Dalam penerapannya hukum internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu

Diposting pada Friday, November 2020Tuesday, January 2022

Dalam penerapannya hukum internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu

Dalam penerapannya hukum internasional dapat dibedakan menjadi dua yaitu
Lihat Foto

shutterstock.com

Ilustrasi hukum di Indonesia

KOMPAS.com - Sumber hukum internasional berdasarkan daya ikatnya dibagi menjadi dua, yakni sumber hukum primer dan sumber hukum subsider.

Dalam menjalin hubungan kerja sama antar negara, hukum internasional memiliki peranan yang sangat penting. Secara garis besar, hukum internasional berisikan pedoman serta tata cara yang telah disepakati oleh banyak negara.

Mengutip dari situs Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), hukum internasional merupakan hukum antar bangsa yang digunakan untuk mengatur hubungan antar penguasa sekaligus antar anggota masyarakat bangsa-bangsa.

Awalnya hukum internasional diartikan sebagai hubungan antar negara saja. Namun, seiring  berjalannya waktu, hukum internasional juga digunakan untuk mengurus ranah perilaku organisasi internasional, individu serta perusahaan multinasional.

Menurut Muhammad Bakri dalam Buku Pengantar Hukum Indonesia (Pembidangan dan Asas-Asas Hukum) (2015), berdasarkan sifat daya ikatnya sumber hukum internasional dibagi menjadi dua, yakni sumber hukum primer dan sumber hukum subsider.

Sumber hukum primer merupakan sumber hukum yang paling utama. Sumber hukum ini bisa berdiri sendiri tanpa sumber hukum lainnya. Ada tiga sumber hukum primer hukum internasional. Berikut penjelasannya!

Baca juga: Sumber Hukum: Pengertian dan Jenisnya

Perjanjian internasional atau international conventions

Dilansir dari situs PBB, perjanjian internasional merupakan kesepakatan antar negara yang mengikat secara hukum bagi negara penandatangan.

International conventions bisa dilakukan dalam berbagai bidang. Misalnya perdagangan, pendidikan, transportasi, hak asasi manusia, dan lain sebagainya.

Contoh perjanjian internasional yang pernah dilakukan Indonesia adalah Perjanjian Linggarjati, Perjanjian Renville dan Perjanjian Roem-Royen.

Kebiasaan internasional atau international custom 

Dilansir dari Encyclopaedia Britannica, kebiasaan internasional merupakan bukti dari praktik umum yang dapat diterima sebagai hukum.

Dalam buku “Hukum Internasional dan Hukum Islam tentang Sengketa dan Perdamaian” karya Prof. Dr Muhammad Ashri, S.H., M.H. dan Rapung Samuddin, Lc. M.A. disebutkan bahwa Hukum internasional dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu hukum internasional publik dan hukum perdata internasional.

Hukum perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan keperdataan yang melintasi batas negara, atau hukum yang mengatur hubungan keperdataan antarsubjek hukum masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan.

Sementara itu, Hukum Internasional Publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata. Hukum Internasional Publik yang biasa disingkat menjadi “Hukum Internasional” didefinisikan oleh J. G. Starke sebagai keseluruhan hukum yang sebagian besar terdiri atas prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku yang mengikat dan ditaati negara-negara dalam hubungan di antara mereka, meliputi:

  1. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi, hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu.
  2. Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.

Mochtar Kusumaatmadja memberikan pengertian hukum internasional sebagai keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan dan persoalan yang melintasi batas negara antara:

  1. Negara dengan negara;
  2. Negara dengan subjek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.

Sebelumnya, Hukum Internasional disebutkan dalam beragam istilah dan rumusan pengertian yang berbeda. Setiap definisi turut dipengaruhi oleh waktu dan pandangan falsafah serta teori-teori yang berkembang pada waktu definisi dirumuskan. Definisi hukum internasional yang dikeluarkan oleh penulis pada abad XVIII memberi penekanan yang berlainan dengan definisi yang diberikan oleh penulis-penulis lainnya pada pertengahan dan akhir abad XX yang telah memasukkkan unsur-unsur baru dalam definisinya, yang pada masa sebelumnya belum mempunyai arti penting.

