Berapa lama kiblat ke baitul maqdis

AKURAT.CO, Mulanya, saat masih berada di Makkah, Rasulullah saw salat menghadap ke arah Baitul Maqdis, Palestina. Alasannya, ketika itu Kakbah masih dipenuhi berhala yang menjadi sesembahan.

Hal yang sama masih dilakukan Nabi Muhammad saw saat beliau hijrah ke kota Madinah. Beliau salat menghadap Baitul Maqdis di kota Madinah kurang lebih selama 16 bulan. Ada pula yang mengatakan 17 bulan dan 18 bulan.

Sejarah Islam tersebut sebagaimana dijabarkan dalam kitab Al-Jami' Li Ahkam Al-Qur'an karya Imam Qurthubi bahwasanya Abu Hatim Al-Busti berkata, Ketika di Madinah, kaum muslim melaksanakan salat menghadap ke Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Hal tersebut karena kedatangan Nabi saw ke Madinah terjadi pada hari Senin, tanggal 12, bulan Rabi’ul Awal. Kemudian pada hari Selasa di pertengahan bulan Sya'ban, tahun kedua hijrah, Nabi Muhammad saw melaksanakan salat menghadap Ka’bah atas perintah dari Allah.

Selain karena Kakbah ketika itu masih dipenuhi berhala, Baitul Maqdis dijadikan kiblat dengan maksud untuk menarik orang-orang Yahudi. Kala Rasulullah sampai di Madinah, memang masih banyak orang-orang Yahudi yang bermukim di sana.

Orang-orang Yahudi merupakan umat Nabi Musa as yang ketika beribadah menghadap ke arah Baitul Maqdis. Sehingga, Rasulullah saw berharap kaum Yahudi itu akan tertarik dengan Islam dan bersedia menjadi muslim.

Akan tetapi, usaha Rasulullah untuk meraih simpati kaum Yahudi itu tidak membuahkan hasil. Justru mereka mengira bahwa ajaran Nabi Muhammad saw sama dengan kepercayaan mereka. Alhasil, kaum Yahudi malah mengajak Nabi Muhammad untuk bergabung dengan mereka.

Dipilihnya Baitul Maqdis sebagai kiblat, juga dikarenakan Rasulullah saw sangat menghargai nabi-nabi terdahulu, dalam hal ini Nabi Musa as dan Nabi Sulaiman as.

Karena usaha Rasulullah dirasa sia-sia, beliau pun memohon kepada Allah agar menetapkan Masjidil Haram sebagai kiblatnya umat muslim.

Hal ini dikarenakan Masjidil Haram lebih dahulu dibangun (zaman Nabi Ibrahim) dari pada Baitul Maqdis (zaman Nabi Sulaiman). Selain itu, jelas bahwa Nabi saw tidak mau mengikuti kebiasaan orang-orang Yahudi.

Setelah berulang kali memohon, akhirnya wahyu yang ditunggu Nabi Muhammad saw pun turun.

Allah berfirman,

Berapa lama kiblat ke baitul maqdis
ISTIMEWA


Qad naraa taqalluba wajhika fis samaa', fa lanuwalliyannaka qiblatan tardaahaa fa walli wajhaka syatral masjidil haraam, wa haisu maa kuntum fa walluu wujuuhakum syatrah, wa innalladziina uutul kitaaba laya'lamuuna annahul haqqu mir rabbihim, wa mallaahu bighaafilin 'ammaa ya'maluun

Artinya: Sungguh, Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. Al-Baqarah ayat 144)

Petunjuk dari Allah tersebut menjadikan Kakbah sebagai kiblatnya kaum muslimin dan bahkan menjadi syarat sahnya salat.

Wallahu a'lam. []

Kakbah, kiblat Umat Islam. Dalam sejarah, perpindahan kiblat umat islam terjadi di bulan syaban (Sumber: Konevi/Unsplash)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ada satu peristiwa bersejarah dalam Umat Islam dan terjadi di bulan Sya’ban.

Kisah yang menunjukkan betapa istimewa bulan Sya'ban ini dalam sejarah Islam. Bagaimana kisahnya?

Jauh sebelum Nabi Muhammad datang dan membawa wahyu bernama Islam, para umat terdahulu paling tidak memiliki dua kiblat dalam beribadah. 

Pertama, Mekah khususnya kakbah yang menjadi pusat peribadatan.

Kakbah dijadikan pusat ibadat khususnya mereka yang menyembah nenek leluhur dan terdapat berhala-berhala di dalamnya seperti Latta dan Uzza, dua berhala terbesar di Mekkah.

Pada peziarah datang dari pelbagai Arab hingga Afrika dan menjadikan Kakbah sebagai tempat ibadah.

Setelah Islam datang dan terjadi peristiwa Fathul Mekkah, maka berhala-berhala ini dihancurkan.

Tempat Kedua bernama Baitul Maqdis atau biasa dikenal dengan nama Masjidil Aqsa.

Ini merupakan sebuah masjid yang berada di Yerussalem, Palestina, dan sudah berdiri ribuan tahun. 

Umat beragama zaman dahulu, mulai dari Yahudi hingga kelompok kepercayaan yang kerap disebut sebagai Agama Hanif menempatkan Baitul Maqdis sebagai kiblat peribadatan dia.

Bagi yang mampu, maka akan melakukan perjalanan selama berpuluh-puluh hari untuk langsung bisa beribadah di sana.

Hanif bermakna lurus, sebuah agama yang disandarkan pada Nabi Ibrahim dan banyak diikuti penduduk Mekkah, memfokuskan kiblatnya menuju Masjidil Aqsa di Yerussalem, Palestina.

Menurut Martin Lings dalam Mohammed, dikisahkan para penganut agama Hanif, termasuk di dalamnya kakek Nabi Muhammad yakni Abdul Muthalib tersebut menjadikan Masjidil Aqsa sebagai kiblat peribadatan.

Baca Juga: Doa Bulan Syaban, Berharap Umur Panjang dan Dipertemukan Bulan Ramadan

Ketika Nabi Muhammad tiba dan membawa wahyu Islam, awalnya perintah ibadah masih belum menghadap ke kiblat di Masjidil Haram sebagaimana yang kita ketahui sekarang ini.

Proses ibadah itu terus terjadi dan umat Islam generasi awal kenabian juga melakukannya, menyandarkan wajah atau tubuh ke Baitul Maqdis.

Kejadian itu terus terjadi hingga proses hijrah terjadi, dari Mekah menuju Madinah pada Rabiul Awal.  

Lantas, pada tahun kedua hijriah, Nabi Muhammad mendapatkan perintah untuk menghadapkan Kakbah atas perintah dari Allah SWT.

Lantas, apa yang melatarbelakangi hal tersebut?

Dalam sejarah Islam disebutkan, banyak kelompok yang mengira bahwa Nabi membawa risalah keagamaan yang sama dengan agama mereka.

Martin Lings dalam buku Mohammed mengisahkan,  hal ini terjadi lantaran para Jemaah Nab Muhammad ini menyandarkan kiblatnya ke Baitul Maqdis, persis seperti agama Yahudi dan beberapa agama leluhur di Madinah.

Nabi Muhammad pun sering berdoa, meminta petunjuk kepada Allah SWT agar umatnya tidak kebingungan

Sahabat Nabi Muhammad, Ibnu Abbas menceritakan bagaimana  Nabi SAW setiap hari berdoa agar diberi petunjuk dari Allah terkait kiblat ini.

Ibnus Abbas berkisah, apabila telah salam dari salatnya yang menghadap ke arah Baitul Maqdis, beliau selalu menengadahkan kepalanya ke langit dan minta petunjuk.

Akhirnya harapan Nabi Muhammad ini dikabulkan Allah melalui firman-Nya dalam Surat Al Baqarah ayat 144 tentang keharusan umat Islam menghadap kiblat saat Salat maupun ibadah lainnya. 

Artinya;”Sungguh kami melihat wajahmu menengadah ke langit. Maka kami sungguh akan memalingkan wajahmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka palingkan wajahmu ke arah Masjid al-Haram dan di mana pun kamu berada. (QS. Al Baqarah: 144).

Proses pemindahan ini kiblat umat Islam ini terjadi pada bulan Sya'ban, kira-kira pada bulan ke-16 atau 17 usai hijrah pertama Umat Islam. Dari Masjidil Aqsa menuju Kakbah di Masjidil Haram, Mekah. 

