Contoh hadits dhaif yang naik derajatnya ke Hadits Hasan lighairihi

(Azzura Fathanul Umara – Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Hadis-hadis yang tidak mencapai derajat mutawatir harus melewati penelitan aspek kualitas untuk menentukan kehujjahannya. Hadis berdasarkan kualitasnya dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu hadis Sahih, Hasan, dan Dhaif. Secara berurutan ketiganya merupakan hadis dengan derajat tertinggi hingga terendah.

Hadis sahih dapat diamalkan karena tinggi derajatnya sebagai hadis yang sudah pasti disampaikan oleh Rasulullah saw. Sedangkan untuk hadis hasan dan dhaif, ulama memiliki perbedaan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengamalannya. Terdapat ulama yang menyatakan bahwa hadis hasan sama derajatnya dengan hadis sahih sehingga ia dapat diamalkan. Di sisi lain, terdapat ulama yang menyetarakan derajat hadis hasan dengan hadis dhaid sehingga ia tidak dapat diamalkan. Namun, terdapat pula ulama yang membolehkan pengamalan hadis dhaif.

Hadis sahih memiliki derajat tertinggi dalam penilaian kualitas. Lantas apa saja yang menjadi indikator sahihnya hadis?. Sebuah hadis dapat dikatakan sebagai sahih apabila memenuhi 5 (lima) kriteria, yaitu sanadnya yang bersambung, para periwayatnya dhabit, dan adil, serta tidak terdapat syadz, maupun illat dalam hadis tersebut.

Ketersambungan sanad berarti adanya peran dari periwayat dalam setiap tingkatan sanad dalam menerima dan meriwayatkan hadis dengan metode as-sima’. Aspek ini menunjukkan bahwa hadis tersebut memiliki kejelasan mengenai siapa mendapat berita dari siapa hingga dapat ditelusuri sampai pada Rasulullah saw. Kemudian, dalam setiap tingkatan sanad, periwayat hadis haruslah memenuhi 2 (dua) kriteria, yaitu dhabit dan adil. Dhabit merupakan istilah untuk menyebut kuatnya hafalan seseorang dan baiknya kemampuan untuk menyampaikan hadis tanpa kesalahan, sedangkan keadilan rawi merupakan aspek yang menyentuh ranah pribadi dan watak rawi. Namun, umumnya keadilan seorang rawi dinilai dari segi keislamannya, baligh, melaksanakan ketentuan agama dan menjaga muru’ah (kewibawaan).

Aspek selanjutnya dari kesahihan hadis ialah tidak adanya syadz maupun illat. Syadz secara bahasa adalah menyalahi aturan atau menyendiri. Namun, dalam konteks hadis syadz dipahami sebagai hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang siqah namun bertentangan dengan periwayat lain yang memiliki derajat siqah pula. Kemudian, illah adalah cacat yang tersembunyi, yang bisa berupa adanya rawi yang tidak siqah, namun dinilai siqah atau bisa jadi adanya sanad yang terputus namun dinilai bersambung.

Hadis sahih merupakan hadis dengan derajat tinggi dan kualifikasi yang sulit pula. Hadis sahih dinilai dapat dijadikan sebagai hujjah oleh umat muslim. Lantas bagaimana dengan hadis dengan derajat yang tepat di bawahnya?.

Sebagian ulama menilai bahwa hadis hasan dapat dijadikan sebagai hujjah. Hadis hasan hanya memiliki satu perbedaan dengan hadis sahih, yaitu kurang dhabitnya salah satu periwayat dalam rangkaian sanad hadis. Hadis hasan bisa menjadi hadis sahih, yaitu sahih lighairihi karena didukung oleh hadis lain yang semakna. Sedangkan hadis yang memang sendiri sudah sahih disebut sebagai hadis sahih lidzatihi.

Hadis dengan kualitas paling rendah ialah hadis dhaif. Hadis dhaif lebih banyak tidak digunakan sebagai hujjah oleh ulama. Walaupun terdapat sebagian yang membolehkan hanya sekedar sebagai fadhail al-amal, namun secara umum ulama tidak membolehkan hadis dhaif untuk dijadikan sebagai hujjah.

Sebab dhaifnya hadis ada bermacam-macam, sehingga jenisnya pun banyak. Secara umum sebab dhaifnya hadis dikelompokkan pada putusnya sanad, ketidakadilan rawi, dan kesalahan periwayatan. Sebab-sebab tersebut mempengaruhi apakah dhaifnya sebuah hadis dianggap sangat lemah atau tidak.

 108,948 total views,  1,148 views today

Contoh hadits dhaif yang naik derajatnya ke Hadits Hasan lighairihi

Sebagai sebuah ijthad dalam rangka mengembangkan kajian Studi Hadis di Indonesia dibentuklah sebuah perkumpulan yang dinamakan dengan Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA). Sebagai sebuah perkumpulan ASILHA menghimpun beragam pemerhati hadis di Indonesia. Himpunan ini terdiri atas akademisi dan praktisi hadis di Indonesia dengan memiliki tujuan yang sama.

Sebelumnya kita harus mengetahui pengertian dari hadits dhoif itu sendiri. Menurut para muhaditsin, Hadits dhaif adalah semua hadits yang tidak terkumpul padanya sifat-sifat bagi hadits yang diterima dan menurut pendapat kebanyakan ulama; hadits dhaif adalah yang tidak terkumpul padanya sifat hadits shahih dan hasan.

            Jumhur ulama berhujjah bahwa sunnah Rasul adalah dalil dan sunnah-sunnah itu sendiri terdapat dalam hadits-hasits. Untuk dapat dijadikan dalil, maka hadits tersebut harus diperiksa keotentikannya. Hadits yang otentik adalah hadits shahih dan hasan, lalu bagaimana dengan hadits dhaif? Hadits dhaif merupakan hadits tak otentik.

            Hal ini tertera dalam kitab-kitab musthalah hadits, bahwa hadits dhaif jika diriwayatkan dari jalur lain yang sama-sama berderajat dhaif (Ta’addud Thuruq) akan derajatnya menjadi hasan. Namun seorang ustadz pernah mengatakan bahwa hadits-hadits dhaif itu tidak bisa naik derajatnya menjadi hadits hasan walaupun diikuti dengan hadits-hadits dhaif yang lainnya. Beliau mengibaratkan hal ini seperti minus dalam teori matematika, dimana apabila minus dijumlahkan dengan minus maka hasilnya akan tetap minus, tidak bisa menjadi plus. Begitu pula dengan hadits dhaif, jika diikuti jalur periwayatannya oleh hadits dhaif lainnya. Maka hadits itu tetaplah berderajat dhaif.

            Dengan adanya perbedaan tersebut, saya merasa kurang paham dan mendorong saya untuk mencari penjelasan yang pas. Maka dari itu, untuk memperjelas dalam masalah ini, saya pun bertanya kepada salah seorang dosen yang bernama bu Dadah, S.Ag., M.Ag. Beliau adalah seorang dosen ilmu hadits UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Dalam permasalahan ini beliau menjelaskan dan dalam penjelasannya saya hanya mengambil garis besarnya yang mana menurut beliau Dalam hal ini, hadits-hadits dhaif itu hadits yang memiliki kecacatan baik sanadnya maupun cacat dalam kedhabitan rawinya. Maka dari itu hadits ini tidak kuat untuk menjadi pedoman dalam dalil-dalil. hadits dhaif itu bisa naik derajatnya menjadi hadits hasan apabila hadits dhaif itu didukung dengan hadits-hadits shahih, maksudnya jika ada salah satu hadits dhaif akan tetapi hadits tersebut terdapat pula dalam hadits shahih, maka hadits dhaif tersebut bisa naik derajatnya menjadi hadits hasan, itu pun masuknya dalam hasan lighairihi. Akan tetapi, Hadits dhaif tidak bisa naik derajatnya menjadi hadits hasan dengan kata lain hadits itu derajatnya tetap menjadi hadits dhaif apabila hadits dhaif itu diikuti dengan hadits-hadits yang sama derajatnya sebagai hadits dhaif, walaupun hadits yang mengikutinya itu banyak. Begitulah penjelasan beliau dalam hal derajat hadits dhaif yang naik menjadi hadits hasan.

            Dari hasil penjelasan masalah masalah diatas, kita dapatkan bahwa hadits-hadits dho’if itu ada yang bisa naik derajatnya menjadi hasan, dan ada yang tetap derajat kedho’ifannya. Maka dari itu, hadits-hadits dho’if itu sendiri bertingkat-tingkat sesuai dengan kadar kedho’ifan perawinya.

Hadits dhaif dapat naik menjadi hadits shahih apabila dapat memberitahukan informasi yang benar, memiliki asal usul yang jelas dan tidak bertolak belakang. Namun hal ini sangat susah sehingga hadits dhaif jika bisapun hanya naik ke hadits hasan.

Pembahasan

Hadits merupakan sebuah kata-kata yang ditulis oleh beberapa pembuat hadits yang didasarkan atas perjalanan hidup seorang Nabi Muhammad SAW dalam kehidupannya. Hadits dapat berisi bagaimana tuntutan perkataan, perbuatan dan beribadah kepada Allah SWT yang baik dan benar. Hadits juga menjelaskan bagaimana jalan hidup orang kafir dalam kehidupan Nabi.

Hadits yang terkenal adalah HR. Muslim, HR. Bukhari, HR. Ibnu Majah, dll. Ketiga hadits tersebut dijamin keshahihannya karena didasarkan atas perjalanan Nabi dalam hidup serta memiliki asal usul jelas dan tidak bertolak belakang sama sekali.

✎ Jenis Hadits ✎

Hadits dibagi menjadi tiga yakni :

  • Hadits shahih => hadits yang menjelaskan kisah Nabi, tidak bertolak belakang dengan hadits lainnya dan Al-Qur'an, informasi diberikan jelas
  • Hadits hasan => hadits yang menjelaskan kisah Nabi, tidak bertolak belakang dengan hadits shahih, Qur'an dan Sunnah namun informasi yang diberikan agak kabur (kurang jelas)
  • Hadits dhaif => hadits yang menjelaskan kisah Nabi, namun bertolak belakang dengan hadits hasan dan shahih, Qur'an dan as-Sunnah, informasi tidak jelas darimana asal-usul.

Pelajari Lebih Lanjut

  • Hadits ma'udhu dan sumber : brainly.co.id/tugas/26161134
  • Hadits tentang cara shalat : brainly.co.id/tugas/30149291

Detail Jawaban

Mapel : Bahasa Arab

Kelas : X SMA

Materi : Bab 4 - al-Qur'an dan Hadits adalah Pedoman Hidupku

Kode soal : 14

Kode Kategorisasi : 10.14.4

Kata kunci : Hadits, dhaif, hadits shahih.