Berikut ini merupakan salah satu Ibrah dari semangat tokoh pendiri kerajaan Islam di Sulawesi yaitu

tirto.id - Sejarah Kesultanan Gowa-Tallo dimulai dari masa pra-Islam hingga masa Islam. Kerajaan yang berpusat di Makassar ini mengalami masa kejayaan di era pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669 M).Pada awalnya, Gowa-Tallo bukanlah kerajaan yang menganut kepercayaan Islam. Namun, pertama-tama disebut sebagai Kerajaan Gowa yang dikenal sebagai periode Gowa-Tallo pra-Islam.

Pada perkembangannya, Kerajaan Gowa terpecah menjadi dua kekuasaan ketika terjadi perang saudara antara kedua anak Tonatangka Lopi (1420-1445 M). Putra-putranya yang bernama Batara Gowa dan Karaeng Loe Ri Sero saling berseteru merebut jabatan raja Gowa.

Berdasarkan catatan William P.Cummings dalam “Islam, Empire and Makassarese Historiography in the Reign of Sultan Alauddin (1593-1639)” yang termuat di Journal of Southeast Asian Studies (2007), terungkap bahwa Batara Gowa ketika itu berhasil memenangkan konflik.

Show
Kendati kalah, Karaeng Lo akhirnya mendirikan kerajaan sendiri dengan nama Tallo. Pertikaian pun mereda hingga akhirnya menjadi satu kesatuan kembali dengan nama Kerajaan Gowa-Tallo.

Perjalanan Gowa-Tallo menjadi kesultanan dimulai sejak akhir abad ke-16. Pemimpin-pemimpin yang sebelumnya hanya disebut raja, setelah masa ini diberi dengan gelar Sultan.

Nama gelar raja Islam pertamanya adalah Sultan Alauddin I yang memimpin sejak 1593 hingga 1639 M. Sedangkan masa kejayaannya, baru dirasakan ketika Sultan Hasannudin mengepalai sebagai raja ketiga, yakni pada 1653 sampai 1669 M.

Masa Kejayaan Era Sultan Hasanuddin

Kejayaan Gowa-Tallo masa Islam terjadi pada era Sultan Hasanuddin atau biasa disebut Ayam Jantan dari Timur. Pada masa pemerintahannya, Gowa-Tallo punya peran besar dalam aktivitas perdagangan di seantero Nusantara, lebih tepatnya bagian timur.

Seperti dijelaskan dalam materi pelajaran Sejarah Indonesia Kelas X (2020:9) karya Mariana, terungkap bahwa kehidupan ekonomi Gowa-Tallo ketika itu mengandalkan sistem kelautan. Kesultanan ini bukan hanya menjadi pusat perdagangan Nusantara, namun juga masyarakat internasional seperti Portugis, Inggris, dan Denmark.

Melihat kemajuan Gowa-Tallo, pihak Belanda yang ketika itu dikenal dengan nama VOC, ternyata tertarik untuk merebut kekuasaan kerajaan Islam ini di tanah Timur. Seperti yang dicatat Mariana, Belanda akhirnya berseteru dengan Sultan Hasanuddin beserta pasukannya. Perseteruan ini menimbulkan peperangan-peperangan di sekitar Sulawesi Selatan. Sedangkan masa berakhirnya pertempuran, disimbolkan pada 1667, tepat ketika diadakannya sebuah Perjanjian Bongaya.

Menurut Agus Supangat dalam Sejarah Maritim Indonesia (2006), perjanjian yang telah digelar ini menghasilkan beberapa keputusan yang merugikan pihak Sultan Hasanuddin dan para rakyatnya.

Diantaranya isi perjanjian tersebut adalah VOC memaksa Gowa-Tallo untuk menerima hak monopoli dalam perdagangan di Timur, seluruh bangsa BHaarat musti pergi dari Gowa (terkecuali Belanda), dan Gowa diwajibkan menebus denda perang yang selama ini terjadi. Perlawanan dari Sultan Hasannudin pun muncul lagi di tahun-tahun berikutnya, namun tidak mendapatkan hasil terbaik sehingga VOC tetap mendominasi wilayah Makassar. Cikal bakal runtuhnya Gowa-Tallo diklaim karena adanya perjanjian tersebut, terlebih lagi ketika Sultan Hasannudin selaku kepalanya meninggal dunia pada 12 Juni 1670.

Makassar, IDN Times - Jika membuka kembali lembaran buku sejarah, para ahli sepakat bahwa Islam berkembang di tanah Sulawesi pada abad ke-15 melalui perantara pedagang-pedagang Muslim yang berasal dari Melaka, Jawa, dan Sumatera. Perkembangan Islam di Sulawesi memang belakangan setelah Melaka, Jawa, dan Sumatera lebih dulu mengenal ajaran yang berkembang di Jazirah Arab tersebut, seabad lebih dulu.

Berikut ini sejarah singkat perihal tiga kerajaan kuno di Sulawesi yang menerima Islam sebagai agama resmi.

Berikut ini merupakan salah satu Ibrah dari semangat tokoh pendiri kerajaan Islam di Sulawesi yaitu
Collectie Tropenmuseum

Menurut catatan sejarah, kerajaan Gowa-Tallo menjadi kerajaan pertama di Pulau Sulawesi yang menerima Islam. Tarikh 22 September 1605 jadi tahun di mana raja Gowa saat itu, I Mangari Daeng Manrabbia I Tumingana ri Gaukanna, mengucap dua kalimat syahadat, kemudian mengubah namanya menjadi Sultan Alauddin. 

Perubahan ini turut berdampak pada perluasan wilayah agar sejumlah kerajaan tetangga mau menerima Islam. Kendati demikian, mereka masih melakukan hubungan dengan Kerajaan Portugis sebagai kekuatan dagang dan maritim Eropa waktu itu. Kebijakan ini dilanjutkan oleh sang anak, yakni Sultan Muhammad Said (1639-1653).

Sayang, masuknya serikat dagang VOC membawa serta taktik monopoli pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1639-1669) berimbas pada Perang Makassar.

Namun jika dirunut lebih jauh, pemukiman Muslim yang ditinggali oleh para saudagar dari tanah Campa, Pattani hingga Minangkabau sudah berdiri di wilayah Gowa sejak masa pemerintahan raja ke-10, yakni I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tonipalangga Ulaweng (1546-1565).

Baca Juga: Jadwal Imsakiyah Ramadan untuk Wilayah Makassar, Lihat di Sini! 

Berikut ini merupakan salah satu Ibrah dari semangat tokoh pendiri kerajaan Islam di Sulawesi yaitu
Wikimedia.org/Collectie Tropenmuseum

Masuknya Islam ke Kerajaan Bone tak lepas dari peran Sultan Alauddin, raja ke-14 Gowa, selaku raja pertama di Sulsel yang memeluk Islam. Sosok yang dilantik menjadi kepala pemeintahan di usia tujuh tahun tersebut melakukan dakwah ke beberapa kerajaan-kerajaan tetangga seperti Soppeng, Wajo, Bone dan Luwu.

Raja Bone pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Adam Matindore ri Bantaeng atau La Tenri Ruwa (memerintah dari tahun 1611 hingga 1616). Namun, ia terpaksa turun tahta dan pindah ke Bantaeng lantaran dewan adat Ade' Pitue beserta rakyat Bone sempat menolak ajaran tersebut. Padahal raja sebelumnya, Matinroe ri Sidenreng dengan gelar We Tenrituppu (1602-1611), lebih dulu memeluk agama Islam.

Islam baru benar-benar diterima secara luas saat La Tenripale atau Matinroe ri Tallo (1616-1631) menjabat sebagai raja. Bertolak dari titik tersebut, susunan pemangku adat turut berubah. Selain Ade' Pitue, ditambahkan pula Parewa Sara (Pejabat Syariat) yang berjuluk Petta KaliE (setingkat hakim).

Baca Juga: Nelayan Makassar dan Awal Masuknya Islam di Australia

Berikut ini merupakan salah satu Ibrah dari semangat tokoh pendiri kerajaan Islam di Sulawesi yaitu
Wikimedia.org/Collectie Tropenmuseum

Kerajaan yang terletak di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara ini resmi menjadikan Islam sebagai agama resmi pada masa pemerintahan raja Lakilaponto atau Halu Oleo, yang sebelumnya memerintah di Muna.

Sebagai bentuk balas budi atas keberhasilan mengalahkan serangan dari kerajaan tetangga, Raja Buton V yakni Mulae kemudian mengangkat Halu Oleo sebagai menantu dan penerus tahta.

Ciri pemerintahan kemudian berubah menjadi kesultanan setelah Syeikh Abdul Wahid, salah satu ulama Arab yang lama berdiam di Johor, tinggal di Buton. Halu Oleo, yang sempat menyerahkan posisi kepala pemerintahan ke adiknya yakni La Posasu, kembali ke Keraton Buton untuk dilantik sebagai sultan pertama. Gelar Sultan Murhum pun disandangnya dari tahun 1491-1537.

Nah, dengan kata lain, jika kembali menengok angka-angka yang disebutkan tadi, Kerajaan Buton jadi monarki pertama di Pulau Sulawesi yang menerapkan ciri pemerintahan Islam. Belakangan, muncul klaim penelitian jika Islam masuk beberapa tahun sebelum Sultan Murhum menjabat sebagai kepala negeri.

Baca Juga: [LINIMASA] Puncak Arus Mudik Diprediksi 31 Mei 2019 

KOMPAS.com - Perkembangan Islam di Sulawesi dilakukan dengan cara damai melalui saluran perdagangan dan dakwah oleh para mubalig.

Pengembangan Islam melalui jalan kekerasan atau perang baru terjadi ketika kerajaan Islam Sulawesi terbentuk.

Terbentuknya kerajaan Islam di Sulawesi berjalan beriringan dengan kondisi politik kerajaan-kerajaan Sulawesi yang mengalami kekacauan karena perebutan tahta.

Raja dan bangsawan menggunakan kekuatan Islam sebagai sarana untuk berkuasa dan pada akhirnya Islam mampu menjadi agama kerajaan.

Pada abad 17 M, Sulawesi memiliki beberapa kerajaan Islam seperti Gowa-Tallo (Makassar), Wajo (Bugis), Bone dan kerajaan kecil lainnya.

Baca juga: Kerajaan Islam di Papua

Gowa-Tallo

Kerajaan Gowa-Tallo menerapkan konsep dwitunggal kerajaan. Dalam buku Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia (2012) karya Daliman, bersatunya kerajaan Gowa dan Tallo terjadi pada tahun 1603.

Sultan Alaudin (raja Gowa) bekerja sama dengan Sultan Adullah (raja Tallo) untuk menggabungkan kerajaan demi meningkatkan kesejahteraan dan kekuatan kerajaan.

Corak ekonomi Gowa-Tallo adalah maritim dan perdagangan. Gowa-Tallo berperan sebagai pelabuhan transit bagi para pedagang internasional.

Pelabuhan Somba Opu (Makassar) menjadi pelabuhan transit favorit pedagang dari Timur Tengah, Asia, bahkan Eropa pada abad 15 – 17 Masehi. Kerajaan ini mendapatkan pemasukan yang besar dari aktivitas perdagangan pelabuhan Somba Opu.

Pada perkembangannya, Kerajaan Gowa Tallo melakukan beberapa penaklukan terhadap kerajaan kecil di Sulawesi seperti kerajaan Bugis dan Bone. Penaklukan tersebut dilakukan untuk menambah wilayah kekuasaan dan menyebarkan Islam di Sulawesi.

Baca juga: Saluran Islamisasi Nusantara

Kerajaan Wajo merupakan salah satu kerajaan Islam di kawasan Sulawesi Selatan. Kerajaan ini mampu memperluas wilayah kekuasaan dan mengajak kerajaan kecil lain untuk bergabung dalam kerajaan Bugis pada sekitar abad 16 M.

Kerajaan Wajo resmi memeluk Islam pada tahun 1610. Islamisasi kerajaan Wajo dilakukan oleh Gowa-Tallo melalui peperangan. Gowa-Tallo berhasil menaklukan kerajaan Wajo, Bone dan Soppeng dan mengislamkan rakyat kerajaan tersebut.

Bone

Kerajaan Bone berdiri pada awal abad 14 Masehi oleh Manurunge Ri Matajang. Proses lahirnya Kerajaan Bone berawal dari kehadiran seorang Tomanurung yang merupakan bangsawan sekaligus penguasa sentral kerajaan Bone.

Dalam jurnal Kerajaan Bone dalam Lintasan Sejarah Sulawesi Selatan (2017) karya Anzar Abdullah, Islamisasi kerajaan Bone dilakukan oleh Sultan Alauddin dari Kerajaan Gowa-Tallo.

Baca juga: Kerajaan Islam di Kalimantan

Proses Islamisasi kerajaan Bone dilakukan dengan jalan peperangan. Pada tahun 1611 M Sultan Alauddin dapat menaklukan kerajaan Bone dan menjadikannya sebagai kerajaan Islam dibawah kekuasaan Gowa-Tallo.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.