Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah

Fardu kifayah (bahasa Arab: فرض كفاية‎) adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan, tetapi bila sudah dilakukan oleh muslim yang lain maka kewajiban ini gugur. Contoh aktivitas yang tergolong fardu kifayah:

  • Menyalatkan jenazah muslim
  • Memandikan, mengkafani serta menguburkan jenazah Muslim
  • Belajar ilmu tertentu (misalnya Kedokteran, Ekonomi,dan Tajwid)
  • Jihad ibtida'i

Suatu perbuatan yang semula hukumnya fardu kifayah bisa menjadi fardu 'ain apabila perbuatan dimaksud belum dapat terlaksana dengan hanya mengandalkan sebagian dari kaum muslimin saja.[butuh rujukan]

Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fardu_kifayah&oldid=19384715"

Yuri Indri Yani, Hakmi Wahyudi, Mhd.Rafi'i Ma'arif Tarigan



Penelitian ini dilatar belakangi oleh adanya pembagian ilmu-ilmu yang terdapat dalam pendidikan agama islam seperti adanya ilmu yang fardu’ain dan fardu kifayah, sehingga dari hal ini juga berdampak pada sistem pendidikan yang ada di Indonesia seperti adanya Madrasah dan Sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang pembagian ilmu menurut pandangan Al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ ‘Ulum ad-Din, maka menurut penulis judul yang tepat dalam penelitian ini adalah “Pembagian Ilmu Menurut Al-Ghazali (Tela’ah Kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din)”.

Dilihat dari judul penelitian, maka karya ilmiah ini termasuk kedalam kategori penelitian kepustakaan (library research) dengan menggunakan teknik pengumpulan data berdasarkan dokumentasi yaitu cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis seperti tulisan, gambar, arsip, maupun buku-buku tentang pendapat toeri maupun dalil dan hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah penelitian.

Pembagian ilmu adalah hal yang sudah lama terjadi dalam dunia pendidikan Islam. Dimana banyak ahli atau pun ulama yang mengklasifikasikan ilmu tersebut berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda. Dalam Islam sendiri ilmu adalah dasar dalam beribadah sehingga mengetaui  pengertian, objek serta sumber ilmu sangat diperlukan dalam suatu pendidikan.

Dalam buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Al-Ghazali membagi ilmu ke dalam dua jenis yakni ilmu yang fardhu’ain dan ilmu yang fardhu kifayah. Ilmu fardhu ‘ain adalah ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap manusia, sedangkan ilmu yang fardhu kifayah adalah ilmu yang apabila sudah ada seseoran atau sekelompok orang yang mempelajarinya maka kewajiban ini gugur pada masyarakat lainnya dalam suatu daerah tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kitab Ihya’ ‘Ulum ad-Din, Al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua yakni ilmu yang fardu’ain dan ilmu fardu kifayah. Yang termasuk kedalam ilmu yang fardhu’ain adalah ilmu muamalah (aqidah, bebuat dan tidak berbuat) dan ilmu mukasyafah. Sedangkan ilmu yang termask kedalam ilmu fardhu kifayah adalah ilmu syari’ah dan ilmu yang bukan syari’ah (ilmu terpuji, ilmu tercela dan ilmu yang dibolehkan).



Hamdi, Ahmad Zainul. 2001. Epistemologi dalam Konstruksi Filsafat Al-Ghazali. Jumal Al-Tahrir

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumiddin, jilid 1, terjemahan. Semarang: CV As-Syifa’

al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad. 1102. Ihya’ Ulum al-Din, juz I. Beirut: Badawi Thaba’ah

Baharuddin, dkk. 2011. Dikotomi Pendidikan Islam, Historisitas dan Implikasi pada Masyarakat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya

Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Raja Grafindo Parsada

Mestika, Zed. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Bogor Indonesia.

Arikunto, Suharishimi. 1991. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Al-Zarnuji. 1984. Ta’lim al-Muta’allim thariq al-ta’allum. Beirut: Daar Ibn Kathir.


DOI: http://dx.doi.org/10.24014/af.v19i2.11338

  • There are currently no refbacks.

Editorial Office Board

Pascasarjana UIN Sultan Syarif Kasim Riau

Jl. KH. Ahmad Dahlan, No. 94 Kode Pos : 28129.

Contact Person :

Khairunnas Jamal

0823 6130 7171

  

Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah

Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah

Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah
Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah

Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah


Dibawah ini ilmu yang termasuk ke dalam hukum Fardhu Kifayah untuk dipelajari adalah

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License. View My Stats

Fardhu Ain. Foto: Unsplash

Islam adalah ajaran yang sangat kompleks serta lengkap dan mencakup segala hal yang dibutuhkan untuk membimbing manusia agar selamat di dunia dan akhirat. Sebagai pedoman hidup, Islam memiliki hukum-hukum yang bertujuan untuk mengatur hidup manusia agar tidak tersesat.

Hukum tersebut didasari oleh firman Allah SWT yang terangkum di dalam Alquran dan sabda Rasulullah dalam hadist. Hukum Islam terbagi menjadi dua macam, yaitu wajib (fardhu) dan sunah.

Mengutip buku Agar Layar Tetap Terkembang oleh Didin Hafidhuddin dan Budi Handrianto, hukum fardhu terbagi lagi menjadi dua jenis, yaitu fardhu ain dan fardhu khifayah. Dalam penjelasan di bawah ini akan dipaparkan lebih lengkap soal apa itu fardhu ain.

Pengertian dan Contoh Fardhu Ain

Fardhu Ain. Foto: Unsplash

Masih mengutip buku Agar Layar Tetap Terkembang oleh Didin Hafidhuddin dan Budi Handrianto, fardhu ain adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu yang telah memenuhi syaratnya. Jika meninggalkan hal yang hukumnya fardu ain, maka akan mendapatkan dosa.

Menurut Al Ghazali dalam buku Pemikiran-pemikiran Emas para Tokoh Pendidikan Islam oleh Yanuar Arifin, contoh ilmu yang fardhu ain adalah ilmu agama, yaitu sholat, zakat, puasa, berbakti kepada kedua orang tua, dan lain-lain.

Dijelaskan pula dalam sebuah hadist yang membahas tentang kewajiban sholat dan zakat, Rasulullah bersabda:

"Bertakwalah kepada Tuhanmu (Allah), tegakkan shalat lima waktumu, berpuasalah di bulanmu (ramadan), tunaikanlah zakat harta-hartamu, dan taatilah para pemimpinmu, niscaya kalian semua akan masuk ke dalam surga Tuhanmu." (HR. Tirmidzi dan Abu Dawud)

Perbedaan Fardhu Ain dan Fardhu Kifayah

Fardhu Ain. Foto: Unsplash

Menurut buku Oposisi Islam oleh Dr. Naveen Abdul Khalik Musthafa, perbedaan fardhu kifayah dan fardhu ain adalah terletak pada sifat pengguguran kewajibannya. Apabila sebuah kewajiban telah dilaksanakan satu orang, maka sifat wajibnya telah gugur yang berarti tidak berdosa jika tidak dilaksanakan orang lain.

Pada hukum fardhu ain, sifat wajibnya melekat pada tiap masing-masing orang dan tidak akan gugur apabila salah satu orang telah melaksanakannya. Maka dari itu, seseorang akan tetap berdosa jika tidak menjalankan kewajiban yang hukumnya fardhu ain.

Hukum fardhu kifayah adalah wajib untuk masyarakat secara keseluruhan. Contoh fardhu kifayah adalah mengurusi jenazah yang meliputi memandikan, melaksanakan sholat jenazah, dan menguburkannya.

Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan dalam buku Fikih Prioritas, fardu ain harus selalu didahulukan daripada fardu kifayah. Perintah ini didasarkan dari hadist berikut:

عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِيَّ، يَقُولُ: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Artinya: “Dari Musa bin Ulayy dari ayahnya, ia berkata: ‘saya mendengar Uqbah bin ‘Amir al-Juhany berkata: tiga waktu yang dilarang Rasulullah untuk menshalatkan dan mengubur mayat adalah waktu terbit matahari sehingga naik, waktu matahari di tengah-tengah sehingga condong dan waktu hampir terbenamnya matahari sehingga benar-benar terbenam.” (HR. Muslim).