Kini, umat Islam di seluruh dunia ketika beribadah diwajibkan menghadap Kiblat di Kakbah. Walahu a'lam. 

Penulis : Dedik Priyanto Editor : Gading-Persada

Sumber : Kompas TV

MADANINEWS.ID, JAKARTA — Pada bulan Sya’ban terjadi perubahan arah kiblat, yang awalnya menghadap Baitul Maqdis berubah menghadap ke Ka’bah di Masjidil Haram. Kaum muslimin pada saat itu sholat menghadap Baitul Maqdis sekitar 17 bulan 3 hari. Kemudian Allah memerintahkan untuk menghadap kiblat pada Selasa, Nishfu Sya’ban.

Dikisahkan sebelum terjadinya perpindahan Kiblat, Kepala Rasul mendongak ke atas, menunggu wahyu Allah SWT, perintah Allah untuk pindah arah kiblat dari Baitul Maqdis di Palestina menuju Kakbah di Mekah. Salah satu alasan yang disebutkan oleh para mufassir, salah satunya adalah Rasulullah SAW kurang sreg jika harus berkiblat dengan kiblat yang sama dengan umat Yahudi. Rasul menunggu perubahan arah kiblat.

Rasulullah SAW pun mengadu kepada Jibril terkait hal ini. Namun jibril tidak bisa berbuat apa-apa. “Maafkan aku, wahai Muhammad. Aku adalah hamba Allah sepertimu. Mintalah langsung kepada-Nya,” jawab Jibril. Pembicaraan Jibril ini ‘dipotret’ oleh al-Razi dalam tafsirnya:

وددت أن الله تعالى صرفني عن قبلة اليهود إلى غيرها – وكان يريد الكعبة لأنها قبلة إبراهيم – فقال له جبريل : إنما أنا عبد مثلك لا أملك شيئا ، فسل ربك أن يحولك عنها إلى قبلة إبراهيم . ثم ارتفع جبريل وجعل رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يديم النظر إلى السماء رجاء أن يأتيه جبريل بما سأله

Bukan hanya karena sekedar berbeda agama, ada beberapa alasan yang membuat Muhammad SAW tidak enak jika menghadap atau berkiblat ke Baitul Maqdis. Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menyebutkan empat pendapat.

Pertama, Rasul mendengar orang-orang Yahudi bergosip terkait Islam. Mereka bilang kalau Islam berbeda dengan Yahudi, tapi, kok, kiblatnya sama.

Kedua, Masjidil Haram adalah kiblatnya Nabi Ibrahim.

Ketiga, kiblat ke arah Masjidil Haram dapat membuat orang-orang Arab tertarik dan masuk Islam.

Keempat, Nabi Muhammad SAW ingin kiblat ke arah Ka’bah karena tempat tersebut adalah tanah airnya.

Dalam kitabnya Madza fi Sya’ban, Sayyid Muhammad bin Alawi al Maliki menyebutkan bahwa peristiwa penting ini berimbas besar pada kehidupan beragama seorang muslim. Perpindahan arah kiblat  tersebut terjadi di bulan Sya’ban, salah satunya adalah perubahan arah kiblat dari masjidil Aqsha ke Masjidil Haram.

Perubahan arah kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram terjadi pada bulan Sya’ban. Menurut al-Qurthubi ketika menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 144 dalam kitab al-Jami’ li Ahkāmil Qur’an denga mengutip pendapat Abu Hatim al-Basti yang mengatakan bahwa Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memindah kiblat pada malam selasa bulan Sya’ban yang bertepatan dengan malam Nisfu Sya’ban.

Perpindahan kiblat dari Masjid al-Aqsha menuju Masjid al-Haram merupakan suatu hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh Nabi Muhammad SAW.

Bahkan diceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW berdiri menghadap langit setiap hari menunggu wahyu perpindahan kiblat itu turun.

Sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah ayat 144:

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ

“Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah wajahmu ke arah itu.” (Surah Al-Baqarah: 144).

Masjid yang digunakan untuk dua kiblat ini disebut dengan masjid Qiblatain, yaitu masjid dengan dua kiblat.

Imam an-Nawawi dalam Nihayatuz Zein menyebut bahwa bulan Sya’ban adalah bulan paling mulia setelah bulan-bulan Haram (Asyhurul hurum), salah satunya adalah bisa jadi karena perubahan arah kiblat ini.