Bolehkah berhubungan intim saat haid hampir selesai menurut Islam?

Rabu, 28 Oktober 2020  /  6:20 pm

Ilustrasi pasangan suami istri. Foto: Google

KENDARI, TELISIK.ID - Biasanya ketika istri sedang haid, aktivitas berhubungan intim ditunda untuk sementara.

Namun ada kalanya, saat gairah suami yang begitu menggebu-gebu hingga tidak bisa dipendam, membuatnya melakukan aktivitas tersebut.

Nah, oleh karenanya, suami perlu tau jika hubungan intim tersebut masih tetap dilakukan, empat bahaya ini akan selalu mengintai istri. Tapi sebenarnya bagaimana hukumnya menurut Islam?

Berikut Media ini telah menghimpun empat bahaya berhubungan intim saat haid dan hukumnya menurut Islam.

Melansir dari situs Islamqa, Dr. Muhammad Al-Baar mengatakan, ada banyak bahaya bagi wanita jika berhubungan intim saat haid dan belum bersih. Dinding rahim yang luruh saat haid akan membuat rahim rentan terhadap bakteri yang mungkin terdapat pada penis suami.

Empat bahaya lain berhubungan intim saat haid yakni

1. Penyebaran infeksi ke tuba falopi, yang bisa menutup akses sel telur ke rahim. Sehingga bisa menyebabkan kemandulan atau kehamilan ektopik.

2. Penyebaran infeksi ke uretra, kandung kemih dan ginjal. Sehingga bisa menyebabkan penyakit di saluran kencing.

3. Peningkatan bakteri di darah menstruasi, yang bisa menyebabkan penyakit gonorrhea.

4. Risiko infeksi organ reproduksi pada suami jika memaksakan berhubungan intim saat haid belum bersih.

Selain itu, haid seringkali disertai rasa sakit yang parah dan kondisi emosional yang tidak stabil. Sehingga gairah seks wanita juga cenderung menurun saat sedang haid.

Baca juga: Maulid Nabi: Sejarah Kelahiran Muhammad dan Bacaan Sholawat

Kemudian, berhubungan intim saat haid menurut Islam tidak hanya dilarang, namun juga berbahaya bagi kesehatan. Baik suami maupun istri. Jadi sebaiknya dihindari.

Dalam al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 222 disebutkan yang artinya.

Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.

Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)

Ayat tersebut turun sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad SAW ketika ada seorang sahabat yang menanyakan persoalan berhubungan intim dengan istri yang sedang haid. Setelah ayat ini turun, umat Islam diharamkan berhubungan intim saat haid belum bersih.

Ulama juga sepakat hukum berhubungan intim menurut Islam adalah haram, karena ayat di atas dengan jelas menyebutkan agar para suami menjauhi istri yang sedang haid.

Menjauhi di sini artinya tidak berhubungan seks, sedangkan bermesraan atau bercumbu tetap dibolehkan, selama tidak ada aktivitas seksual penetratif yang terjadi.

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, seorang ulama dan ahli tafsir dari Arab Saudi menuliskan tafsirannya terhadap ayat ini dalam Kitab Tafsir As-Sa’di:

“Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid ‘maksudnya jima’ (di kemaluannya) khususnya karena hal itu haram hukumnya menurut ijma.

Pembatasan dengan kata “menjauh pada tempat haid" menunjukkan bahwa bercumbu dengan istri yang haid, menyentuhnya tanpa berjima pada kemaluannya adalah boleh. (Tafsir As Sa’di jilid 1, hal 358)

Baca juga: 8 Amalan Ini Tidak Boleh Dilakukan Wanita Haid

Beberapa hadist sahih yang diriwayatkan dari sahabat dan istri Rasulullah SAW makin menguatkan pendapat bahwa berhubungan intim saat haid menurut Islam adalah haram.

Sebuah hadis yang diriwayatkan dari A’isyah ra berbunyi:

Apabila saya haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhku untuk memakai sarung kemudian beliau bercumbu denganku. (HR. Ahmad 25563, Turmudzi 132 dan dinilai shahih oleh Al-Albani).

Hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ketika para sahabat menanyakan tentang istri mereka pada saat haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Lakukanlah segala sesuatu (dengan istri kalian) kecuali nikah.” (HR. Muslim 302).

Ketika menjelaskan hadis ini, At-Thibi mengatakan,

Makna kata ‘nikah’ dalam hadis ini adalah hubungan intim.” (Aunul ma’bud, 1/302)

Dari Anas bin Malik: Sesungguhnya orang yahudi, ketika istri mereka mengalami haid, mereka tidak mau makan bersama istrinya dan tidak mau tinggal bersama istrinya dalam satu rumah.

Para sahabatpun bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Allah menurunkan surat Al Baqarah ayat 222.

Haid adalah proses alami yang terjadi pada tubuh wanita setiap bulan. Terjadi ketika sel telur yang tidak dibuahi luruh bersama dinding rahim dan keluar dari tubuh perempuan sebagai darah haid. Dalam masa haid ini, Islam melarang para suami untuk menyetubuhi istrinya.

