Diantara sifat yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dari abu dzar al-ghifari adalah

Senin, 18 Oktober 2021 | 17:00 WIB

Senin, 18 Oktober 2021 | 16:00 WIB

Senin, 18 Oktober 2021 | 14:00 WIB

Rabu, 6 Oktober 2021 | 12:00 WIB

Rabu, 6 Oktober 2021 | 08:00 WIB

Rabu, 6 Oktober 2021 | 06:05 WIB

Selasa, 5 Oktober 2021 | 18:00 WIB

Selasa, 5 Oktober 2021 | 16:00 WIB

Selasa, 5 Oktober 2021 | 06:00 WIB

Senin, 4 Oktober 2021 | 19:00 WIB

Senin, 4 Oktober 2021 | 18:00 WIB

Senin, 4 Oktober 2021 | 17:00 WIB

Senin, 4 Oktober 2021 | 16:00 WIB

Senin, 4 Oktober 2021 | 11:00 WIB

Senin, 4 Oktober 2021 | 06:00 WIB

Minggu, 3 Oktober 2021 | 19:00 WIB

Minggu, 3 Oktober 2021 | 18:35 WIB

Minggu, 3 Oktober 2021 | 09:00 WIB

Sabtu, 2 Oktober 2021 | 16:00 WIB

Sabtu, 2 Oktober 2021 | 15:00 WIB


Page 2

Diantara sifat yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dari abu dzar al-ghifari adalah

Inilah hukum dan keutamaan berjamaah

Minggu, 3 Oktober 2021 | 09:00 WIB


Page 3

Diantara sifat yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dari abu dzar al-ghifari adalah

