Berapa lama akta cerai keluar setelah putusan pengadilan negeri

Bagaimana Cara Mengambil Akta Cerai Di PA Soreang? Ini Persyaratannya...

pa-soreang.go.id

Soreang-Bandung (14/01/21). Pengadilan Agama Soreang berwenang memeriksa dan mengadili perkara tertentu antara orang-orang Islam. Salah satu kewenangan pengadilan agama adalah mengadili perkara sengketa perkawinan. Sengketa perkawinan berupa perceraian diajukan dengan cara cerai gugat dan cerai talak. Adapun produk hukum dari keduanya berupa putusan dan akta cerai.

Gambar Akta Cerai Dengan Desain Baru Dilengkapi Kode Elektronik

Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tata cara pengambilan akta cerai maupun putusan di PA Soreang. Sehingga, setelah majelis hakim memutus perkara, orang beranggapan semua telah berakhir. Padahal, sesaat setelah putusan diucapkan. Masyarakat hanya memperoleh salinan putusan, namun terkadang hal itu dihiraukan dan tidak diambil.

Ditemui diruang kerjanya, Panitera PA Soreang menjelaskan, informasi tentang persyaratan pengambilan putusan dan akta cerai telah di pasang di PTSP maupun di website PA Soreang. "PA Soreang selalu memberitahukan kepada masyarakat yang hendak mengambil salinan putusan maupun akta cerai. Pamflet persyaratan pengambilan pun telah kita pasang di PTSP" kata Maman Suherman.

Terkait masih banyaknya akta cerai yang belum diambil, Maman menambahkan "Sebenarnya, Jurusita kita telah memberitahukan kepada para pihak, apabila perkara yang telah diputus dan tidak diajukan upaya hukum, maka setelah putusan berkekuatan hukum tetap (14 hari setelah pembacaan putusan (putusan contradictoir) dan 14 hari setelah  diterimanya pemberitahuan putusan kepada Termohon/Tergugat (putusan verstek), maka akta cerai sudah dapat diambil" imbuhnya.

Petugas PTSP Loket E (Pengambilan Produk Pengadilan)

Bagi masyarakat yang hendak mengambil salinan putusan dan akta cerai, silahkan mengambil antrian untuk pengambilan produk pengadilan. Salinan putusan dan akta cerai, akan diserahkan oleh petugas PTSP pada Loket E yaitu loket pengambilan produk pengadilan, pungkasnya.

Berikut ini, isi pengumuman tentang persyaratan pengambilan akta cerai/salina putusan/penetapan, yang dipasang di ruang PTSP:

1. Diambil Sendiri

Pihak menghadap ke ruang PTSP dengan membawa bukti identitas diri (KTP/Suket) dan identitas perkara (SKUM/relaas/pemberitahuan)

2. Diambil oleh kuasa hukum

Dalam surat kuasa harus secara konkrit menyebutkan klausa pengambilan produk (akta cerai/salinan putusan/penetapan) di Pengadilan Agama Soreang. Apabila dalam surat kuasa tidak termasuk pengambilan produk (akta cerai/salinan putusan/penetapan), maka harus disertai dengan surat kuasa khusus untuk pengambilan.

3. Diambil oleh kuasa insidentil (keluarga)

Kuasa insidentil (yang dikuasakan) menghadap ke ruang PTSP dengan membawa syarat-syarat sebagai berikut:

a. Membawa surat kuasa bermeterai 10.000 yang didalamnya menyebutkan dengan jelas untuk mengambil akta cerai/salinan putusan/penetapan dengan menyebutkan nomor perkara  dan atas nama pihak yang bersangkutan.

b. Fotokopi identitas diri (KTP/Suket) pemberi dan penerima kuasa

c. Surat keterangan dari desa/kelurahan yang menerangkan bahwa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa mempunyai/ada hubungan keluarga.

Selain itu, pengambilan salina putusan/akta cerai harus dengan membayar biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hak-Hak Kepaniteraan. Setelah pembayaran dilakukan, maka Petugas PTSP pada Loket E akan menyerahkan salinan putusan/penetapan maupun akta cerai setelah menerima bukti pembayaran PNBP dan HHK.