Salah seorang dari penulis awal hukum internasional, Emmerich de Vattel (1714-1767) menyatakan bahwa “the law of nations is the science which teaches the rights subsisting between nations or states, and the obligations correspondent to those rights.” Sementara itu, Hackworth mengatakan bahwa hukum internasional adalah sekumpulan aturan-aturan yang mengatur hubungan antar negara.

Penulis lainnya, Brierly, mendefinisikan hukum bangsa-bangsa atau hukum internasional “sebagai himpuanan kaidah-kaidah dan azaz-azaz tindakan yang mengikat bagi negara-negara yang beradab dalam hubungan mereka antara yang satu dengan yang lainnya”.

Istilah lain yang sering digunakan untuk hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa (the law of nations), hukum antarbangsa (the law among nations), dan hukum antarnegara (inter-states law). Dalam batas-batas tertentu, istilah-istilah itu juga menggambarkan ruang lingkup dan substansi dari hukum internasional itu sendiri, bahkan juga menunjukkan masa lalunya. Sebagai contoh, istilah hukum bangsa-bangsa dan hukum antarbangsa digunakan ketika mulai dikenal negara-negara yang berdasarkan asas kebangsaan, ketika negara dan bangsa dipandang identik dan dalam praktik digunakan silih berganti. Prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang tumbuh dari hubungan hukum antarbangsa atau antarnegara yang berasaskan kebangsaan, disebut hukum bangsa-bangsa atau hukum antarbangsa.

Referensi bacaan: Prof. Dr Muhammad Ashri, S.H., M.H. dan Rapung Samuddin, Lc. M.A. Hukum Internasional dan Hukum Islam tentang sengketa dan perdamaian. Jakarta.

Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala internasional. Pada awalnya, hukum internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan antar negara. Namun, dalam perkembangan pola hubungan internasional semakin kompleks pengertiannya. Hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu. Yang disebut hukum internasional ini mengatur hubungan antar negara, memberikan hak dan kewajiban kepada mereka dan juga memuat ketentuan untuk situasi konflik dan perang. Ia juga dikenal sebagai hukum internasional dan hukum internasional publik, dan juga berlaku untuk organisasi internasional dan badan politik.

Pengertian Hukum Internasional menurut Prof Hyde bahwa Hukum Internasional dapat dirumuskan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar terdiri atas asas-asas dan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh negara-negara. Oleh karena itu hukum internasional harus ditaati ketika negara-negara saling berhubungan.[1]

Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum antarnegara. Hukum bangsa-bangsa yang di gunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara menunjukkan pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.

Hukum internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan internasional atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang diaturnya (objeknya).

Hukum Internasional terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu bagian dunia (region) tertentu:

Hukum Internasional Regional Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-mula tumbuh di benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.Hukum Internasional Khusus Hukum Internasional dalam bentuk kaidah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan.

Hukum Internasional merupakan keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara antara:

  1. Negara dengan negara
  2. Negara dengan subyek hukum lain bukan negara atau subjek hukum bukan negara satu sama lain.

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak di bawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.

Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (constitusional law), hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hierarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi.

  • Adanya masyarakat-masyarakat Internasional sebagai landasan sosiologis hukum internasional.
  1. Adanya suatu masyarakat Internasional. Adanya masyarakat internasional ditunjukkan adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional, karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial dan olahraga mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk memelihara dan mengatur hubungan bersama yang merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan internasional inilah dibutuhkan hukum dunia yang menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat Internasional pada hakikatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang terjalin erat.
  2. Asas hukum bersama sebagai unsur masyarakat hukum internasional. Suatu kumpulan bangsa untuk dapat benar-benar dikatakan suatu masyarakat Hukum Internasional harus ada unsur pengikat, yaitu adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini. Betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di tiap-tiap negara, tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa merupakan hukum alam (naturerecht) yang mengharuskan bangsa-bangsa di dunia hidup berdampingan secara damai dapat dikembalikan pada akal manusia (rasio) dan naluri untuk mempertahankan jenisnya.
  • Kedaulatan Negara: Hakikat dan Fungsinya dalam Masyarakat Internasional.

Negara dikatakan berdaulat (sovereian) karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki negara. Negara berdaulat berarti negara itu mempunyai kekuasaan tertentu. Negara itu tidak mengakui suatu kekuasaan yang lebih tinggi daripada kekuasaannya sendiri dan mengandung 2 (dua) pembatasan penting dalam dirinya:

  1. Kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu negara lain mulai.
  2. Kekuasaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu.

Konsep kedaulatan, kemerdekaan dan kesamaan derajat tidak bertentangan satu dengan lain bahkan merupakan perwujudan dan pelaksanaan pengertian kedaulatan dalam arti wajar dan sebagai syarat mutlak bagi terciptanya suatu masyarakat Internasional yang teratur.

  • Masyarakat Internasional dalam peralihan: perubahan-perubahan dalam peta bumi politik, kemajuan teknologi dan struktur masyarakat internasional.

Masyarakat Internasional mengalami berbagai perubahan yang besar dan pokok ialah perbaikan peta bumi politik yang terjadi terutama setelah Perang Dunia II. Proses ini sudah dimulai pada permulaan abad XX mengubah pola kekuasaan politik di dunia. Timbulnya negara-negara baru yang merdeka, berdaulat dan sama derajatnya satu dengan yang lain terutama sesudah Perang Dunia

  • Perubahan Kedua ialah kemajuan teknologi.

Kemajuan teknologi berbagai alat perhubungan menambah mudahnya perhubungan yang melintasi batas negara.

Perkembangan golongan ialah timbulnya berbagai organisasi atau lembaga internasional yang mempunyai eksistensi terlepas dari negara-negara dan adanya perkembangan yang memberikan kompetensi hukum kepada para individu. Kedua gejala ini menunjukkan bahwa di samping mulai terlaksananya suatu masyarakat internasional dalam arti yang benar dan efektif berdasarkan asas kedaulatan, kemerdekaan dan persamaan derajat antar negara sehingga dengan demikian terjelma Hukum Internasional sebagai hukum koordinasi, timbul suatu kompleks kaidah yang lebih memperlihatkan ciri-ciri hukum subordinasi.

Hukum Internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat Internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya Perjanjian Perdamaian Westfalen yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun di Eropa.

Zaman dahulu kala sudah terdapat ketentuan yang mengatur, hubungan antara raja-raja atau bangsa-bangsa:

Dalam lingkungan kebudayaan India Kuno telah terdapat kaidah dan lembaga hukum yang mengatur hubungan antar kasta, suku-suku bangsa dan raja-raja yang diatur oleh adat kebiasaan. Menurut Bannerjce, adat kebiasaan yang mengatur hubungan antara raja-raja dinamakan Desa Dharma. Pujangga yang terkenal pada saat itu Kautilya atau Chanakya penulis buku Artha Sastra Gautamasutra salah satu karya abad VI SM di bidang hukum.

Hukum Internasional didasarkan atas pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah negara yang berdaulat dan merdeka dalam arti masing-masing berdiri sendiri yang satu tidak di bawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.

Hukum Dunia berpangkal pada dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum tata negara, hukum dunia merupakan semacam negara (federasi) dunia yang meliputi semua negara di dunia ini. Negara dunia secara hierarki berdiri di atas negara-negara nasional. Tertib hukum dunia menurut konsep ini merupakan suatu tertib hukum subordinasi. Dalam hukum kuno mereka antara lain Kitab Perjanjian Lama, mengenal ketentuan mengenai perjanjian, diperlakukan terhadap orang asing dan cara melakukan perang. Dalam hukum perang masih dibedakan (dalam hukum perang Yahudi ini) perlakuan terhadap mereka yang dianggap musuh bebuyutan, sehingga diperbolehkan diadakan penyimpangan ketentuan perang.

Lingkungan kebudayaan Yunani. Hidup dalam negara-negara kita. Menurut hukum negara kota penduduk digolongkan dalam 2 golongan yaitu orang Yunani dan orang luar yang dianggap sebagai orang biadab (barbar). Masyarakat Yunani sudah mengenal ketentuan mengenai perwasitan (arbitration) dan diplomasi yang tinggi tingkat perkembangannya.

Sumbangan yang berharga untuk Hukum Internasional waktu itu ialah konsep hukum alam yaitu hukum yang berlaku secara mutlak di manapun juga dan yang berasal dari rasio atau akal manusia.

Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan tidak mengalami perkembangan yang pesat pada zaman Romawi. Karena masyarakat dunia merupakan satu imperium yaitu imperium roma yang menguasai seluruh wilayah dalam lingkungan kebudayaan Romawi. Sehingga tidak ada tempat bagi kerajaan-kerajaan yang terpisah dan dengan sendirinya tidak ada pula tempat bagi hukum bangsa-bangsa yang mengatur hubungan antara kerajaan-kerajaan. Hukum Romawi telah menyumbangkan banyak sekali asas atau konsep yang kemudian diterima dalam hukum Internasional ialah konsep seperti occupatio servitut dan bona fides. Juga asas pacta sunt servanda merupakan warisan kebudayaan Romawi yang berharga.

Abad pertengahan

Selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai Kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen yang terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Takhta Suci, kemudian sebagai pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani.

Di samping masyarakat Eropa Barat, pada waktu itu terdapat 2 masyarakat besar lain yang termasuk lingkungan kebudayaan yang berlaianan yaitu Kekaisaran Byzantium dan Dunia Islam. Kekaisaran Byzantium sedang menurun mempraktikkan diplomasi untuk mempertahankan supremasinya. Oleh karenanya praktik Diplomasi sebagai sumbangan yang terpenting dalam perkembangan Hukum Internasional dan Dunia Islam terletak di bidang Hukum Perang.

Perjanjian Westphalia

Perjanjian Damai Westphalia terdiri dari dua perjanjian yang ditandatangani di dua kota di wilayah Westphalia, yaitu di Osnabrück (15 Mei 1648) dan di Münster (24 Oktober 1648). Kedua perjanjian ini mengakhiri Perang 30 Tahun (1618-1648) yang berlangsung di Kekaisaran Romawi Suci dan Perang 80 Tahun (1568-1648) antara Spanyol dan Belanda.

Perdamaian Westphalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah Hukum Internasional modern, bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa Hukum Internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Sebabnya adalah:

  1. Selain mengakhiri perang 30 tahun, Perjanjian Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa.
  2. Perjanjian perdamaian mengakhiri untuk selama-lamanya usaha Kaisar Romawi yang suci.
  3. Hubungan antara negara-negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional negara itu masing-masing.
  4. Kemerdekaan negara Belanda, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman diakui dalam Perjanjian Westphalia.

Perjanjian Westphalia meletakkan dasar bagi susunan masyarakat Internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakekat negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja.

Dasar-dasar yang diletakkan dalam Perjanjian Westphalia diperteguh dalam Perjanjian Utrech yang penting artinya dilihat dari sudut politik Internasional, karena menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional.

