit yang diperlukan dan juga demikian sebaliknya. Rendahnya salah saji yang dapat ditoleransi mengharuskan auditor untuk mengumpulkan lebih banyak bukti sehingga auditor yakin tidak ada salah saji material yang terjadi. Auditor harus dapat membedakan dengan jelas antara tingkat materialitas saldo akun dengan akun yang material. Pada umumnya akun yang material terhadap laporan keuangan memerlukan bukti yang lebih banyak daripada akun yang tidak material, dan akun yang mempunyai resiko tinggi terhadap salah saji dalam laporan keuangan juga memerlukan lebih banyak bukti daripada akun yang beresiko rendah terjadi salah saji. b. Resiko audit Terdapat hubungan erat antara resiko audit dengan materialitas. Untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Rendahnya resiko audit berarti juga tingginya tingkat kepastian yang diyakini auditor mengenai ketepatan pendapatnya sehingga bukti yang dikumpulkan juga harus lebih banyak. Semakin rendah tingkat resiko audit yang dapat diterima auditor maka semakin banyak juga kuantitas bukti yang diperlukan. Hubungan terbalik juga terdapat antara resiko deteksi dengan jumlah bukti yang diperlukan, dan sebaliknya terdapat hubungan searah antara resiko bawaan dan resiko pengendalian dengan kuantits bukti yang diperlukan, dimana semakin tinggi tingkat resiko bawaan maka semakin banyak bukti yang diperlukan. Demikian juga jika semakin tinggi tingkat resiko pengendalian maka semakin banyak bukti yang diperlukan. Standar pekerjaan lapangan kedua mengharuskan auditor memahami entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internalnya, untuk menilai resiko salah saji yang material dalam laporan keuangan klien. Auditor menggunakan model resiko audit untuk mengidentifikasi lebih jauh salah saji yang potensial dalam laporan keuangan secara keseluruhan serta saldo akun khusus, kelas transaksi, dan pengungkapan di mana salah saji paling mungkin terjadi. Universitas Sumatera Utara c. Faktor – faktor ekonomi Seorang auditor bekerja dalam batasan ekonomi yang menentukan bahwa kecukupan bukti harus diperoleh dalam batasan waktu dan biaya yang memadai. Dengan demikian, seorang auditor seringkali menghadapi keputusan apakah penambahan waktu dan biaya akan memberikan manfaat yang sepadan berupa perolehan bukti yang lebih meyakinkan. d. Ukuran dan Karakteristik Populasi ukuran populasi berkaitan dengan jumlah item yang terdapat dalam populasi tersebut, seperti jumlah transaksi penjualan dalam jurnal penjualan. Ukuran populasi akuntansi mendasari banyak item laporan keuangan yang digunakan dalam penarikan sampel yang diperlukan untuk pengumpulan bukti audit. Secara umum, semakin besar populasinya akan semakin besar pula jumlah bukti yang diperlukan untuk memperoleh dasar yang memadai guna menarik kesimpulan tentang hal itu. Hubungan yang pasti antara ukuran populasi, karakteristik populasi dan ukuran sampel bergantung pada tujuan dan sifat rencana penarikan sampel yang sedang digunakan. Auditor akan mengevaluasi kecukupan bukti audit yang dikumpulkannya dengan tahap awal mengevaluasi resiko audit yang dicapai berdasarkan akun dan siklus dan kemudian mengevaluasi laporan keuangan secara keseluruhan dengan menggunakan cara yang sama. Selain itu auditor juga harus mengevaluasi apakah bahan bukti mendukung pendapat auditor dengan cara mengestimasi kekeliruan salah saji material dalam masing – masing akun dan kemudian mengestimasikannya untuk keseluruhan laporan keuangan. Misalnya jika pada tahap perencanaan audit auditor mengestimasikan bahwa salah saji sebesar Rp. 9.000.000 dianggap material untuk total aktiva maka jumlah ini kemudian akan dipakai oleh auditor untuk mengevaluasi bukti audit yang dikumpulkan dalam membuktikan berbagai asersi yang terkandung dalam akun – akun aktiva dalam neraca. Misalnya auditor kemudian menemukan salah saji sebesar Rp. 3.000.000 dalam akun persediaan, maka Universitas Sumatera Utara auditor tidak akan langsung mengambil kesimpulan bahwa laporan keuangan secara keseluruhan berisi salah saji material. Auditor akan menjumlah berbagai kekeliruan yang ditemukan dalam audit atas berbagai akun yang termasuk dalam kelompok aktiva. Misalnya auditor mengumpulkan salah saji yang terdapat dalam akun – akun yang termasuk dalam kelompok aktiva seperti berikut ini : Salah saji dalam akun persediaan Rp. 3.000.000 Salah saji dalam akun – akun aktiva lain 2 Auditor berkesimpulan bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan Rp. 8.000.000 Jumlah salah saji Rp.11.000.000 Berdasarkan data diatas maka ada dua kemungkinan yang ditempuh auditor sehubungan dengan kesimpulannya tentang materialitas, yaitu : 1 Dengan berbagai alasan tertentu, auditor dapat menaikkan batas materialitas yang ditentukan dari jumlah Rp. 9.000.000 pada tahap perencanaan auditnya menjadi Rp. 11.000.000 untuk mengevaluasi bukti audit. Hal ini kemungkinan disebabkan jumlah aktiva yang dipakai sebagai dasar penentuan materialitas pada tahap perencanaan berbeda dengan jumlah aktiva yang terdapat dalam laporan keuangan akhir, sehingga persentase materialitas diterapkan pada jumlah yang berbeda. Dalam contoh ini, auditor memandang bahwa laporan keuangan tidak berisi salah saji material karena adanya gabungan salah saji sebesar Rp. 11.000.000 tersebut, karena batas salah saji yang digunakan untuk mengevaluasi bukti audit telah dinaikkan menjadi Rp. 11.000.000. Universitas Sumatera Utara tidak disajikan secara wajar karena salah saji Rp. 11.000.000 melebihi jumlah materialitas Rp. 9.000.000. Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan materialitas ini, auditor dapat meyakinkan kliennya untuk melakukan koreksi atas jumlah salah saji yang terdapat dalam akun – akun yang bersangkutan atau jika klien menolak untuk melakukan koreksi maka auditor dapat memberikan pendapat wajar dengan kecuali atau pendapat tidak wajar.

c. Asersi Manajemen dan Kesesuaian Bukti Audit dengan Tujuan Audit