Energi minimum yang diperlukan oleh suatu reaksi agar dapat berlangsung disebut energy…

Energi minimum yang diperlukan oleh suatu reaksi agar dapat berlangsung disebut energy…

ST Dhafi Quiz

Find Answers To Your Multiple Choice Questions (MCQ) Easily at st.dhafi.link. with Accurate Answer. >>


Energi minimum yang diperlukan oleh suatu reaksi agar dapat berlangsung disebut energy…

Ini adalah Daftar Pilihan Jawaban yang Tersedia :

  1. Energi Kinetik
  2. Energi Potensial
  3. Energi Kimia
  4. Energi Aktivasi
  5. Entalpi Reaksi
Klik Untuk Melihat Jawaban

st.dhafi.link Merupakan situs pendidikan pembelajaran online untuk memberikan bantuan dan wawasan kepada siswa yang sedang dalam tahap pembelajaran. mereka akan dapat dengan mudah menemukan jawaban atas pertanyaan di sekolah. Kami berusaha untuk menerbitkan kuis Ensiklopedia yang bermanfaat bagi siswa. Semua fasilitas di sini 100% Gratis untuk kamu. Semoga Situs Kami Bisa Bermanfaat Bagi kamu. Terima kasih telah berkunjung.

Dalam pembahasan materi pelajaran kimia kelas XI SMA atau Madrasah Aliyah terdapat satu pembahasan mengenai teori tumbukan. Teori ini mulanya dicetuskan secara swadaya oleh Max Trautz pada 1916 dan kemudian dilanjutkan oleh William Lewis pada tahun 1918. Teori tumbukan secara kualitatif menjelaskan bagaimana reaksi kimia terjadi dan bagaimana laju reaksi berbeda bagi reaksi yang berbeda pula.

Max Trautz dan William Lewis mengungkapkan bahwa ketika partikel reaktan yang sesuai saling bertumbukan, hanya persentase tertentu dari tumbukan yang menyebabkan perubahan kimia yang nyata atau signifikan; perubahan yang berhasil ini disebut sebagai tumbukan yang sukses. Hal tersebutlah yang menjadi ide dasar dalam proses pembentukan teori tumbukan.

Secara spesifik, tumbukan yang sukses memiliki energi yang cukup, selain itu juga dikenal sebagai energi aktivasi. Hal itu disebabkan pada saat tumbukan untuk memutus ikatan yang sudah ada sebelumnya dan membentuk semua ikatan baru. Hal ini menghasilkan produk reaksi. Meningkatkan konsentrasi partikel reaktan atau menaikkan suhu, sehingga menimbulkan lebih banyak benturan dan oleh karena itu banyak tumbukan yang lebih berhasil, meningkatkan laju reaksi.

Bila katalis terlibat dalam tumbukan antara molekul reaktan, diperlukan sedikit energi agar terjadi perubahan kimiawi, dan karenanya lebih banyak tumbukan memiliki energi yang cukup untuk reaksi terjadi. Sehingga menjadi penyebab laju reaksi menjadi meningkat.

Teori Tumbukan dan Reaksi Kimia

Menurut teori tumbukan suatu reaksi akan terjadi bila ada pertemuan antar tumbukan secara molekul. Namun menurut teori imi tidak semua tumbukan akan menghasilkan reaksi kimia. Hal tersebut dikarenakan setiap molekul yang bergerak memiliki energi kinetik, semakin cepat gerakan suatu molekul maka akan semakin besar pula energi kinetiknya. Jika di awal suatu molekul memiliki energi kinetik yang besar maka molekul akan bertumbukan semakin kuat sehingga akan memutuskan ikatan kimianya. Pemutusan ikatan kimia ini merupakan langkah awal dari pembentukan produk.

Jika suatu molekul memiliki energi kinetik yang kecil maka gerakan molekul akan semakin lambat, maka akan sulit untuk mengadakan pemutusan ikatan dalam rangka pembentukan produk.sehingga dapat disimpulkan bahwa harus ada semacam energi tumbukan minimum yang harus dicapai agar reaksi terjadi.

Advertising

Advertising

Agar dapat bereaksi suatu molekul harus memiliki energi kinetik total sama atau lebih besar dari energi aktivasi. Energi aktivasi sendiri adalah jumlah minimum energi yang dibutuhkan untuk mengawali reaksi kimia. Apabila energinya kecil maka molekul akan tetap utuh dan tidak ada perubahan akibat tumbukan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada dua syarat untuk suatu tumukan agar dapat menghasilkan suatu reaksi. Pertama, tumbukan memiliki arah orientasi yang tepat dan juga memiliki energi kinetik yang sama ataupun melebihi energi aktivasi.

