Berikut ini yang bukan objek PPh Pasal 21 adalah

Uang rupiah_pixabay_pajakku

Pada artikel sebelumnya, kita pernah membahas tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak. Ranah ini sama-sama masuk objek Pajak Penghasilan. 

Lalu mengapa penghasilan yang kita peroleh pasti dipotong pajak? Itu terjadi karena penghasilan, entah itu gaji maupun tunjangan, merupakan objek pajak. 

Definisi penghasilan

Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-undang PPh Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; 

  1. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 
  2. Laba usaha; 
  3. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta;
  4. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 
  5. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 
  6. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 
  7. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; 
  8. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 
  9. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
  10. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
  11. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 
  12. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
  13. Premi asuransi; 
  14. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 
  15. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak;
  16. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
  17. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 
  18. Surplus Bank Indonesia.

Bukan Objek Pajak

Dalam UU tersebut juga diatur mengenai jenis-jenis penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.

Perkara ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh. Menurut aturan itu, berikut ini daftar bukan objek pajak.

  1. (a). Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan (b). Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; 
  2. Warisan; 
  3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 
  4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 (UU. PPh);
  5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 
  6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat; (1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan (2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 
  7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 
  8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 
  9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 
  10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut; (1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan (2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 
  12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan, 
  13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Foto: Pixabay

Tidak semua penghasilan dikenakan pajak penghasilan. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat 3, terdapat beberapa penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. penghasilan tersebut tidak diperhitungkan dalam penghasilan lainnya namun tetap wajib dilaporkan di dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Berikut Penghasilan yang dikecualikan dari object pajak:

Bantuan atau Sumbangan dan Harta Hibahan

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2009, syarat bantuan atau sumbangan supaya dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan, yaitu:

  • berbentuk uang atau barang;

  • tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 245/PMK.03/2008, harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan yaitu harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang diterima oleh :

1.       keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu adalah orang tua dan anak kandung.

2.       badan keagamaan yang kegiatannya semata-mata mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.

3.       badan pendidikan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan.

4.       orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut : :

  • memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500jt (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

  • memiliki hasil penjualan maksimal  Rp 2.5M setahun.

5.       badan sosial termasuk yayasan dan koperasi yang tidak mencari keuntungan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan:

  • pemeliharaan kesehatan;

  • pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);

  • pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan anak atau orang cacat;

  • santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;

  • pemberian beasiswa;

  • pelestarian lingkungan hidup; dan/atau

  • kegiatan sosial lainnya.

Warisan.

Harta warisan yang diterima oleh ahli waris bukan merupakan penghasilan bagi ahli waris. Tetapi jika harta warisan tersebut menghasilkan penghasilan, penghasilan tersebut merupakan objek pajak penghasilan.

Contoh :

Budi mendapat warisan dari Ayahnya berupa saham, saham tersebut bukan merupakan objek pajak, maka tidak ada pembayaran pajak atas penerimaan warisan tersebut. Namun jika saham tersebut menghasilkan deviden, maka deviden tersebut merupakan objek pajak.

Bagian Laba Yang Diterima atau Diperoleh Anggota dari Perseroan Komanditer yang Modalnya Tidak Terbagi atas Saham-Saham, Persekutuan, Perkumpulan, Firma, dan Kongsi, Termasuk Pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif

Indonesia menganut non-transparent approach. Perseroan komanditer, perkumpulan, firma, kongsi, dan KIK pengenaan pajak penghasilannya disatukan. Pemilik dan badan dimaksud dianggap satu kesatuan ekonomi. Sehingga saat penghasilan sudah dikenakan pajak penghasilan di tingkat badan, maka saat diterima dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan.

Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan dijelaskan, “Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan-badan sebagaimana disebut dalam ketentuan ini yang merupakan himpunan para anggotanya dikenai pajak sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Oleh karena itu, bagian laba yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak.”

Penghasilan dari Modal yang Ditanamkan oleh Dana Pensiun dalam Bidang-Bidang Tertentu

Pengecualian sebagai Objek Pajak atas ketentuan ini hanya berlaku bagi:

·         dana pensiun yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan, dan

·         penghasilan dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Penanaman modal oleh dana pensiun ditujukan untuk pembayaran kembali kepada peserta pensiun di kemudian hari. Sehingga penanaman modal tersebut perlu diarahkan pada bidang-bidang yang tidak bersifat spekulatif atau berisiko tinggi. Dana pensiun tidak dikenai pajak penghasilan pada saat menerima iuran dari anggota dan menerima hasil pengembangan dana iuran.

Biasanya, dana pensiun mengembangkan dana iurang dengan menyimpan di deposito bank, atau simpanan bank lainnya. Atas simpanan ini bank tidak memotong PPh final sepanjang dana pensiun memiliki SKB.

Iuran yang Diterima Dana Pensiun

Dana pensiun yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan hanya berlaku apabila pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan. Yang dikecualikan dari objek pajak adalah iuran yang diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun beban pemberi kerja. Pengenaan pajak atas iuran pensiun mengurangi hak para peserta pensiun, sehingga dikecualikan dari objek pajak penghasilan.

Imbalan atau Pemberian dalam Bentuk Natura & Kenikmakan

Terdapat 3 pemberian natura yang boleh dibiayakan oleh perusahaan dan bagi karyawan tetap bukan objek pajak penghasilan, yaitu

  • makan & minum,

  • fasilitas mobil & rumah dinas

  • sarana keselataman kerja.

tetapi terdapat tiga kelompok pemberian natura dan kenikmatan yang wajib dihitung sebagai objek pajak penghasilan, yaitu natura dan kenikmatan berupa:

  • Bukan subjek pajak, seperti kedutaan asing atau lembaga internasional.

  • PPh Badan perusahaan dikenakan final, seperti perusahaan jasa konstruksi.

  • Perusahaan tidak menyelenggarakan pembukuan dan masih menggunakan norma penghitungan khusus (deem profit) untuk menghitung penghasilan neto.