Informasi persyaratan pengambilan salinan putusan/penetapan dan akta cerai

Inilah persyaratan tentang tata cara pengambilan salinan putusan/penetapan maupun akta cerai. Tidak ada pembayaran lainnya, selain biaya PNBP dan HHK. Apabila ada pungutan selain itu, silahkan melaporkan ke meja informasi atau pengaduan, hal itu merupakan pungutan liar (Pungli). Pengadilan Agama Soreang menolak segala bentuk pungli, gratifikasi dan korupsi. Semoga bermanfaat. (Red.Mahar)

Jakarta -

Tertib administrasi kependudukan memudahkan masyarakat dalam bernegara dan bersosial. Salah satunya tertib dalam administrasi pernikahan. Salah satu pertanyaan itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate.

Berikut pertanyaan tersebut:

Assalamualaikum, Bapak/ibu

Saya seorang suami yang mengajukan cerai talak ke Pengadilan Agama dan dikabulkan dan sudah divonis pernikahan kami cerai. Untuk diketahui, sepanjang persidangan, istri saya tidak pernah hadir.

Namun hingga saat ini, akta cerai belum saya dapat karena masih dalam proses oleh Pengadilan Agama. Di sisi lain, saya sudah dinanti oleh calon istri baru dan keluarganya mendesak untuk kami segera menikah.

Apakah boleh saya menikah dengan posisi akta cerai belum di tangan?

Terima kasih.

JAWABAN:

Terima kasih atas pertanyannya.

Pengaturan permasalahan perceraian di Indonesia diatur oleh UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1975 Tentang Perkawinan sebagai Peraturan Pelaksanaannya. Selain itu ada Peraturan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam menjelaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagai berikut:

Soal Istri Tidak Pernah Hadir di Sidang

Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim berusaha mendamaikan kedua pihak. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi, kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar negeri, dan tidak dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Apabila kedua pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka penggugat pada sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.

Pasal 142 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) juga disebutkan bahwa dalam hal suami istri mewakilkan kepada kuasanya, untuk kepentingan pemeriksaan, Hakim dapat memerintahkan yang bersangkutan untuk hadir sendiri.

Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 yang membolehkan penggugat atau tergugat untuk tidak hadir dalam persidangan dan mewakilkan dirinya melalui kuasanya. Pasal 26 ayat (1) PP 9/1975 yang berbunyi:

Setiap kali diadakan sidang Pengadilan yang memeriksa gugatan perceraian, baik penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.

Pasal 142 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, pada sidang pemeriksaan gugatan perceraian suami istri datang sendiri atau mewakilkan kepada kuasanya.

Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa pemeriksaan gugatan perceraian tetap bisa dijalankan meskipun suami/istri tidak hadir asalkan telah mewakilkan kepada kuasanya. Jika tidak datang sama sekali, maka berdasarkan Pasal 125 Herzien Indlandsch Reglement (HIR) (S.1941-44) ("HIR") hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.

Putusan verstek adalah putusan yang dijatuhkan apabila tergugat tidak hadir atau tidak juga mewakilkan kepada kuasanya untuk menghadap meskipun ia sudah dipanggil dengan patut. Apabila tergugat tidak mengajukan upaya hukum verzet (perlawanan) terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Dari penjelasan di atas bahwa ketidak hadiran anda pada pemanggilan sidang proses sidang tetap berlanjut dan apabila anda tidak hadir pada sidang-sidang berikutnya maka akan diputuskan verstek/putusan tanpa kehadiran tergugat.

Apakah Boleh Menikah Lagi Sebelum Keluar Akta Cerai?

Selama masih proses perceraian artinya akte cerai belum keluar dari pengadilan maka dianggap belum ada kekuatan hukum tetap atau cerainya belum sah. Dan karena cerainya belum sah maka belum dapat dilangsungkan pernikahan kembali karena salah satu syaratnya harus menunjukkan akta cerai apabila akan melangsungkan pernikahan kembali.

Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi:

Suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Yang dimaksud dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang tidak dimintakan upaya hukum apapun dari para pihak. Adapun penetapan dan putusan pengadilan yang dimintakan banding atau kasasi, pelaksanaannya ditunda demi hukum, kecuali apabila dalam amarnya menyatakan penetapan atau putusan tersebut dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi.

Dari penjelasan di atas bahwa dapat disimpulkan seseorang dikatakan sah bercerai setelah adanya putusan dari Pengadilan Agama dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Semoga jawaban di atas bisa membantu masalah Anda.
Terima kasih

Tim Pengasuh detik's Advocate

(asp/idn)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA