28 Aug 2015, 19:09 WIB - Oleh:
Bisnis,com, JAKARTA - Bisnis properti diprediksi akan terus berprospek cerah di masa depan, meskipun dalam jangka pendek masih mengalami perlambatan. Hal ini tentunya bisa menjadi peluang usaha yang cukup menggiurkan, termasuk bagi pengembang skala kecil. Untuk memulai terjun ke dalam bisnis properti, setidaknya ada lima hal yang harus diperhatikan oleh para calon pengembang. Berikut ini pemaparan dari Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan Dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo, terkait apa saja yang harus diperhatikan. Peluang bisnis properti untuk rumah subsidi dalam jangka pendek dan menengah masih sangat bagus, namun untuk rumah komersil nonsubsidi untuk tipe kecil masih mengalami perlambatan. Meskipun demikian, pada pertengahan tahun depan sudah mulai ada pertumbuhan. Untuk itu, prospek di bisnis ini masih sangat cerah, dan bisa dimanfaatkan bagi para pelaku usaha yang ingin mencoba peruntungan di bisnis properti. Tetapi, setidaknya ada lima hal yang penting untuk dipahami oleh para pemain baru yang ingin terjun ke bisnis ini. Pertama, calon pemain di bisnis properti harus memahami regulasi di pusat dan daerah terkait properti. Hal ini sangat penting supaya tidak terkendala di tengah jalan. Kedua, sebelum mulai membangun produk properti, pastikan kawasan yang akan dibangun sesuai dengan peruntukkannya, serta harus ada analisis terkait kontur tanah dan biaya pematangan lahan. Ketiga, legalitas lahan yang digunakan juga harus dipastikan tidak bermasalah, sehingga bisa menghindari konflik atau sengketa di masa datang. Lahan yang bisa menjadi prioritas pilihan utama adalah lahan yang sudah memiliki sertifikat. Sestrategis apa pun lahan, jika tidak memiliki sertifikat tanah sebaiknya ditinggalkan, karena untuk mengurus legalitasnya akan membutuhkan biaya besar dan tidak mudah. Perlu diwaspadai juga, meskipun tanah sudah bersertifikat, keaslian sertifikat tanah tersebut juga harus dicek ke Badan Pertanahan Nasional, untuk memastikan bahwa sertifikat tersebut tidak palsu. Keempat, pastikan atau usahakan tersedia fasilitas umum yang memadai di daerah yang akan dibangun, misalnya akses jalan, angkutan umum, pasar, sekolah, rumah sakit, dan pasar. Jika hal tersebut tersedia dan mudah dijangkau, bisa menjadi poin plus bagi para pengembang. Kelima, pelaku usaha juga harus jeli melihat prospek dari konsumen yang disasar, dan bagaimana potensi dari captive market atau pasar umum melihat produk yang ditawarkan. Istilahnya adalah survei pasar, ini juga penting untuk melihat bagaimana potensi serapan pasar terhadap produk properti. Sebagai tambahan, untuk melihat seberapa besar potensi produk properti bisa diterima pasar, bisa dilakukan dengan mencoba mengakukan pinjaman ke perbankan. Jika bank menyetujui, biasanya lokasi dan produk properti yang diajukan relatif bernilai baik. Adapun, beberapa daerah yang sedang berkembang dan bisa menjadi lokasi pengembangan bisnis properti yang baik adalah daerah yang padat penduduk dengan harga tanah yang masih terjangkau. Meskipun lokasinya jauh dari pusat bisnis, jika masih memiliki akses transportasi seperti kereta, bus atau angkutan umum, masih akan tetap diburu oleh konsumen. Beberapa daerah yang saat ini memiliki potensi besar untuk mengembangkan bisnis properti yang menyasar kalangan menengah ke bawah di antaranya Karawang, Cikarang dan Serang. Karena di daerah-daerah tersebut terdapat kawasan industri, sehingga banyak karyawan yang membutuhkan tempat tinggal. Sementara itu, untuk strategi pemasaran lebih efektif jika pelaku usaha melakukan penawaran langsung ke instansi atau perusahaan, sehingga bisa disebarkan kepada para karyawan yang memang membutuhkan rumah, khususnya yang bersubsidi. Simak Video Pilihan di Bawah Ini :
Bagaimana nasib bisnis properti dalam negeri tahun ini? Kendati sudah memasuki kuartal pertama tahun 2016 banyak pihak yang harap-harap cemas melihat kondisi industri properti saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, CEO Corporate Strategy and Services Sinar Mas Land Ishak Chandra mengungkapkan setidaknya ada lima hal yang dapat mempengaruhi bisnis properti dalam negeri, kelima faktor tersebut jugalah yang nantinya akan menentukan arah strategi bisnis perseroan. Perubahan Lifestyle Perubahan lifestyle menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi bisnis properti dalam negeri, saat ini tren lifestyle yang berkembang di masyarakat adalah sifat konsumtivisme, hal ini lah