Ciri-ciri masyarakat Internasional

  1. Negara merupakan satuan teritorial yang berdaulat.
  2. Hubungan nasional yang satu dengan yang lainnya didasarkan atas kemerdekaan dan persamaan derajat.
  3. Masyarakat negara-negara tidak mengakui kekuasaan di atas mereka seperti seorang kaisar pada zaman abad pertengahan dan Paus sebagai Kepala Gereja.
  4. Hubungan antara negara-negara berdasarkan atas hukum yang banyak mengambil alih pengertian lembaga Hukum Perdata, Hukum Romawi.
  5. Negara mengakui adanya Hukum Internasional sebagai hukum yang mengatur hubungan antar negara tetapi menekankan peranan yang besar yang dimainkan negara dalam kepatuhan terhadap hukum ini.
  6. Tidak adanya Mahkamah (Internasional) dan kekuatan polisi internasional untuk memaksakan ditaatinya ketentuan hukum Internasional.
  7. Anggapan terhadap perang yang dengan lunturnya segi-segi keagamaan beralih dari anggapan mengenai doktrin bellum justum (ajaran perang suci) ke arah ajaran yang menganggap perang sebagai salah satu cara penggunaan kekerasan.
  • Hugo Grotius mendasarkan sistem hukum Internasional atas berlakunya hukum alam. Hukum alam telah dilepaskan dari pengaruh keagamaan dan kegerejaan. Banyak didasarkan atas praktik negara dan perjanjian negara sebagai sumber hukum internasional di samping hukum alam yang diilhami oleh akal manusia, sehingga disebut Bapak Hukum Internasional.
  • Fransisco Vittoria (biarawan Dominikan – berkebangsaan Spanyol Abad XIV menulis buku Relectio de Indis mengenai hubungan Spanyol dan Portugis dengan orang Indian di AS. Bahwa negara dalam tingkah lakunya tidak bisa bertindak sekehendak hatinya. Maka hukum bangsa-bangsa ia namakan ius intergentes.
  • Fransisco Suarez (Yesuit) menulis De legibius ae Deo legislatore (on laws and God as legislator) mengemukakan adanya suatu hukum atau kaidah obyektif yang harus dituruti oleh negara-negara dalam hubungan antara mereka.
  • Balthazer Ayala (1548-1584) dan Alberico Gentilis mendasarkan ajaran mereka atas falsafah keagamaan atau tidak ada pemisahan antara hukum, etika dan teologi.

Subjek hukum internasional meliputi negara, tahta suci, organisasi internasional, individu, serta pemberontak dan pihak dalam sengketa.

Negara

Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti klasik, yaitu sejak lahirnya hukum internasional. Sampai saat ini masih ada anggapan bahwa hukum internasional pada hakikatnya adalah hukum antar negara. Negara yang dimaksud di sini adalah negara merdeka, berdaulat, dan tidak merupakan bagian dari suatu negara. Negara yang berdaulat artinya negara yang mempunyai pemerintahan sendiri secara penuh, yaitu kekuasaan penuh terhadap warga negara dalam lingkungan kewenangan negara tersebut.

Takhta Suci

Tahta suci merupakan salah satu subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Tahta suci di sini adalah gereja Katolik Roma yang diwakili oleh Paus di Vatikan. Hal ini merupakan peninggalan sejarah ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi. Tahta suci merupakan suatu subjek yang sejajar kedudukannya dalam negara. Hal ini terjadi sejak diadakannya perjanjian antara Italia dengan Tahta Suci di Vatikan tanggal 11 Juli 1929.

Palang Merah Internasional

Organisasi ini menjadi subjek hukum yang terbatas dan lahir karena sejarah. Palang merah internasional kedudukannya diperkuat dalam perjanjian. Pada saat ini palang merah internasional secara umum diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai subjek hukum internasional tersendiri.

Organisasi internasional

Organisasi Internasional seperti Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB) dan Organisasi Buruh Internasional (ILO), mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang merupakan semacam anggaran dasarnya. Artinya, kedudukan organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional tidak diragukan lagi, walaupun pada mulanya belum adanya kepastian mengenai hal ini.[butuh rujukan]

Individu

Walaupun hukum internasional pada dasarnya berpusat pada negara, individu juga dapat menjadi subjek dalam hal-hal tertentu. Hukum kemanusiaan internasional membebankan kewajiban terhadap negara sekaligus individu, dan pelaku genosida, kejahatan perang, atau kejahatan terhadap kemanusiaan dapat dituntut di pengadilan pidana internasional seperti Pengadilan Internasional untuk Bekas Yugoslavia, Pengadilan Pidana Internasional untuk Rwanda, atau Mahkamah Pidana Internasional.

Pemberontak dan pihak dalam sengketa

Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam beberapa keadaan tertentu. Hak-hak tersebut meliputi hak untuk menentukan nasibnya sendiri, memilih sistem, serta menguasai sumber kekayaan alam di wilayahnya.

  • Kebiasaan internasional
  • Iskandar, Pranoto, Hukum%20HAM%20Internasional:%20Sebuah%20Pengantar%20Kontekstual,
  • Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: Refika Aditama, 2006.
  1. ^ Hyde, Charles Cheney (1945). International law.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_internasional&oldid=20516169"