Dan apa indikator suatu konstitusi dikatakan memiliki sifat rigid atau fleksibel jelaskan

Konstitusi mrupakan sesuatu yang penting bagi setiap bangsa, banyak yang harus dibahas dalam konstitusi antara lain, pengertian konstitusi, kedudukan konstitusi, sifat konstitusi, unsur-unsur konstitusi, tujuan konstitusi dan lain-lain. Dalam pembahasan kali ini akan dibahas mengenai sifat konstitusi.

Pengertian Konstitusi

Konstitusi bersumber dari kata Constitution (Eng), Constitutie (Ned), serta Constituer (Fra) yang memiliki arti membentuk, menyusun ataupun menyatakan. Di negara Indonesia istilah konstitusi disamakan dengan UUD.

Konstitusi digambarkan sebagai semua struktur ketatanegaraan negara yang berupa gabungan dari hukum-hukum yang membentuk, memerintah serta mengatur negara dengan baik dalam bentu tertulis ataupun tidak tertulis.

Baca juga : Pengertian Dasar Negara (Ideologi), Fungsi dan Hubungan dengan Konstitusi

Menurut dari beberapa ahli mendefinisikan pengertian konstitusi antara lain sebagai berikut:

  1. Strong, mendefinisikan konstitusi ialah sekumpulan hukum yang dilandaskan oleh kekuatan pemerintah, hak-hak masyarakat dan korelasi antara keduanya yang diatur.
  2. Sri Soemantri, mendefinisikan bahwa konstitusi ialah dokumen yang berisikan sebuah bangunan negara serta sendi-sendi pemerintahan bangsa.
  3. Wade, menjelaskan konstitusi merupakan dokumen yang menjelaskan tugas-tugas inti dan menentukan cara kerja dari badan pemerintah disebuah negara.

Sifat Konstitusi

Sebuah konstitusi juga memiliki sifat, dibawah ini merupakan sifat dari konstitusi antara lain:

  1. Konstitusi ialah asas yang mengikat pemerintah dalam penyelenggaraan negara ataupun rakyat sebagai warga negara.
  2. Konstitusi bermakna norma-norma, hukum atau ketetapan serta ketentuan yang wajib dilaksanakan.
  3. Kostitusi ialah undang-ungang yang paling tinggi serta memiliki fungsi sebagai sarana kontrol oleh norma-norma asas yang lebih rendah.
  4. Konstitusi berisikan landasan-landasan pokok memiliki sifat singkat serta supel yang dapat berisikan hak asasi manusia yang sesuai dengan zamannya.

Selain itu, ada pendapat dari ahli mengenai sifat konstitusi salah satunya menurut C.F.Strong, yang menjelaskan bahwa konstitusi memiliki 2 sifat yaitu:

1. Konstitusi memiliki sifat supel (Flexible)

Konstitusi bersifat supel memiliki maksud bahwa konstitusi bisa diubah dengan langkah yang sama dalam langkah membuat undang-undang negara yang berhubungan.

Baca juga : Substansi Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia

2. Konstitusi memiliki sifat kaku (Rigid)

Konstitusi bersifat kaku memiliki maksud bahwa konstitusi bisa diubah dengan jalan yang berbeda dengan jalan dalam membuat undang-undang negara yang berhubungan.

Menurut C.F. Strong, undang-undang negara dapat berubah dengan beberapa cara, yang dilakukan oleh:

  • Lembaga legislatif, namun ada pembatasan-pembatasannya.
  • Melalui sebuah referendum yang dilakukan secara langsung oleh rakyat.
  • Kepentingan negara-negara bagian (negara serikat).
  • Melalui kebiasaan ketatanegaraan yang dilakukan oleh lembaga khusus yang dibangun hanya untuk hal perubahan keperluan negara.

Menurut Kusnardi serta Harmaily Ibrahim, dokumen konstitusi memiliki sifat rigid atau kaku dengan memakai ukuran sebagai berikut:

1. Sistem mengubah konstitusi.

Setiap konstitusi yang tertulis menuliskan tentang pasal perubahan, karena ditakutkan akan tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat.

Kosntitusi dengan sifat yang supel menggunakan pertimbangan jika suatu perubahan konstitusi tidak dipersulit oleh perubahan masyarakat ataupun zaman, sehingga dalam perubahannya tidak membutuhkan sistem yang istimewa, yang bisa dilakukan oleh lembaga biasa pembuat undang-undang.

Contohnya negara New Zealand dan Inggris dengan konstitusi yang bersifat supel/luwes. Konstitusi dengan sifat kaku memiliki dasar bahwa suatu konstitusi merupakan hukum yang dijadikan dasar bagi hukum yang berada dibawah-bawahnya, sehingga harus menggunakan berbaga syarat dalam mengubahnya, sehingga tidak sembarangan orang bisa mengubah hukum konstitusi.

Baca juga : Teori Tujuan Terbentuknya Negara Menurut para Ahli

Kecuali ada sebab-sebab yang masuk akal dan degan pertimbangan yang objektif buka karena untuk kepentingan golongan atau individu.

Konstitusi dapat diubah dengan menggunakan sistem istimewa salah satunya dengan sistem parlemen bikameral. Contoh negara yang menggunakan konstitusi dengan sifat kaku antara lain negara Australia, Amerika Serikat serta Kanada.

2. Konstitusi tersebut mengikuti zaman atau tidak.

Suatu konstitusi dapat dikatakan fleksibel jika mampu mengikuti perkembangan zaman, dalam hal ini suatu konstitusi yang hanya berisikan hal-hal penting/pokoknya, untuk secara detail akan diatur oleh hukum yang ada dibawah konstitusi, sehingga akan memudahkan dalam mengubahnya serta dalam mengikuti perkembangan zaman.

Sedikit penjelasan di atas yaitu mengenai sifat-sifat konstitusi yang harus kita ketahui, jika masih terdapat kekurangan atau ingin mengetahui lainnya tentang kosntitusi silahkan komentar dibawah ini.

Originally posted 2018-05-29 09:06:45.

Dan apa indikator suatu konstitusi dikatakan memiliki sifat rigid atau fleksibel jelaskan

Setiap ahli hukum yang mendalami konstitusi akan bertemu konsep untuk membeda-bedakan konstitusi. Ada konstitusi federal (mengatur susunan Negara federal) dan konstitusi Negara kesatuan (mengatur susunan Negara kesatuan). Ada konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Konstitusi tertulis dibedakan antara UUD dan yang bukan UUD (undang-undang atau dokumen lain seperti Magna Carta). Ada yang membedakan anatar konstitusi rigid dan fleksibel.

Perbedaan-perbedaan atau penggolongan-pengolongan tersebut sekedar sebuah konsep, karena itu hanya bersifat akademis belaka. Dalam wujud praktis, didapati substansi-substansi umum yanga ada apada setiap konstitusi. Setiap Negara akan selalu memiliki sekaligus konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Semua konstitusi akan memuat dasar-dasar fundamental Negara, susunan alat-alat kelengkapan Negara (constitutional organs), kependudukan dan kewarganegaraan, bentuk Negara, bentuk pemerintahan, dan lain-lain.

Kita akan membahas konsep konstitusi rigid (dan fleksibel), khususnya UUD 1945 sebagai konstitusi rigid. Perbedaan antara konstitusi rigid dan fleksibel bertolak dari cara perubahan (amandemen) konstitusi. Disebut fleksibel kalau perubahan tidak berbeda dengan tata cara mengubah undang-undang (statute, wet). Dikatakan rigid, apabila perubahan mensyaratkan tata cara khusus yang berbeda dengan perubahan undang-undang. Tata cara khusus yang berbeda tersebut dalam makna syarat yang sulit dari perubahan undang-undang biasa.

Pandangan lain mengatakan, rigid atau fleksibel diukur dari ‘apabila konstitusi acapkali diubah atau tidak?’ Meskipun tata cara perubahan diatur secara khusus, tetapi jika acapkali terjadi perubahan, maka konstitusi tersebut adalah konstitusi fleksibel. Sebaliknya, meskipun perubahan diatur secara sederhana, sama dengan mengubah atau membuat undang-undang, tetapi dalam kenyataan konstitusi tersebut jarang atau tidak, maka disebut konstitusi rigid. Pandangan kedua ini diluar kerangka normatif. Perubahan atau tidak ada perubahan adalah kehendak politik, bukan persolana hukum.

Telah dikemukakan, pengertian rigid dan fleksibel berkaitan dengan tata cara perubahan atau yang disebut perubahan (secara) formal. Tata cara atau prosedur formal hanya mungkin diterapkan pada konstitusi tertulis. Tidak ada kepastian prosedur perubahan konstitusi tidak tertulis. Misalnya, perubahan konvensi ketatanegaraan semata-mata atas dasar praktik ketatanegaraan. Suatu konvensi ketatanegaraan surut berangsur-angsur (fading away) pada saat ada konvensi ketatanegaraan baru. Hukum adat ketatanegaraan berubah sejalan dengan kehadiran hukum adat ketatanegaraan yang baru. Menurut beberapa ahli hukum adat seperti Ter Haar, hukum adat terbentuk melalui putusan kepala adat (dikenal sebagai ajaran atau teori keputusan atau beslissingenieer). Ahli lain mengatakan hukum terbentuk secara berangsur-angsur adri adat istiadat menjadi hukum adat. Demikian pula hukum yang dibentuk hakim. Tugas utama hakim adalah memutus suatu perkara konkret atau memutus suatu perkara permohonan, bukan membentuk hukum, hukum yang dibentuk hakim adalah akibat belaka dan putusan atas suatu perkara. Hukum yang dibentuk hakim, seperti juga hukum adat yang dibentuk kepala adat bersifat insidental, tanpa tata cara tertentu. Yang ada adalah tata cara memutus perkara, bukan tata cara membentuk atau mengubah hukum . berdasarkan hal-hal diatas, maka yang dimaksud konstitusi rigid atau fleksibel hanya mengenai (hanya berlaku) untuk konstitusi tertulis (written constitution).

Telah dikekmukakan ada konstitusi tertulis yang disebut UUD (grondwst, belanda; grundgesetz, jerman) dan konstitusi tertulis yang bukan UUD (diatur dalam undang-undang) atau dokumen tertulis tertentu (seperti Magna Carta).

Semua Negara memiliki secara serentak konstitusi tertulis dan tidak tertulis. Begitu pula Negara yang mempunyai UUD, selalu disertai konstitusi tertulis diluar UUD, dan konstitusi tidak tertulis. Selanjutnya, setiap Negara menentukan kedudukan setiap bentuk konstitusi tertulis tersebut. UUD hampir selalu berkedudukan paling tinggi (the highest law) di hadapan konstitusi tertulis lainnya (undang-undang). Tetapi tidak selalu demikian dihadapan konstitusi tidak tertulis, khususnya konvensi dan putusan hakim. Tidak jarang, konvensi (sebagai kaidah etik) mereduksi kaidah hukum konstitusi. Meskipun menurut kaidah hukum konstitusi, kepala Negara dapat menolak mengesahkan RUU yang sudah disetujui parlemen, dalam praktik (atas dasar konvensi), penolakan tidak pernah dilakukan (dibandingkan dengan Indonesia yang secara hukum mewajibkan presiden mengesahkan RUU yang sudah disepakati DPR dan pemerintah). Begitu pula putusan hakim. Tidak jarang putusan hakim member pengertian lain (baru) terhadap ketentuan UUD. Namun, perlu dicatat, pergeseran-pergeseran kaidah hukum konstitusi oleh konvensi atau putusan hakim semata-mata dimaksudkan untuk memperkuat sendi-sendi konstitusi atau menjamin konstitusi tetap actual sebagai the living constituton. Bukan sebaliknya, mematikan konstitusi.

Bagaimana dengan konstitusi tertulis di luar UUD (c.q. undang-undang)? Apakah dapat menggeser sendi-sendi UUD? Sama sekali tidak boleh. Seperti dikatakan Rudolf Von Jhering, setiap hukum bersumber pada tujuan tertentu. UUD selain dibaut atas dasar sendi-sendi tertentu, juga mempunyaihukum tertulis diluar UUD (seperti undang-undang) yang menyimpangi sendi-sendi dan tujuan UUD, akan menyebabkan UUD menjadi konstitusi mati (the dead constitution), bukan UUD yang actual (the living constitution).


Secara akademis, ada yang disebut undang-undnag organik (organic law). Undang-undang organik adalah undnag-undang yang dibentuk atas perintah UUD. Disebut “organik” karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari UUD, tidak boleh bertentang dengan UUD. 


Page 2