yang dapat mendongkrak perekonomian khususnya sektor properti. Raising Consumption Faktor kedua menurut Ishak adalah peningkatan konsumsi masyarakat, berdasarkan hasilsurvey mayoritas masyarakat Indonesia merasa penghasilannya sudah mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga mereka dengan mudahnya membeli berbagai produk meskipun hal tersebut dilakukan dengan mencicil. Urbanisasi Jumlah urbanisasi atau perpindahan penduduk dari desa ke kota setiap tahunnya selalu melonjak tajam di Indonesia, saat ini tercatat 55 persen orang Indonesia tinggal di kota, dan diperkirakan 15 tahun mendatang 71 persen pupulasi masyarakat akan tinggal di kota. “Kota yang saya maksud di sini bukan hanya Jakarta, tetapi kota-kota besar yang ada di berbagai wilayah Indonesia,” kata Ishak. Melihat hal itu, makanya tak heran, banyak pengembang saat ini mulai melirik mengembangkan berbagai proyek properti berbagai kota besar di Indonesia seperti Makassar, Balikpapan, Medan, Surabaya dan kota-kota lain yang dianggap memiliki lonjakan penduduk. Sosial Media Saat ini adalah eranya digital, dimana masyarakat sudah sangat terbiasa mengakses sosial media atau internet, faktor ini dinilai sangatlah penting karena dengan begitu masyarakat akan sangat mudah mendapatkan informasi properti melalui internet. Bahkan saat ini Indonesia berada di peringkat ke empat dunia sebagai negara pengakses internet. Diberlakukannya MEA Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga diperkirakan akan mendorong bisnis properti dalam negeri, karena dengan begitu akan mengundang developer-developer asing untuk masuk ke Indonesia, bahkan dengan membludaknya populasi masyarakat Indonesia menjadikan negeri ini sebagai peluang bisnis yang menjanjikan bagi investor asing untuk menanamkan modalnya.
Jakarta: Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti menyampaikan bahwa sektor properti memiliki peran strategis untuk meningkatkan pertumbuhan 175 industri lainnya. "38 sektor terkait langsung dan 137 sektor tidak terkait langsung, dan secara nasional mampu menyerap sekitar 30 juta tenaga kerja," ujarnya dalam sambutan pembukaan FGD bertema "Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Sektor Perumahan", di Jakarta, Senin, 28 Desember 2020. Ia mengemukakan terdapat delapan hal penting untuk meningkatkan sektor properti nasional, pertama adalah relaksasi untuk rumah umum subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kedua, realisasi program-program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Ketiga, program pembiayaan perumahan untuk ASN, TNI, dan Polri. Keempat, alokasi anggaran untuk rumah umum subsidi bagi MBR. Kelima, relaksasi pajak di sektor properti. Keenam, penurunan bunga kredit konstruksi dan kredit pemilikan rumah (KPR). "Ketujuh, relaksasi pembayaran bunga dan angsuran pokok konsumen MBR, dan yang kedelapan adalah substansi aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, agar benar-benar sesuai dengan visi memudahkan investasi dan menciptakan lapangan kerja," papar LaNyalla. Ia menambahkan, sektor perumahan perlu mendapat perhatian khusus. Apalagi bidang properti menjadi salah satu sektor yang terdampak pandemi covid-19. "Pukulan terhadap sektor ini memang sangat dirasakan di masa pandemi saat ini. Misalnya, rumah komersial turun berkisar 50 persen sampai 80 persen, perkantoran turun 74,6 persen, mal turun 85 persen, sementara hotel terpukul paling keras dengan penurunan 90 persen," ujar LaNyalla. Dirinya juga berharap agar omnibus law UU Cipta Kerja bisa kembali mendorong industri properti. LaNyalla meyakini Undang-Undang No.11 Tahun 2020 itu bisa mengembalikan geliat pasar properti yang terkena imbas pandemi. "Karena adanya regulasi baru di pasar premium dalam UU Cipta Kerja di mana WNA diberikan kemudahan dalam membeli apartemen," katanya. Dan untuk segmen MBR, lanjut dia, UU Cipta Kerja mengamanahkan pendirian Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan, sehingga membuka peluang tersedianya hunian murah di tengah kota. "Kami berharap, dalam kesempatan ini, ke delapan topik itu mendapat perhatian dari pemerintah, dalam hal ini kementerian dan lembaga yang hadir dalam FGD kali ini," jelas LaNyalla. Sementara itu, Ketua Umum DPP REI menekankan tingginya suku bunga bank komersial yang tidak mengikuti turunnya suku bunga acuan dari Bank Indonesia. "Suku bunga BI 3,5 persen, seharusnya bank komersial di kisaran 6 persen, tapi faktanya sekarang 12 sampai 13 persen," katanya. Editor : Rizkie Fauzian |