Baca Juga

Dilansir dari buku "Modul Pembelajaran SMA Kimia kelas XI" yang dilansir oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bahwa tumbukan memiliki makna sebagai teori yang menyatakan bahwa partikel-partikel pereaksi atau reaktan harus bertumbukan untuk terjadinya suatu reaksi.

Adapun laju reaksi ialah perubahan konsentrasi reaktan atu produk per satuan waktu. Untuk mengukur besaran laju dapat dilihat dari ukuran cepat atau lambat yang berpatokan pada suatu rekasi kimia. Laju reaksi mempunya satuan khusus yang bernama M/s (Molar per detik).

Peta Konsep Laju Reaksi

Sebagai salah satu sub pembahasan dalam laju reaksi, luas permukaan memiliki anak cabang yaitu tetapan laju reaksi hingga orde reaksi.

Orde reaksi memiliki empat anak cabang, pertama reaksi orde nol. Kedua, reaksi orde satu. Ketiga, reaksi orde tiga. Keempat, reaksi orde pecahan.

Selain orde reaksi, ada juga katalis yang memiliki anak cabang dalam peta konsep. Pertama, menurunkan energi aktivitas. Kedua, homogen. Ketiga, heterogen. Terakhir ditutup dengan biokatalis.

Faktor- faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Peta konsep di atas menjadi awal dalam penjelasan mengenai faktor yang mempengaruhi laju rekasi.

1. Orde reaksi adalah tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Konsentrasi merupakan salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi.

2. Luas permukaan sentuh memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting, sehingga menyebabkan laju reaksi semakin cepat. Begitu pula, apabila semakin kecil luas permukaan bidang sentuh, maka semakin kecil tumbukan yang terjadi antar partikel, oleh karenanya laju reaksi pun semakin kecil. Karakteristik kepingan yang direaksikan juga turut berpengaruh, yaitu semakin halus kepingan itu, maka semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi; di sisi lain semakin kasar kepingan itu, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi.

3. Suhu yang turut berperan serta dalam mempengaruhi laju reaksi. Jika suhu pada suatu reaksi yang berlangsung dinaikkan, maka menyebabkan partikel semakin aktif bergerak, sehingga tumbukan yang terjadi semakin sering, menyebabkan laju reaksi semakin besar. Sebaliknya, apabila suhu diturunkan, maka partikel semakin tak aktif, sehingga laju reaksi semakin kecil.

Suhu sendiri merupakan properti fisik dari materi yang kuantitatif mengungkapkan gagasan umum dari panas dan dingin.

Baca Juga

4. katalis yang merupakan zat dengan fungsi mempercepat laju reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri. Sebuah katalis berperan dalam reaksi tetapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk.

Katalis memiliki peluang untuk memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.

Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama: katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis heterogen adalah katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya, sedangkan katalis homogen berada dalam fase yang sama. Satu contoh sederhana untuk katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk sementara terjerat. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga akhirnya terlepas.

Pada umumnya, kalais homogen bereaksi dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu perantarakimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini merupakan skema umum reaksi katalitik, di mana C melambangkan katalisnya:

A=C>AC...(1)B+AC>AB+C

Dari rumusan tersebut dapat disimpulkan menjadi sebuah pola tersendiri, yaitu:

A+B+C>AB+C

Hal itu disebabkan oleh katalis (C) yang termakan reaksi 1, kemudian selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi 2, oleh karenanya menghasilkan rumus seperti di atas.

4. Molaritas. Pada pola ini ada banyak mol zat terlarut tiap satuan volum zat pelarut. Adapun korelasinya dengan laju reaksi adalah bahwa semakin besar molaritas suatu zat, maka semakin cepat suatu reaksi berlangsung. Dengan demikian pada molaritas yang rendah suatu reaksi akan berjalan lebih lambat daripada molaritas yang tinggi.

5. Konsentrasi. Persamaan laju reaksi selalu didefinsikan dengan bentuk konsentrasi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi, maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia, dengan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat. Jadi semakin tinggi konsentrasi, semakin cepat pula laju reaksinya.