Inilah hukum dan keutamaan berjamaah

Minggu, 3 Oktober 2021 | 09:00 WIB

KETELADANAN ABDURRAHMAN BIN AUF DAN ABU DZAR AL- GHIFARI D I S U S U N OLEH : KELOMPOK 5 :         FEBI AIDHA UTAMI KHAIRUL SAHYANI BR. SAGALA MUHAMMAD HAIKAL MUHAMMAD RIFKY AZMI MUHAMMAD YOANDA AIDIL RAIHAN NAHRIZA ZAIRI SALWA FADHILLAH SYAHARANI SARA KEMENTRIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA MADRASAH ALIYAH NEGERI 2 MODEL MEDAN LOKASI HELVETIA TAHUN AJARAN 2018 – 2019 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt. Yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul: Keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari. Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memenuhi kompetensi dasar pada pembelajaran Akidah Akhlak yaitu:  Menghayati keutamaan sifat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari  Meneladani keutamaan sifat Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari  Menganalisis kisah keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari  Menceritakan kisah keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al – Ghifari Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan dan kurangnya pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan, bimbingan, maupun arahan sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik. Semoga Allah swt. Memberikan rahmat, kesehatan kepada mereka. Semoga segala bantuan yang diterima penulis dapat membuahkan kesuksesan, dan segala kebaikan yang kalian mendapat berkat dari Allah swt. Dan semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Penulis sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada Guru pembimbing dan pembaca, penulis mengharapkan saran dan kritik pembuatan makalah. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Medan, 26 Maret 2019 Penyusun DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abdurrahman bin Auf dilahirkan kira-kira sepuluh tahun setelah tahun Gajah dan termasuk orang yang terdahulu masuk Islam. Dia berhijrah sebanyak dua kali dan ikut serta dalam perang Badar dan peperangan lainnya. Saat masih jahilillah, ia bernama Abdul Ka’bah atau Abdu Amr kemudian diberi nama Abdurrahman oleh Rasulullah saw.. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zahrah. Abdurrahman bin Auf termasuk garda terdepan penerima ketauhidan yang dibawa oleh Rasulullah Saw.. Ia adalah sahabat Abu Bakar dan termasuk orang kelima yang di Islamkan olehnya. Sebagai seorang pengusaha, ia tidak apatus dengan peperangan. Ia mendapatkan 20 hujaman dan giginya rontok dalam perang Uhud. Ia menyadari, pengorbanan yang harus diberikan kepada Islam bukan hanya harta tetapi juga jiwa. Sedangkan Abu Dzar Al-Ghifari adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan keislamannya. Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar. B. Rumusan Masalah 1. Siapakah Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari ? 2. Karakter apakah yang dapat kita teladani dari keduanya ? 3. Bagaimana cara kita meneladani karakter dari keduanya ? C. Tujuan 1. Mengetahui tentang Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari 2. Mengetahui karakter yang dapat kita teladani dari keduanya 3. Mengetahui cara agar kita dapat meneladani karakter keduanya D. Manfaat Penulisan 1. Memberi pengetahuan baru tentang sahabat Rasulullah saw. 2. Memberi cakrawala baru pada kita semua perihal sejarah hidup Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari 3. Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal biografi hidup Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al-Ghifari 4. Bagi pemakalah, makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan 5. Bagi pihak lain, makalah ini sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk penelitian lebih lanjut E. Metode Penulisan Dari pembuatan dan penulisan makalah “Keteladanan Abdurrahman bin Auf dan Abu Dzar Al- Ghifari” ini, pemakalah (kelompok) menggunakan metodi studi pustaka yaitu salah satu metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis (makalah) dengan cara mengumpulkan literatur baik berasal dari berbagai buku ataupun berbagai situs di internet. Sehingga menjadi sebuah bahasan yang menarik pada makalah ini. BAB II PEMBAHASAN A. Abdurrahman bin Auf Salah seorang Sahabat Nabi saw. yang mendapat rekomendasi masuk surga adalah Abdurrahmân bin Auf bin Abdi Auf bin Abdil