Jika berhubungan intim itu terus dilakukan saat Istri haid, maka hal tersebut sangat berdampak buruk bagi keduanya. (C)

Reporter: Ahmad Sadar

Editor: Kardin

Bolehkah berhubungan intim saat haid hampir selesai menurut Islam?

BincangSyariah.Com – Tradisi umat Yahudi terhadap wanita yang sedang datang bulan atau menstruasi sangat berlebihan. Pada waktu itu, tradisi Yahudi tidak membenarkan suami untuk berinteraksi dengan istrinya sebagaimana biasanya. Suami dilarang mengobrol, makan bersama, dan interaksi lainnya dengan istrinya yang sedang haid. Karenanya, tradisi yang tidak memanusiawikan wanita ini dikritik Alquran. Turunlah surah al-Baqarah ayat 222.

Alquran hanya melarang suami untuk bersetubuh dengan istrinya yang sedang haid (Baca: Etika Bercumbu Ketika Istri Haid). Ketika sudah suci dari haid, maka suami diperbolehkan berhubungan intim kembali dengan istrinya. Namun, ulama berbeda pendapat mengenai arti suci dalam surah al-Baqarah tersebut. Suci itu hanya sekedar darah haid sudah berhenti atau istri sudah mandi suci dari haid?

Ulama berbeda pendapat mengenai permasalahan ini. Syekh Ali al-Shabuni dalam Rawai’ul Bayan Tafsir Ayatil al-Ahkam membagi tiga kategori perbedaan pendapat mengenai hal di atas. Pendapat pertama menyatakan bahwa suami boleh menyetubuhi istrinya hanya dengan syarat darah haid sudah berhenti. Namun pendapat ini mensyaratkan kebolehan tersebut bila darah yang tidak lagi keluar sudah memasuki hari kesepuluh. Menurut pendapat ini, hari kesepuluh itu merupakan batasan terlama keluarnya darah haid. Inilah pendapat yang disampaikan Imam Abu Hanifah.

Jadi menurut pendapat Imam Abu Hanifah ini, ketika tujuh hari, misalnya, darah sudah berhenti, tapi istri belum mandi suci, maka suami belum boleh menyetubuhi istirnya. Jika tidak ada air, istri diperbolehkan bertayamum untuk menggantikan mandi sebagai media bersuci. Namun perlu diketahui jika bersuci dengan tayamum dan tidak melukan salat wajib atau sunah terlebih dulu, pendapat Imam Abu Hanifah juga tidak membolehkannya.

Sementara itu, pendapat mayoritas ulama fikih, yang didukung oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal, menyatakan bahwa kebolehan bersetebuh itu setelah istri melakukan mandi besar, bersuci dari haid. Syekh Zainudi al-Malibari dalam Fathul Muin menyebutkan pendapat Imam al-Suyuthi yang membolehkan bersetebuh dengan istri yang darah haidnya sudah berhenti, walaupun belum mandi.

Namun demikian, pendapat yang ketiga menengahi di antara dua pendapat sebelumnya. Istri cukup membasuh vaginanya, dan kemudian berwudhu sebagaimana wudhu ketika hendak salat. Artinya, istri tidak diwajibkan untuk mandi terlebih dahulu. Mungkin takut suami menunggu terlalu lama . Inilah pendapat yang dinyatakan oleh Imam Thawus dan Imam Mujahid.

Perbedaan pendapat tersebut bermuara pada perbedaan menafsirkan surah al-Baqarah di atas. Dialektika perbedaan pendapat tersebut terlihat sangat progresif bila kita membuka kitab-kitab fikih klasik. Pada intinya, bila kita bisa lebih hati-hati dan bersabar, maka kita perlu menahan diri untuk tidak bersetubuh dulu jika istri belum mandi bersuci dari haid. Apalagi ini pendapat yang dianut mayoritas ulama.

Namun demikian, kita juga boleh mengambil pendapat yang lebih ringan, baik bagi suami maupun istri. Agama memang mudah. Namun terkadang, untuk meningkatkan kualitas spritual, kita perlu mencoba pendapat-pendapat yang agak berat menurut kebanyakan orang pada umumnya. Ini untuk membiasakan diri dan melatihnya agar tidak terjerumus pada perkara haram. Pada sesuatu yang halal saja kita sudah terbiasa berhati-hati, apalagi melakukan perkara haram. Wallahu a’lam.

VIVA – Menurut ajaran agama Islam, saat seorang wanita sedang haid atau menstruasi, suami dan istri tidak boleh melakukan hubungan intim. Bahkan, perbuatan ini diharamkan dalam Islam jika tetap dilakukan. 

Benarkah demikian? Lalu, bagaimana cara istri memuaskan suami jika sedang haid? Berikut penjelasan lengkapnya, dikutip VIVA dari YouTube Yufid.TV, Jumat 8 Januari 2021.  

Dalam video yang diunggah di channel Youtube tersebut, disebutkan bahwa ada tiga macam interaksi intim antara suami dan istri ketika haid. Apa saja?