Di dalam ilmu kimia, energi aktivasi merupakan sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Svante Arrhenius,[1] yang didefinisikan sebagai energi yang harus dilampaui agar reaksi kimia dapat terjadi. Energi aktivasi bisa juga diartikan sebagai energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi.[2] Energi aktivasi sebuah reaksi biasanya dilambangkan sebagai Ea, dengan satuan joule (J) atau kilojoule per mol (kJ/mol) atau kilokalori per mol (kkal/mol).[3]

Energi minimum yang diperlukan oleh suatu reaksi agar dapat berlangsung disebut energy…

Percikan api yang dibuat dengan memukul baja pada sepotong batu memberikan energi aktivasi untuk memulai reaksi pembakaran di Bunsen ini. Nyala api biru bertahan dengan sendirinya setelah percikan berhenti karena pembakaran nyala yang berkelanjutan sekarang menguntungkan secara energetik.

Energi aktivasi dapat dianggap sebagai besarnya penghalang potensial (kadang-kadang disebut penghalang energi) yang memisahkan minima dari energi potensial permukaan yang berkaitan dengan keadaan termodinamika awal dan akhir. Agar reaksi kimia[4] dapat berlangsung pada laju yang masuk akal, suhu sistem harus cukup tinggi sehingga terdapat sejumlah molekul dengan energi translasi yang sama dengan atau lebih besar dari energi aktivasi.

Terkadang suatu reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi yang teramat sangat besar, maka dari itu dibutuhkan suatu katalis agar reaksi dapat berlangsung dengan pasokan energi yang lebih rendah.

Persamaan Arrhenius menyediakan dasar kuantitatif bagi hubungan antara energi aktivasi dan laju ketika suatu reaksi berlangsung. Dari persamaan ini, energi aktivasi dapat dinyatakan melalui hubungan

k = A e − E a / ( R T ) {\displaystyle k=Ae^{{-E_{\textrm {a}}}/{(RT)}}}  

yang dalam persamaan ini, A adalah faktor pra-eksponensial bagi reaksi, R adalah konstanta gas semesta, T adalah suhu mutlak (biasanya dalam kelvin), dan k adalah koefisien laju reaksi. Meski nilai A tidak diketahui, Ea dapat ditentukan dari variasi dalam koefisien laju reaksi sebagai fungsi suhu (di dalam keabsahan persamaan Arrhenius).

 

Hubungan antara energi aktivasi ( E a {\displaystyle E_{\textrm {a}}}  ) dan entalpi pembentukan (ΔH) dengan dan tanpa katalis, diplot bersama koordinat reaksi. Posisi energi tertinggi (posisi puncak) mewakili keadaan transisi. Dengan katalis, energi yang dibutuhkan untuk memasuki keadaan transisi berkurang, sehingga mengurangi energi yang diperlukan untuk memulai reaksi.

Zat yang mengubah keadaan transisi untuk menurunkan energi aktivasi disebut katalis; sebuah katalis yang hanya terdiri dari protein dan (jika ada) kofaktor molekul kecil disebut enzim. Katalis meningkatkan laju reaksi tanpa dikonsumsi dalam reaksi.[5] Selain itu, katalis menurunkan energi aktivasi, tetapi tidak mengubah energi reaktan atau produk awalnya, sehingga tidak mengubah kesetimbangan.[6] Sebaliknya, energi reaktan dan energi produk tetap sama dan hanya energi aktivasi yang diubah (diturunkan).

  • Kinetika kimia
  • Suhu swasulut
  • Suhu kinetik rata-rata
  • Penerowongan kuantum
  • Teori kinetika gas

  1. ^ "Activation Energy and the Arrhenius Equation – Introductory Chemistry- 1st Canadian Edition". opentextbc.ca (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-07-08. Diakses tanggal 2018-04-05. 
  2. ^ "Activation Energy". www.chem.fsu.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-12-07. Diakses tanggal 2017-01-13. 
  3. ^ Pratt, Thomas H. "Electrostatic Ignitions of Fires and Explosions" Wiley-AIChE (15 Juli 1997) Center for Chemical Process Safety[halaman dibutuhkan]
  4. ^ Terracciano, Anthony C; De Oliveira, Samuel; Vazquez-Molina, Demetrius; Uribe-Romo, Fernando J; Vasu, Subith S; Orlovskaya, Nina (2017). "Effect of catalytically active Ce 0.8 Gd 0.2 O 1.9 coating on the heterogeneous combustion of methane within MgO stabilized ZrO 2 porous ceramics". Combustion and Flame. 180: 32. doi:10.1016/j.combustflame.2017.02.019. 
  5. ^ "General Chemistry Online: FAQ: Chemical change: What are some examples of reactions that involve catalysts?". antoine.frostburg.edu. Diakses tanggal 2017-01-13. 
  6. ^ Bui, Matthew. "The Arrhenius Law: Activation Energies". Chemistry LibreTexts. UC Davis. Diakses tanggal 17 Februari 2017. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Energi_aktivasi&oldid=19976973"