Harits bin Zahrah bin Kilab bin al-Qurasyi azZuhri Abu Muhammad. Dia juga salah seorang dari enam orang sahabat ra. yang ahli syura. Saat masih jahilillah, ia bernama Abdul Ka`bah atau Abdu Amr kemudian diberi nama Abdurrahman oleh Rasulullah saw.. Ibunya bernama Shafiyah. Sedangkan ayahnya bernama Auf bin Abdu Auf bin Abdul Harits bin Zahrah. Abdurrahman bin Auf (bahasa Arab: ‫عبد الرحمن بن عوف‬, lahir 10 tahun setelah Tahun Gajah – meninggal 652 pada umur 72 tahun) adalah salah seorang dari sahabat Nabi Muhammad yang terkenal. Ia adalah salah seorang dari delapan orang pertama (As-Sabiqunal Awwalun) yang menerima agama Islam, yaitu dua hari setelah Abu Bakar. Abdurrahman bin Auf berasal dari Bani Zuhrah. Salah seorang sahabat Nabi lainnya, yaitu Sa'ad bin Abi Waqqas, adalah saudara sepupunya. Abdurrahman juga adalah suami dari saudara seibu Utsman bin Affan, yaitu anak perempuan dari Urwa bint Kariz (ibu Utsman) dengan suami keduanya. Kaum muslimin pada umumnya menganggap bahwa Abdurrahman adalah salah seorang dari Sepuluh Orang yang Dijamin Masuk Surga. Saat akan berhijrah ke Madinah, seluruh kekayaan Abdurrahman bin Auf dirampas oleh penguasa kaum Quraisy, sehingga ia datang ke Madinah tanpa membawa harta sama sekali. Bayangkan betapa berbedanya orang yang awalnya memiliki harta melimpah, tiba-tiba tak memiliki apapun. Di Madinah, Rasulullah saw. mempersaudarakan orang-orang yang berhijrah (muhajirin) yang kebanyakan pedagang, dengan orang-orang asli Madinah yang mayoritas petani. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan seorang hartawan di Madinah. Dari Anas bin Malik ra., ia menyatakan bahwa Abdurrahman bin Auf pernah dipersaudarakan oleh Nabi saw. dengan Sa’ad bin Ar-Rabi’ Al-Anshari. Ketika itu Sa’ad AlAnshari memiliki dua orang istri dan memang ia terkenal sangat kaya. Lantas ia menawarkan kepada Abdurrahman bin Auf untuk berbagi dalam istri dan harta. Artinya, istri Sa’ad yang disukai oleh Abdurrahman akan diceraikan lalu diserahkan kepada Abdurrahman setelah masa iddahnya. Mendapat tawaran luar biasa ini, sikap Abdurrahman bin Auf sungguh tidak disangkasangka, ketika itu ia menjawab, “Semoga Allah memberkahimu dalam keluarga dan hartamu. Cukuplah tunjukkan kepadaku di manakah pasar.” Abdurrahman bin Auf menolak penawaran menggiurkan dari saudara Anshornya tersebut, dan lebih memilih untuk berdagang kembali dari nol. Ia memang seorang pebisnis yang handal. Dengan modal secukupnya ia berjualan keju dan minyak samin di pasar Madinah. Rasulullah saw. sangat menghargai kemandirian Abdurrahman bin Auf dalam hal ekonomi. Rasulullah bersabda, “Seorang yang mencari kayu lalu memanggulnya lebih baik daripada orang yang mengemis yang kadangkala diberi atau ditolak.” (H.R. Bukhari) Pesan ini membuat seluruh Muslimin yang ada di Madinah bangkit dan bekerja menjadi petani, pedagang, dan buruh. Tidak ada seorang pun yang menganggur Lalu, Abdurrahmân bin Auf adalah seorang Sahabat Nabi saw. yang sangat dermawan dan yang sangat memperhatikan dakwah Islam, terus memperjuangkan Islam meski dijamin masuk surga. Sebagaimana hadist riwayat Abu Dawud, Abdurrahman bin Auf adalah salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Akan tetapi, ia tetap mempertaruhkan jiwa dan raganya. Abdurrahman bin Auf pernah menjual tanahnya seharga 40 ribu dinar, kemudian membagi-bagikan uang tersebut kepada para fakir miskin bani Zuhrah, orang-orang yang membutuhkan dan kepada Ummahatul Mukminin ( para istri Nabi saw. ) Abdurrahman bin Auf di antaranya: Abdurrahman bin Auf walaupun memiliki harta yang banyak dan menginfakkanya di jalan Allah, namun dia selalu mengintrospeksi dirinya. Abdurrahman ra. pernah mengatakan : “Kami bersama Rasulullah saw. diuji dengan kesempitan, namun kami pun bisa bersabar, kemudian kami juga diuji dengan kelapangan setelah Rasulullah saw. dan kami pun tidak bisa sabar”. Suatu hari Abdurrahman ra. diberi makanan, padahal dia sedang berpuasa. Ia mengatakan, “Mush`ab bin Umair telah terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Akan tetapi ketika dia meninggal tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah (apabila kain itu ditutupkan di kepala, kakinya menjadi terlihat dan apabila kakinya ditutup dengan kain itu, kepalanya menjadi terlihat). Demikian pula dengan Hamzah, dia juga terbunuh, padahal dia lebih baik dariku. Ketika meninggal, tidak ada kafan yang menutupinya selain burdah. Aku khawatir balasan kebaikan-kebaikanku diberikan di dunia ini. Kemudian dia menangis lalu meninggalkan makanan tersebut.” Senada dengan kisah di atas, Naufal bin al-Hudzali berkata, “Dahulu Abdurrahman bin Auf ra. teman bergaul kami. Beliau adalah sebaik-baik teman. Suatu hari dia pulang ke rumahnya dan mandi. Setelah itu dia keluar, ia datang kepada kami dengan membawa wadah makanan berisi roti dan daging, dan kemudian dia menangis. Kami bertanya, “Wahai Abu Muhammad (panggilan Abdurrahman), apa yang menyebabkan kamu menangis?” Ia menjawab, “Dahulu Rasulullah saw. meninggal dunia dalam keadaan beliau dan keluarganya belum kenyang dengan roti syair. Aku tidak melihat kebaikan kita diakhirkan. Keutamaan-Keutamaan `Abdurrahmân bin Auf di antaranya: 1. Abdurrahmân bin Auf walaupun memiliki harta yang banyak dan menginfakkanya di jalan Allah, namun dia selalu mengintrospeksi dirinya. Abdurrahman ra. pernah mengatakan : “Kami bersama Rasulullah saw. diuji dengan kesempitan, namun kami pun bisa bersabar, kemudian kami juga diuji dengan kelapangan setelah Rasulullah saw. dan kami pun tidak bisa sabar” 2. Pada zaman Nabi saw., Abdurrahman bin Auf ra. pernah menyedekahkan separuh hartanya. Setelah itu dia bersedekah lagi sebanyak 40.000 dinar. Kebanyakan harta bendanya diperoleh dari hasil perdagangan 3. Ja`far bin Burqan mengatakan, “Telah sampai kabar kepadaku bahwa Abdurrahman bin Auf ra. telah memerdekakan 3000 orang Berikut adalah beberapa fakta tentang Abdurrahman bin Auf yang disarikan dari berbagai sumber: 1. Abdurrahman bin Auf termasuk sahabat yang masuk Islam sangat awal, tercatat beliau orang kedelapan yang bersyahadah 2 hari setelah Abu Bakar. 2. Abdurrahman bin Auf termasuk salah satu dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab untuk memilih khalifah sesudahnya. 3. Abdurrahman bin Auf seorang mufti yang dipercaya oleh Rasulullah saw. untuk berfatwa di Madinah padahal Rasulullah saw. masih hidup. 4. Abdurrahman bin Auf terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah saw. dan menewaskan musuh-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang Uhud dan bahkan termasuk yang bertahan di sisi Rasulullah saw. ketika tentara kaum muslimin banyak yang meninggalkan medan peperangan. Dari peperangan ini ada sembilan luka parah ditubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari. Perang ini juga menyebabkan luka dikakinya sehingga Abdurahman bin Auf harus berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cadel. 5. Suatu saat ketika Rasullullah saw. berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf menyumbang separuh hartanya yang senilai 2000 Dinar atau sekitar Rp 2.4 Milyar nilai uang saat ini (saat itu beliau ‘belum kaya’ dan hartanya baru 4000 Dinar atau Rp 4.8 Milyar). Atas sedeqah ini beliau didoakan khusus oleh Rasulullah saw. yang berbunyi, “Semoga Allah melimpahkan berkahNya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.” Doa ini kemudian benar-benar terbukti dengan kesuksesan demi kesuksesan Abdurrahman bin Auf berikutnya. 6. Ketika Rasullullah membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang lagi dilanda musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah saw., “Sepertinya Abdurrahman berdosa terhadap keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya.”Mendengar ini, Rasulullah saw. bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu?”, “Ya!” jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan.”. “Berapa?” tanya Rasulullah. “Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah,” jawabnya. 7. Setelah Rasulullah saw. wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah saw.). 8. Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. 9. Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terangterangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai ± Rp 48 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta. 10. Abdurrahman bin Auf juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 480 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang. 11. Ketika meninggal pada usia 72 tahun, Abdurrahman bin Auf masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3.000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu 1/8 ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2.560.000 Dinar atau sebesar Rp 3.072 trilyun untuk kurs uang rupiah saat tulisan ini dibuat 12. Saat pemakamannya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “Anda telah mendapat kasih sayang Allah, dan Anda telah berhasil menundukan kepalsuan dunia. B. Abu Dzar Al-Ghifari Biografi Abu Dzar berasal dari suku Ghifar (dikenal sebagai penyamun pada masa sebelum datangnya Islam). Ia memeluk Islam dengan sukarela. Ia salah seorang sahabat yang terdahulu dalam memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekah untuk menyatakan keislamannya. Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah untuk mengabarkan bahwa ia kini adalah seorang Muslim, hingga memicu kekhawatiran serta kemarahan kaum kafir Quraisy dan membuatnya menjadi bulan - bulanan kaum Quraisy. Berkat pertolongan Abbas bin Abdul Muthalib, ia selamat dan suku Quraisy membebaskannya setelah mereka mengetahui bahwa orang yang dipukuli berasal dari suku Ghifar. Ia mengikuti hampir seluruh pertempuranpertempuran selama Nabi Muhammad hidup. Orang-orang yang masuk Islam melalui dia, adalah : Ali-al-Ghifari, Anis al-Ghifari, Ramlah al-Ghifariyah. Dia dikenal sangat setia kepada Rasulullah. Kesetiaan itu misalnya dibuktikan sosok sederhana ini dalam satu perjalanan pasukan Muslim menuju medan Perang Tabuk melawan kekaisaran Bizantium. Karena keledainya lemah, ia rela berjalan kaki seraya memikul bawaannya. Saat itu sedang terjadi puncak musim panas yang sangat menyayat. Dia keletihan dan roboh di hadapan Nabi SAW. Namun Rasulullah heran kantong airnya masih penuh. Setelah ditanya mengapa dia tidak minum airnya, tokoh yang juga kerap mengkritik penguasa semena-mena ini mengatakan, "Di perjalanan saya temukan mata air. Saya minum air itu sedikit dan saya merasakan nikmat. Setelah itu, saya bersumpah tak akan minum air itu lagi sebelum Nabi SAW meminumnya." Dengan rasa haru, Rasulullah berujar, "Engkau datang sendirian, engkau hidup sendirian, dan engkau akan meninggal dalam kesendirian. Tapi serombongan orang dari Irak yang saleh kelak akan mengurus pemakamanmu." Abu Dzar Al Ghifary, sahabat setia Rasulullah itu, mengabdikan sepanjang hidupnya untuk Islam. Sebelum Masuk Islam Tidak diketahui pasti kapan Abb Dzar lahir. Sejarah hanya mencatat, ia lahir dan tinggal dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam masa lalu Abizar tak lepas dari keberadaan keluarganya. Abu Dzar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok besar Al Ghiffar saat itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai tujuan sebagai profesi keseharian. Itu sebabnya, Abu Dzar yang semula bernama Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melakukan aksi teror di negeri-negeri di sekitarnya. Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik. Kerusakan dan derita korban yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik balik dalam perjalanan hidupnya: Insyaf dan berhenti dari aksi jahatnya tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala perbuatan jahatnya itu, tetapi juga mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan amarah besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya. Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abu Dzar dalam mencari kebenaran. Di Nejed Atas, Abu Dzar tak lama tinggal, sekalipun banyak ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak jarang mendapat tentangan dari masyarakat setempat. Masuk Islam Mendengar datangnya agama Islam, Abu Dzar pun berpikir tentang agama baru ini. Saat itu, ajaran Nabi Muhammad ini telah mulai mengguncangkan kota Mekkah dan membangkitkan gelombang kemarahan di seluruh Jazirah Arab. Abu Dzar yang telah lama merindukan kebenaran, langsung tertarik kepada Rasulullah, dan ingin bertemu dengan Nabi SAW. Ia pergi ke Mekkah, dan sekali-sekali mengunjungi Ka'bah. Sebulan lebih lamanya ia mempelajari dengan saksama perbuatan dan ajaran Nabi. Waktu itu masyarakat kota Mekkah dalam suasana saling bermusuhan. Demikian halnya dengan Ka'bah yang masih dipenuhi berhala dan sering dikunjungi para penyembah berhala dari suku Quraisy, sehingga menjadi tempat pertemuan yang populer. Nabi juga datang ke sana untuk salat. Seperti yang diharapkan sejak lama, Abu Dzar berkesempatan bertemu dengan Nabi. Dan pada saat itulah ia memeluk agama Islam, dan kemudian menjadi salah seorang pejuang paling gigih dan berani. Bahkan sebelum masuk Islam, ia sudah mulai menentang pemujaan berhala. Dia berkata: "Saya sudah terbiasa bersembahyang sejak tiga tahun sebelum mendapat kehormatan melihat Nabi Besar Islam." Sejak saat itu, Abu Dzar membaktikan dirinya kepada agama Islam. Kisah masuk Islamnya Abu Dzar Al-Ghifari Diceritakan oleh (Abu Jamra): Ibnu Abbas r.a. berkata pada kami: Maukah kalian aku ceritakan kisah tentang masuk Islamnya Abu Żar? Kami menjawab: "Ya" Abu Żar berkata, "Aku adalah seorang pria dari kabilah Gifar, Kami mendengar bahwa ada seseorang mengaku nabi di Mekkah. Aku bilang pada seorang saudaraku, 'Pergilah temui orang itu, bicaralah dengannya lalu kabarkanlah beritanya padaku'. Dia pergi menjumpainya dan kembali. Aku bertanya padanya, 'Ada kabar apa yang kau bawa?', Dia berkata, 'Demi Allah, aku melihat seorang pria mengajak pada hal-hal yang baik dan melarang hal-hal yang buruk', Aku berkata padanya, 'Kamu tidak memuaskan keingintahuanku dengan keterangan yang hanya sedikit itu' . Aku mengambil kantung air dan tongkat lalu pergi menuju Mekkah. Aku tak tahu siapa dan seperti apa nabi itu, dan aku pun tak mau menanyakan hal itu pada siapapun. Aku terus minum air zam-zam dan terus berdiam diri di sekitar Ka'bah. Lalu Ali lewat didepanku, dia bertanya, 'Sepertinya anda orang asing di sini? 'Aku jawab 'Ya'. Dia mengajakku ke rumahnya, aku lalu mengikutinya. Dia tidak menanyakan apa pun padaku, Aku pun tidak mengatakan apa-apa padanya. Besok paginya aku pergi lagi ke Ka'bah untuk menanyakan perihal nabi itu pada orangorang di sana, tetapi tak seorang pun mengatakan sesuatu tentangnya. Ali kembali lewat di hadapanku dan bertanya, 'Adakah seseorang yang belum juga menemukan tempat tinggalnya?', Aku bilang,'Tidak'. Dia berkata, 'Kemari mendekatlah padaku'. Lalu dia bertanya, 'Anda punya urusan apa di sini? Apa yang membuat Anda datang ke kota ini?'. Aku bilang kepadanya, 'Jika kamu bisa menjaga rahasiaku, maka aku akan mengatakannya ', Dia menjawab, 'Akan aku lakukan'. Aku berkata padanya, 'Kami mendengar bahwa ada seseorang di kota ini mengaku dirinya nabi... Aku lalu mengutus seorang saudaraku untuk bicara dengannya dan waktu dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskan. Jadi, aku berpikir untuk bertemu dengannya secara langsung'. Ali berkata, 'Tercapailah sudah tujuanmu, Aku mau menemui dia sekarang. Jadi, ikutlah aku. Bila aku masuk ke suatu tempat, masuklah setelahku. Jika aku menjumpai seseorang yang mungkin akan menyusahkanmu, aku akan berdiri di dekat tembok berpurapura memperbaiki sepatuku (sebagai tanda peringatan) bahwa anda harus segera pergi'. Kemudian Ali berjalan dan aku mengikutinya sampai dia masuk ke suatu tempat dan aku masuk dengannya menemui sang nabi yang padanya aku berkata, 'Terangkanlah hakikat Islam itu kepadaku'. Waktu dia menjelaskannya, aku langsung menyatakan masuk Islam seketika itu juga. Nabi bersabda,'Wahai Abu Żar, simpanlah perkataanmu itu sebagai rahasiamu dan pulanglah ke daerah asalmu dan apabila kamu mendengar kabar tentang kemenangan kami, kembalilah temuilah kami'. Aku berkata, 'Demi Dia Yang telah mengutus engkau dalam kebenaran, aku akan mengumumkan keislamanku secara terang-terangan di hadapan mereka (kaum musyrikin)'. Abu Żar pergi ke Ka'bah di mana banyak orang-orang Quraisy berkumpul, lalu berseru 'Hai, Kalian orang-orang Quraish! Aku bersaksi (Asyhadu a lâ ilâha ill-Allah wa asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluhu) Tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi Muhammad itu hamba dan rasul Allah!'. (Mendengar hal itu) Orang-orang Quraisy itu berteriak, 'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)! Mereka bangkit lalu memukuliku sampai hampir mati. Al Abbas melihatku lalu menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku. Lalu dia menghadapi mereka dan berkata, 'Ada apa dengan kalian ini! Apakah kalian mau membunuh seorang dari kabilah Gifar? Padahal selama ini kalian berdagang dan berkomunikasi dengan dunia luar melewati daerah kekuasaan mereka?!'. Mereka lalu meninggalkanku... Besok paginya aku kembali ke Kakbah dan berseru sama persis seperti yang aku lakukan kemarin, mereka kembali berteriak, 'Tangkap Sâbi itu (Muslim itu)!'. Lalu aku dipukuli (sampai hampir mati) sama seperti kemarin, dan kembali Al Abbas menghampiri diriku dan menabrakkan badannya ke badanku untuk melindungiku, dan dia berkata pada mereka sama seperti yang dia lakukan kemarin. Begitulah kisah tentang masuk Islamnya Abu Żar r.a.. Menjadi Sahabat Nabi Mendapat kepercayaan Nabi saw., Abizar ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya. Meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya, misi Abizar tergolong sukses. Bukan hanya ibu dan saudara-saudaranya, hampir seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diislamkan. Itu pula yang mencatatkan dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama dan terkemuka. Rasulullah sendiri sangat menghargainya. Ketika dia meninggalkan Madinah untuk terjun dalam "Perang pakaian compang-camping", dia diangkat sebagai imam dan administrator kota itu. Saat akan meninggal dunia, Nabi memanggil Abizar. Sambil memeluknya, Rasulullah berkata: "Abizar akan tetap sama sepanjang hidupnya." Ucapan Nabi ternyata benar, Abizar tetap dalam kesederhanaan dan sangat saleh. Seumur hidupnya ia mencela sikap hidup kaum kapitalis, terutama pada masa khalifah ketiga, Usman bin Affan, ketika kaum Quraisy hidup dalam gelimangan harta. Bagi Abizar, masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu sebabnya, hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip egaliter Islam. Penafsirannya mengenai "Ayat Kanz" (tentang pemusatan kekayaan), dalam surah Attaubah, menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan Usman, khalifah ketiga. "Mereka yang suka sekali menumpuk emas dan perak dan tidak memanfaatkannya di jalan Allah, beritahukan mereka bahwa hukuman yang sangat mengerikan akan mereka terima. Pada hari itu, kening, samping dan punggung mereka akan dicap dengan emas dan perak yang dibakar sampai merah, panasnya sangat tinggi, dan tertulis: Inilah apa yang telah engkau kumpulkan untuk keuntunganmu. Sekarang rasakan hasil yang telah engkau himpun." Atas dasar pemahamannya inilah, Abizar menentang keras ide menumpuk harta kekayaan dan menganggapnya sebagai bertentangan dengan semangat Islam. Soal ini, sedikit pun Abizar tak mau kompromi dengan kapitalisme di kalangan kaum muslimin di Syria yang diperintah Muawiyah, saat itu. Menurutnya, sebagaimana dikutip dalam buku Tokoh-tokoh Islam yang Diabadikan Alquran, merupakan kewajiban Muslim sejati menyalurkan kelebihan hartanya kepada saudara-saudaranya yang miskin. Untuk memperkuat pendapatnya itu, Abizar mengutip peristiwa masa Nabi: "Suatu hari, ketika Nabi Besar sedang berjalan bersama-sama Abizar, terlihat pegunungan Ohad. Nabi berkata kepada Abizar, 'Jika aku mempunyai emas seberat pegunungan yang jauh itu, aku tidak perlu melihatnya dan memilikinya kecuali bila diharuskan membayar utangutangku. Sisanya akan aku bagi-bagikan kepada hamba Allah'. Pelayan Duafa dan Pelurus Penguasa Semasa hidupnya, Abizar Al Gifari sangat dikenal sebagai penyayang kaum dhuafa. Kepedulian terhadap golongan fakir ini bahkan menjadi sikap hidup dan kepribadian Abizar. Sudah menjadi kebiasaan penduduk Giffar pada masa jahiliah merampok kafilah yang lewat. Abizar sendiri, ketika belum masuk Islam, kerap kali merampok orang-rang kaya. Namun hasilnya dibagi-bagikan kepada kaum duafa. Kebiasaan itu berhenti begitu menyatakan diri masuk agama terakhir ini. Prinsip hidup sederhana dan peduli terhadap kaum miskin itu tetap ia pegang di tempat barunya, di Syria. Namun di tempat baru ini, ia menyaksikan gubernur Muawiyah hidup bermewah-mewah. Ia malahan memusatkan kekuasaannya dengan bantuan kelas yang mendapat hak istimewa, dan dengan itu mereka telah menumpuk harta secara besar-besaran. Ajaran egaliter Abizar membangkitkan massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu. Keteguhan prinsipnya itu membuat Abizar sebagai 'duri dalam daging' bagi penguasa setempat. Ketika Muawiyah membangun istana hijaunya, Al Khizra, salah satu ahlus shuffah (sahabat Nabi SAW yang tinggal di serambi Masjid Nabawi) ini mengkritik khalifah, "Kalau Anda membangun istana ini dari uang negara, berarti Anda telah menyalahgunakan uang negara. Kalau Anda membangunnya dengan uang Anda sendiri, berarti Anda melakukan 'israf' (pemborosan)." Muawiyah hanya terpesona dan tidak menjawab peringatan itu. Muawiyah berusaha keras agar Abizar tidak meneruskan ajarannya. Tapi penganjur egaliterisme itu tetap pada prinsipnya. Muawiyah kemudian mengatur sebuah diskusi