Demokrasi Terpimpin yang tidak sesuai dengan UUD 1945 adalah

B. Konsep Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin merupakan gagasan pembaruan pada kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan tersebut dikenal juga sebagai Konsepri Presiden 1957. Dalam konsep demokrasi terpimpin terdapat dua pokok pemikiran, antara lain:

  • Berlakunya pembaruan struktur politik di sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.
  • Pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya.

C. Tujuan Demokrasi Terpimpin 

Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem demokrasi terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Sayangnya, dalam pelaksanaan demokrasi ini terjadi beberapa pelanggaran dari UUD 1945. Bahkan, sistem ini mulai ditinggalkan setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya pengaruh dan kekuasaan Presiden Soekarno.

D. Penyelewengan Demokrasi Terpimpin

Ide Demokrasi Terpimpin digagas oleh Presiden Sukarno sejak awal tahun 1957 dan kemudian dijelaskan dalam Sidang Konstituante tanggal 22 April 1957. Tujuan dari sistem demokrasi terpimpin adalah sebagai suatu sistem pemerintahan yang dilakukan berdasarkan UUD 1945. Sayangnya, tujuan tersebut tidak tercapai. Bahkan, sistem ini justru mengarah pada pemusatan kekuasaan dalam satu tangan, tidak mengindahkan quorum dan oposisi, serta tidak menghendaki pemungutan suara.

Baca Juga: Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku secara Universal

Sejak demokrasi terpimpin berlaku, Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan diganti dengan DPR Gotong Royong yang anggota-anggotanya dipilih dan diangkat sendiri oleh presiden. Selain itu, Presiden juga memilih sendiri dalam pembentukan dan penyusunan lembaga-lembaga negara tertinggi lainnya, seperti MPRS dan DPAS. Hal tersebut dikutip dari tulisan bertajuk "Rantjangan Pendjelasan Pelengkap Undang-Undang Dasar 1945" yang terhimpun dalam Buletin MPRS (1967). Dari hal tersebut dalam dilihat terjadinya penyelewengan oleh Presiden dari ketentuan UUD 1945.

Praktik dari pemerintah demokrasi terpimpin cenderung menjadi sentralistik dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Presiden menjadi pusat dari semua keputusan dan membuat posisi presiden sangat kuat dan berkuasa.

E. Kelemahan Demokrasi Terpimpin di Indonesia


Page 2

Demokrasi terpimpin dinilai tidak cocok untuk pemerintahan Indonesia karena memiliki beberapa kelemahan. Berikut kelemahan-kelemahan dari demokrasi terpimpin.

  1. Sistem Kepartaian Berkurang

Partai politik yang menjadi dominan pada demokrasi liberal dan untuk mempersiapkan diri dalam mengisi jabatan politik di pemerintahan hanya dijadikan sebagai elemen penopang dari tarik ulur kekuatan. Lembaga yang saling berselisih adalah kepresidenan, TNI-AD, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

  1. Lembaga Legislatif Melemah

Lembaga legislatif sejak dibentuknya DPR Gotong-Royong (DPR-GR) melemah. Hal ini disebabkan, lembaga tersebut hanya dijadikan instrumen politik lembaga kepresidenan.

  1. Hak Dasar Manusia Sangat Lemah

Karena terjadi sentralisasi kepemimpinan di tangan presiden saat itu, presiden dengan mudah untuk menyingkirkan politiknya yang tidak sesuai dengan kebijakan atau pihak yang menentang. Bahkan, lawan politik menjadi tahanan.

  1. Puncak Anti-Kebebasan Pers

Pemerintah mempersulit kebebasan pers dengan melarang terbitnya beberapa surat kabar, seperti Harian Abadi dari Masyumi dan Harian Pedoman dari PSI (Partai Sosialis Indonesia).

  1. Otonomi Daerah Sangat Terbatas

Sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses hubungan antara pemerintah pusat dan daerah membatasi adanya otonomi daerah.

Berikut penjelasan tentang demokrasi terpimpin pada masa pemerintahan Presiden Soekarno (1959-1965). Secara singkat, materi ini dapat diringkas menjadi beberapa hal, yaitu:

  1. Demokrasi terpimpin menggantikan demokrasi liberal yang ditandai dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
  2. Demokrasi terpimpin (1959-1965) tidak sesuai dengan UUD 1945 dengan membubarkan hasil pemilihan DPR tahun 1950 dan membentuk DPR-GR.


Page 3

B. Konsep Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin merupakan gagasan pembaruan pada kehidupan politik, sosial, dan ekonomi. Gagasan tersebut dikenal juga sebagai Konsepri Presiden 1957. Dalam konsep demokrasi terpimpin terdapat dua pokok pemikiran, antara lain:

  • Berlakunya pembaruan struktur politik di sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang.
  • Pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat, yang terdiri atas wakil partai politik dan kekuatan golongan politik baru atau golongan fungsional alias golongan karya.

C. Tujuan Demokrasi Terpimpin 

Sejak dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem demokrasi terpimpin bertujuan untuk menata kembali kehidupan politik serta pemerintahan berdasarkan UUD 1945. Sayangnya, dalam pelaksanaan demokrasi ini terjadi beberapa pelanggaran dari UUD 1945. Bahkan, sistem ini mulai ditinggalkan setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang menjadi awal melemahnya pengaruh dan kekuasaan Presiden Soekarno.

D. Penyelewengan Demokrasi Terpimpin

Ide Demokrasi Terpimpin digagas oleh Presiden Sukarno sejak awal tahun 1957 dan kemudian dijelaskan dalam Sidang Konstituante tanggal 22 April 1957. Tujuan dari sistem demokrasi terpimpin adalah sebagai suatu sistem pemerintahan yang dilakukan berdasarkan UUD 1945. Sayangnya, tujuan tersebut tidak tercapai. Bahkan, sistem ini justru mengarah pada pemusatan kekuasaan dalam satu tangan, tidak mengindahkan quorum dan oposisi, serta tidak menghendaki pemungutan suara.

Baca Juga: Prinsip-Prinsip Demokrasi yang Berlaku secara Universal

Sejak demokrasi terpimpin berlaku, Presiden membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan diganti dengan DPR Gotong Royong yang anggota-anggotanya dipilih dan diangkat sendiri oleh presiden. Selain itu, Presiden juga memilih sendiri dalam pembentukan dan penyusunan lembaga-lembaga negara tertinggi lainnya, seperti MPRS dan DPAS. Hal tersebut dikutip dari tulisan bertajuk "Rantjangan Pendjelasan Pelengkap Undang-Undang Dasar 1945" yang terhimpun dalam Buletin MPRS (1967). Dari hal tersebut dalam dilihat terjadinya penyelewengan oleh Presiden dari ketentuan UUD 1945.

Praktik dari pemerintah demokrasi terpimpin cenderung menjadi sentralistik dan tidak sesuai dengan UUD 1945. Presiden menjadi pusat dari semua keputusan dan membuat posisi presiden sangat kuat dan berkuasa.

E. Kelemahan Demokrasi Terpimpin di Indonesia

KETIKA Konstituante hasil Pemilu 1955 tidak berhasil membentuk undang-undang dasar negara, kondisi ketatanegaraan menjadi vakum dan stagnan. Lobi intensif yang dilakukan Presiden dan Wakil Presiden kepada ketua-ketua partai politik ternyata tidak dapat mencairkan situasi karena partai-partai politik berkukuh kepada pendapat masing-masing. Masalah yang menjadi penyebab ialah persoalan klasik yang muncul kembali, yakni pilihan antara bentuk negara kebangsaan atau negara agama dalam hal ini negara Islam.

Masalah tersebut sebenarnya sudah selesai tuntas sedemikian rupa sehingga RI sudah mempunyai UUD 45 yang diresmikan pada 18 Agustus 1945. Di Konstituante partai-partai pengusung pemilu terbelah menjadi dua kubu; kubu kebangsaan didukung antara lain PNI Front Marhaenis, PKI, IPKI, Partai Katolik, dan Partindo. Kubu negara Islam didukung partai-partai Masyumi, Nahdlatul Ulama, PSII, dan Perti.

Dalam proses voting hasilnya juga tidak ada yang memenuhi persyaratan, yaitu kemenangan yang diperoleh kubu kebangsaan sangat tipis dengan perolehan suara kubu negara Islam sehingga selalu terjadi deadlock. Kondisi itu berlarut-larut sehingga terjadinya gerakan separatisme PRRI/Permesta yang membuat Presiden harus mengumumkan negara dalam keadaan bahaya (SOB). Dengan adanya kondisi demikian, akhirnya Bung Karno mengambil keputusan karena kebuntuan tersebut harus segera dipecahkan. Jalan satu-satunya ialah dengan melakukan dekrit presiden untuk kembali kepada UUD 1945 (UUD 18/8/1945). Dengan dukungan penuh dari TNI dan Polri, Presiden pada 5 Juli 1959 mengeluarkan dekrit untuk kembali ke UUD Revolusi, yaitu UUD 1945.

Isi lengkap dekrit presiden ialah 'KAMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA/PANGLIMA TERTINGGI ANGKATAN PERANG

1. Menetapkan pembubaran Konstituante, 2. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai hari tanggal penetapan dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar Sementara, 3. Pembentukan Madjelis Permusjawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1959

Atas nama Rakyat Indonesia

Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang

SOEKARNO'.

Dekrit itu tercantum dalam pidato kenegaraan 17 Agustus di Istana Merdeka dengan judul Penemuan kembali Revolusi Kita. Langkah lanjut yang diambil Presiden untuk mengonsolidasi situasi setelah adanya dekrit yang ternyata didukung sebagian besar rakyat, bahkan oleh partai-partai Islam seperti Nahdlatul Ulama dan PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) yang tadinya berada di kubu negara Islam. Bung Karno memberlakukan sistem demokrasi Indonesia, yaitu demokrasi terpimpin.

Demokrasi terpimpin pada mulanya banyak mendapatkan penolakan dan kritik-kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama politikus-politikus yang beraliran demokrasi liberal. Itu disebabkan mereka menganggap sistem demokrasi terpimpin bersifat diktator dan otoriter serta melanggar ketentuan UUD 1945. Sebaliknya kalangan-kalangan yang setuju kepada pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin melihat dari sudut perlunya ada kepemimpinan yang kuat di dalam sistem 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan'.

Demokrasi terpimpin menurut Bung Karno

Bung Karno menghadapi kritik-kritik yang timbul saat mula-mula sistem demokrasi terpimpin dilaksanakan di Indonesia. Ia memberikan penjelasan terperinci untuk meluruskan pemikiran-pemikiran yang salah tersebut dalam suatu kursus yang bersifat khusus, mengenai Pancasila dan demokrasi terpimpin di Istana Negara yang kemudian dibukukan dengan judul Pancasila sebagai Dasar Negara. Dalam bab Demokrasi Terpimpin, Bung Karno menjelaskan bahwa demokrasi terpimpin adalah tetap demokrasi (kerakyatan) bukan diktator atau otoriter walaupun merupakan antitesis dari sistem demokrasi liberal 50% + 1 suara.

Bung Karno mengibaratkan pelaksanaan demokrasi terpimpin laksana sebuah orkestra yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok. Ada kelompok pemain biola, ada kelompok perkusi, ada kelompok alat tiup (brass section), dan bahkan ada kelompok paduan suara (choir). Hal itu mengilustrasikan adanya kelompok-kelompok di masyarakat luas; ada kaum buruh, tani, pedagang, bahkan TNI dan Polri. Mereka itu dalam membawakan sebuah lagu harus mengikuti apa yang disebut partitur. Partitur itu dalam ketatanegaraan merupakan GBHN dan rencana pembangunan delapan tahun (plan delapan tahun) yang dibuat Depernas (Dewan Perancang Nasional). Walaupun sudah ada partitur, orkestra tersebut belum dapat berfungsi dengan baik dan harmonis bila tidak ada seorang konduktor yang memimpin. Dengan adanya seorang pemimpin (konduktor) yang memimpin, barulah orkestra tadi dapat berjalan dengan harmonis melagukan lagu Tanah Airku Indonesia, misalnya.

Demokrasi terpimpin di mancanegara

Bila kita perhatikan di berbagai negara di dunia, terutama yang oleh Bung Karno dikategorikan sebagai the new emerging forces, sistem demokrasinya yang mereka anut ialah identik dengan demokrasi terpimpin. Tiongkok, misalnya, ketika mula-mula berdiri pada 1948 dipimpin Mao Zedong, demokrasi yang mereka anut ialah benar-benar demokrasi sentralistis yang mengikuti prinsip-prinsip marxis-leninisme ala di Uni Soviet, bahkan stalinisme yang sangat doktriner.

Akan tetapi, dalam perjalanan ke depannya sistem tersebut tidak dapat membuat Tiongkok mencapai masyarakat sosialisme sebagai langkah awal menuju masyarakat komunis. Apalagi Mao membuat langkah yang amat keliru dengan mengadakan Revolusi Kerajaan yang menghancurkan sendi-sendi kepribadian Tiongkok yang sudah berlangsung beribu-ribu tahun. Beruntung setelah Mao wafat; Deng Xiaoping dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan tadi terutama di bidang sistem ekonomi.

Sistem ekonomi klasik dari negara-negara komunis, yaitu sistem ekonomi sektor negara, dirombak Deng dengan menganut sistem ekonomi kombinasi antara ekonomi sektor negara dan pasar bebas. Dengan perubahan itu, Tiongkok berhasil mengadakan lompatan besar untuk terselenggaranya prinsip-prinsip sosialisme yang jauh berbeda dengan sosialisme Uni Soviet. Prinsip-prinsip tersebut tetap dilaksanakan dan disempurnakan Xi Jinping saat ini. Pola ekonomi baru tersebut membawa perubahan pada sistem demokrasi di sana menjadi ideologinya demokrasi terpimpin ala Tiongkok. Hal itu tecermin pada struktur negara dengan PKT (Partai Komunis Tiongkok/China) menjadi pemimpin dari empat partai lain yang tetap diakui keberadaannya, yaitu Partai Kuomintang, Partai Buruh, dan dua partai lainnya.

Tiongkok melepaskan sistem partai tunggal (partai negara) seperti Uni Soviet sebelum glasnost & perestroika. Hal itu menunjukkan dengan jelas dilaksanakannya demokrasi terpimpin dalam sistem kenegaraan Tiongkok saat ini dan membuat menjadi suatu negara adidaya yang disegani di mancanegara, terlebih-lebih di bidang ekonomi, pertahanan, sosial, dan budaya.

Contoh lain ialah Korea Utara yang dahulunya di bawah kepemimpinan Kim Il-sung masih merupakan negara miskin, terbelakang, dan berpegang pada dalil-dalil politik leninisme yang ortodoks. Bapak pendiri bangsa Korea Utara itu kemudian merombak secara mendasar doktrin komunis dan digantikan dengan pikiran-pikiran Kim Il-sung yang dirangkum dalam Ide Juche (Juche Idea).

Intisari Ide Juche bila kita perhatikan dengan saksama mirip dengan Trisakti Tavip dari Bung Karno, yaitu 1. Berdaulat di dalam politik, 2. Berdikari dalam bidang ekonomi, 3. Berkepribadian dalam Kebudayaan.

Namun, itu disesuaikan dengan situasi kondisi Korea Utara. Pelaksanaan doktrin diktator proletariat diubah/diganti dengan diktator kelas pekerja yang dalam organisasinya mengadopsi sistem demokrasi terpimpin. Contoh lain ialah Turki yang melaksanakan pemisahan tegas antara masalah agama dan masalah negara oleh Mustafa Kemal Ataturk. Ia berprinsip agama harus dipisahkan dari negara karena menginginkan Islam tidak sekadar menjadi agama memutar tasbih di masjid, tetapi harus menjadi agama yang berkembang secara merdeka.

Di era Presiden Erdogan saat ini Turki tetap melaksanakan ide sosial politik dari Mustafa Kemal Ataturk, antara lain pelaksanaan sistem demokrasi dengan pimpinan yang terkesan amat ketat dan keras sehingga banyak dikritik berbagai pihak, termasuk di dalam negeri.

Penutup

Yang menjadi pertanyaan sangat mendasar bagi kita kaum patriotik ialah apakah dengan menjalankan sistem demokrasi Barat liberal kapitalistis 50% +1 suara, Indonesia dapat melompat ke depan dan menyelenggarakan keadilan sosial bagi seluruh bangsa dan rakyat Indonesia (sosialisme religius)? Mustahil. Kita segera harus melaksanakan revolusi mental untuk kembali melaksanakan demokrasi terpimpin di NKRI agar dapat melaksanakan lompatan maju ke depan sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.