antara Abizar dan ahli-ahli agama. Sayang, pendapat para ahli itu tidak memengaruhinya. Muawiyah melarang rakyat berhubungan atau mendengarkan pengajaran salah satu sahabat yang ikut dalam penaklukan Mesir, pada masa khalifah Umar bin Khattab ini. Kendati demikian, rakyat tetap berduyun-duyun meminta nasihatnya. Akhirnya Muawiyah mengadu kepada khalifah Usman. Ia mengatakan bahwa Abizar mengajarkan kebencian kelas di Syria, hal yang dianggapnya dapat membawa akibat yang serius. Keberanian dan ketegasan sikap Abizar ini mengilhami tokoh-tokoh besar selanjutnya, seperti Hasan Basri, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan lainnya. Karena itulah, tak berlebihan jika sahabat Ali Ra, pernah berkata: "Saat ini, tidak ada satu orang pun di dunia, kecuali Abuzar, yang tidak takut kepada semburan tuduhan yang diucapkan oleh penjahat agama, bahkan saya sendiri pun bukan yang terkecuali." Keteladanan Abu Dzar Al- Ghifari a. Keteladanan dalam kehidupan berkeluarga Dalam kehidupan berkeluarga, Abu Dzar adalah anak yang sayang pada ibu dan saudara laki laki nya. Ketika ia mulai tersadar bahwa mnjadi perampok itu membuat orang lain sengsara, akhirnya ia memutuskan untuk pindah dari tempat tinnggalnya. Bersama ibu dan saudara laki-lakinya,anis al-ghifari,abu dzar hijrah ke nejed atas,arab saudi. Ini merupakan hijrah pertama abu dzar dalam mencari kebenaran. Kemudian ia berkelana kesemua plosok negeri dn akhirnya bertemu rasulullah saw,kemudian menyatakan islam serta berjuang dijalan allah swt. Ketika akan wafat pun ia sangat sayang kepada istri dan anaknya,melarang mereka untuk menangisi dan bersedih melepasnya menghadapi sakaratul maut,karna setiap orang akan mengalaminya. b. Keteladanan dalam kehidupan sosial masyarakat Abu dzar adalah sosok yang sederhana dan terkenal dengan sikap yang sayang terhadap dhuafa. Seperti robin hood, nnamu versi arab. Sebelum ia masuk islam ia erap merampokalifah aya yang llewat dan membagikan hasil hasilnya kepada kaum dhuafa. Kebiasaan itu berhenti saat ia masuk islam. Saat ia masuk isam dan hidup di syria pun i tetap sederhana. Pada masa itu dipimpin oleh gubernur muawiyah yang hidup bermewah mewah. Atas ajaran egaliter Abu Dzar membangkitkan para massa melawan penguasa dan kaum borjuis itu. keteguhan prinsipnya yang sederhana bak “duri dalam daging” bagi pejabat setempat. c. Keteladanan dalam menggerakkan dakwah. Abu Dzar adalah sosok yang berpengaruh. Ketia Ia berbicara maka semua orang aan mendengarkan, mematuhi jika benar, dan sulit jika membantah. Ucapannya selalu dianggap oleh orang lain.ia mengislaman semua suku Ghifar dan Aslam Selain kesederhanaan yang menjadi prinsip utamanya, keberanian dengan kebenaran juga pedoman yang teguh dipegangnya. Jika benar bathinnya, maka benar pula lahirnya. Benar akidahnya, maka benar pula ucapannya. Kebenaran bukan dengan cara diam. Kebenaran harus diungkapkan. Menyatakan yang hak dan menenang yang bathil, menyokong yang benar dan meniadakan yang salah. Refleksi Kisah Abu Dzar Al-Ghifari Mendapat kepercayaan nabi Muhammad Saw,Abu ditugaskan mengajarkan Islam di kalangan sukunya.meskipun tak sedikit rintangan yang dihadapinya,misi abu Dzar tergolong sukses.bukan hanya ibu dan saudara-saudara nya,hampir seluruh sukunya yang suka merampok berhasil diislamkan,itu pula yang mencatat dirinya sebagai salah seorang penyiar Islam fase pertama dan terkemuka. Bagi abu Dzar masalah prinsip adalah masalah yang tak bisa ditawar-tawar. Itu sebabnya hartawan yang dermawan ini gigih mempertahankan prinsip Egaliter Islam. Penafsirannya mengenai "AYAT KANZ" (tentang pemusatan kekayaan) dalam surah atTaubah menimbulkan pertentangan pada masa pemerintahan Ustman bin Affan ra..khalifah ketiga. Cara Meneladani Karakter Abu Dzar Al-Ghifari 1. Berusahalah untuk memiliki sifat pemberani dalam menegakkan keberanian,kapanpun,dimanapun,dan berhadapan dgn siapapun harus mengedepankan sifat pemberani 2. Selalu mengedepankan sikap hidup sederhana dalam menegakkan prinsip kebenaran dan memiliki kegigihan dalam menegakkan keadilan. 3. Suka memberi dan berderma kepada orang lain yang membutuhkan 4. Menyiapkan mental agar selalu pantang menyerah dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang tidak mudah putus asa dalam menjalani ujian serta cobaan hidup.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan