Pohon Apel itu Masih [bisa] Berbuah LebatPosted by Medha Baskara on February 15, 2012 Pohon Apel Anna (foto: Tim EGI 2010 Aris) Download Full Text PDF Setiap mendengar kata Apel yang terlintas di benak kita adalah buah yang segar, manis dan menyehatkan serta nama sebuah tempat di Jawa Timur yang sangat terkenal yaitu Malang. Betul Malang selalu diidentikkan dengan buah Apel, sehingga masyarakat Indonesia sering menyebut Kota Malang identik sebagai Kota Apel. Padahal bila kita berkunjung ke Kota Malang, tidak satupun pohon Apel terdapat di kota tersebut. Kota yang lebih layak untuk disebut sebagai Kota Apel sebenarnya adalah Kota Batu, karena disanalah tanaman buah Apel banyak diusahakan oleh petani sebagai sumber utama perekonomian baik berupa buah maupun produk olahannya. Meskipun demikian bila masih ada masyarakat yang menyebut Malang sebagai pusat Apel juga tidak akan ada yang menyalahkan karena masih identik dengan Malang Raya, dimana Kota Batu termasuk didalamnya bersama Kabupaten Malang dan Kota Malang. Identitas Malang raya sebagai sentra buah Apel sangat kuat karena merupakan wilayah satu-satunya di Indonesia yang paling sesuai untuk dikembangkan pertanian Apel yang tersebar tidak hanya di Kota Batu namun juga beberapa tempat lain di Kabupaten Malang. Buah Apel sebenarnya lebih dikenal sebagai buah yang dihasilkan oleh negara-negara yang mempunyai karakteristik iklim empat musim (sub-tropis) sehingga saat awal introduksi tanaman ini ke Indonesia oleh Belanda masih banyak yang menyangsikan emungkinan keberhasilan pertumbuhan buah secara maksimal. Banyak orang pada masa itu menganggap mustahil pengusahaan tanaman Apel, yang umumnya diusahakan pada daerah subtropis, dapat berhasil di Indonesia yang beriklim tropis. Namun saat ini anda sekalian telah merasakan manisnya buah Apel Malang sehingga dalam jangka waktu yang lama telah banyak berperan dalam memberikan kesejahteraan masyarakat Malang terutama petani Apel. Untuk jelasnya sejarah tanaman ini bisa menjadi unggulan masyarakat Kota Batu dan Malang raya umumnya, mari kita simak sejarah introduksi tanaman Apel ke kawasan ini. Pertanian Apel Malang sampai 1962 Sejarah awal tanaman Apel tidak lepas dari cerita tentang petani-petani yang berasal dari Belanda yang banyak bermukim di kawasan ini akibat kebijakan yang diberlakukan di masa itu. Perkembangan awal tanaman apel tidak lepas dari pengusahaan tanaman jeruk Keprok Batu (dikenal juga dengan Jeruk Keprok Punten) oleh petani Belanda. Tanaman jeruk ini diusahakan petani dengan teknik tradisional dimana petani masih banyak mengandalkan pada kondisi alam yang masih sangat mendukung saat itu. Namun pada tahun 1929, sebagian besar tanaman jeruk petani diserang penyakit pada akar yang sangat sulit untuk diatasi. Salah seorang pegawai pertanian dan perkebunan Kawedanan Pujon bernama Kandar dan atasannya Miller dengan segala upaya mengatasi persoalan namun mangalami kegagalan. Pada saat yang sama, banyak terdapat tanaman apel yang tumbuh secara liar di halaman petani Belanda di kawasan Batu. Salah seorang diantaranya yang bernama Pegtel (Desa Pesanggrahan) memiliki perhatian lebih terhadap tanaman ini. Selanjutnya Pegtel mendorong Kandar untuk melakukan perbanyakan tanaman apel dengan okulasi, bahkan ia pun mendatangkan mata tunas langsung dari Australia. Dari tujuh okulasi, lima diantaranya tumbuh menjadi bibit baru. Selain Pegtel terdapat ahli pertanian bernama Ir. Gherts yang juga mendatangkan 19 macam tanaman Apel ke Batu dari Australia untuk ditanam di Nglebo, Pujon. Sekitar tahun 1930, Pegtel mulai membagikan hasil pekerjaan Kandar kepada petani Belanda lainnya di Batu, namun melarang menyebarkannya pada petani lokal pribumi). Sekitar tahun 1934 beberapa kebun Apel mulai banyak yang berbuah dan mulai dipasarkan disekitar Malang terutama oleh de Ruyter Dewildt dengan jenis Rome Beauty (atau Apel Australi) yang dikenal dengan warna hijau kemerah-merahan. Selain petani Belanda, petani Tionghoa juga mengusahakan tanaman ini diantaranya D. S. Oe dengan kebunnya di kawasan Junggo. Sampai masa itu, petani lokal lebih banyak mengusahakan Jeruk Keprok Punten dan sayuran yang kondisi budidayanya mengalami kondisi yang kurang baik. Perubahan kawasan pertanian mulai terjadi saat pendudukan Jepang tahun 1942 dimana semua jenis tanaman budidaya diganti dengan tanaman Jarak yang berguna untuk diambil minyaknya yang berfungsi sebagai minyak pelumas dan bahan bakar mesin dan kendaraan perang Jepang. Oleh karena itu banyak kebun Apel menjadi terbengkalai dan tidak dapat menghasilkan buah yang maksimal. Memasuki masa kemerdekaan, aset-aset Belanda termasuk lahan perkebunan dan lahan percobaan di Batu dilakukan serangkaian tindakan pengambilalihan. Setelah mengalami masa jeda saat pendudukan Jepang, tanaman Apel sekitar tahun 1948 lebih banyak digunakan sebagai tanaman pagar akibat aksi bumi hangus serta tidak tahunya petani lokal dalam melakukan tindakan budidaya tanaman Apel. Namun pada tahun 1950, petani lokal mulai membudidayakan kembali tanaman Apel namun dengan hasil yang sedikit (akibat teknik budidaya yang seadanya). Tahun 1951, saat digelar pertemuan hortikulturis di Jakarta, Apel Batu mulai diperkenalkan dan selanjutnya ditahun yang sama, Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu Jakarta mendatangka 21 klon jenis Apel dari Australia yang ditanam di kebun percobaan Jawa Timur termasuk di Batu. Tanaman tersebut ditanam begitu Bunga Pohon Apel (Foto: Tim EGI 2010 Seto) Perkembangan Pesat Tanaman Apel di Malang Raya Perkembangan pesat produksi tanaman Apel Malang dimulai pada tahun 1962, saat dikembangkan teknik pemotongan tajuk dan pelengkungan batang pohon yang selanjutnya dikenal dengan istilah perompesan daun dan pelengkungan cabang. Pada bulan Maret 1962 R.Widodo mendengar bahwa salah satu petani Nongkojajar-Pasuruan yang bernama J Kribben (keturunan Belanda) mengembangkan teknik perompesan daun (mulai 1960) sebagai salah satu adaptasi budidaya tanaman Apel di tropis yang menyerupai kondisi iklim empat musim. Kunjungan R Widodo ke Kribben yang disertai diskusi panjang dan praktek tentang teknik budidaya ini menarik kesimpulan bahwa tanaman Apel memerlukan masa istirahat seperti pada musim gugur dan musim salju di iklim sub tropis. Sepulang dari kunjungan tersebut, R Widodo dengan staf melakukan penelitian intensif budidaya Apel untuk menghasilkan panen Apel yang maksimal serta menyebarluaskan pengetahuan kepada masyarakat.
Cara-cara budidaya yang menjadi faktor teknis tersebut berkembang dengan pesat karena faktor dukungan dari faktor alam yang cocok dan juga faktor pengalaman petani di lapangan yang semakin berkembang. Pengembangan teknik-teknik tersebut telah membawa produktivitas tanaman Apel Malang meningkat terus sehingga dalam satu tahun Apel dapat berbuah selama dua kali. Produktivitas Apel Malang yang menurun Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan manfaat buah Apel bagi kesehatan merupakan salah satu alasan tingginya kebutuhan buah Apel di masyarakat. Kandungan Apel berupa zat berguna bagi tubuh manusia diantaranya pektin (sejenis serat), quercetin (bahan anti kanker dan anti radang) serta vitamin C yang tinggi merupakan sebagian alasan mengapa ahli gizi sangat menganjurkan masyarakat untuk mengkonsumsi buah Apel secara teratur. Beberapa persoalan kesehatan seperti susah buang air besar, obesitas, kolesterol tinggi, arthritis dan lainnya dapat diatasi dengan terapi buah Apel. Kandungan anti oksidan yang sangat tinggi juga menjadi alasan tingginya konsumsi buah Apel oleh masyarakat sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit dan disfungsi kesehatan tubuh lainnya. Kebutuhan buah Apel yang tinggi berimbas pada peningkatan kesejahteraan bagi petani Apel di Malang. Masa keemasan tanaman Apel Malang terjadi antara tahun 1970 hingga 1990-an, namun setelah masa itu tanaman Apel terus mengalami kemerosotan produktivitas (tingkat produksi & kualitas). Ini dapat berarti bahwa teknologi budidaya yang diuraikan diatas tidak lagi efektif untuk mendukung produktivitas Apel yang tinggi. Sebagai konsekuensinya, daya saing Apel Malang Raya menjadi rendah terhadap Apel impor yang terjadi khususnya setelah krisis monenter 1997 sehingga pada akhirnya, tanaman Apel tidak lagi menjadi komoditi unggulan agribisnis bagi sebagian petani di Malang Raya. Ini tercermin pada penurunan jumlah pohon produktif, tingkat produksi, dan hasil buah/pohon sacara berturut-tururt sebesar 16%, 58% dan 49% antara tahun 2002 hingga tahun 2004 (Sitompul, 2007). Hasil studi LERD (Local Economic Resource Development) baru-baru ini (LERD, 2006) tidak cukup berhasil menegaskan secara spesifik akar permasalahan dari produktivitas Apel yang rendah sebagaimana direncakan pada saat awal. Studi ini hanya sampai pada kesimpulan umum bahwa produktivitas yang rendah di Batu adalah akibat kemerosotan kesuburan tanah. Namun Sitompul (2007) selanjutnya lebih mendetailkan beberapa hal yang menjadi alasan mengapa produktifitas tanaman Apel Malang menjadi menurun yang dikaitkan dengan pengurasan unsur hara termasuk akibat erosi, penurunan bahan organik tanah, peningkatan residu bahan kimia (pestisida), kerusakan ekosistem (penggundulan hutan), kenaikan suhu dan penurunan masukan pupuk. Penurunan kapasitas simpan air tanah dan pohon Apel yang sudah tua juga dipertimbangkan sebagai faktor yang terlibat dalam produktivitas Apel yang rendah. Perbaikan Kualitas Pertanaman Apel Malang Strategi revitalisasi tanaman Apel Malang sebagai komoditi unggulan kawasan pertanian Malang Raya diupayakan terus menerus untuk mengembalikan kejayaan masa lalu disamping usaha menjaga keberlanjutan lingkungan serta melestarikan identitas/image Malang Raya. Pemerintah bersama masyarakat dan perguruan tinggi bahu membahu terus mengupayakan perbaikan sistem pertanian tanaman Apel untuk dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan produktivitasnya. Untuk mengatasi persoalan produktivitas dan kualitas pertanian Apel diatas, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (FPUB) melakukan penelitian intensif guna mencari faktor pertumbuhan dan pembatas pengusahaan tanaman Apel. Faktor pertumbuhan yang banyak mendapat perhatian selama ini antara lain adalah Ketinggian Tempat (Altitude), Suhu, Kelembapan, Infiltrasi (resapan air tanah), Status Hara Tanah atau Tanaman, dan Jarak Tanam (Area per pohon). Buah Apel di lapak pedagang buah di Kota Batu (foto: Tim EGI 2010 Seto) Beberapa kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa penurunan produktivitas tanaman Apel masih dapat diatasi dengan melakukan perbaikan terhadap manajemen pertanaman yang dapat meningkatkan kesehatan daun apel melalui pengurangan pengaruh faktor pembatas suhu, hidrologi dan unsur hara. Manajemen tidak sama untuk semua wilayah, tapi ditentukan aspek hamparan lahan disamping keadaan tanah dan hidrologi. Karena itu analisis geografi wilayah menjadi sangat penting dilakukan untuk pendataan tidak hanya aspek hamparan lahan tapi juga kendala dari sifat tanah dan hidrologi lahan disamping manajemen yang diterapkan petani. Dengan demikian, manajemen yang tepat dapat dirancang untuk setiap hamparan usaha pertanaman apel dengan memperhatikan beberapa hal detail hasil penelitian Sunaryo, Sitawati dan Rofiq (2007) diantaranya adalah :
Perbaikan agribisnis tanaman Apel di malang Raya tidak saja dilakukan pada aspek lahan dan teknik budidaya, aspek sosial-ekonomi dan budaya juga menjadi perhatian utama dalam perbaikan kualitas produksi tanaman Apel. Pemerintah pusat dan daerah sebagai regulator dan pengambil kebijakan juga melakukan berbagai upaya perbaikan terhadap kondisi ini. Salah satu upaya perlindungan lahan pertanian Apel dari alih fungsi lahan saat inipun juga dijamin oleh pemerintah dengan diterbitkannya Undang-undang no 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berlanjut. Daftar Pustaka Baskara, Medha. 2010. Pengembangan Konsep Agropolitan Sebagai Potensi Wisata Agro. Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Optimalisasi Pengembangan Wisata Agro di Jawa Timur, Hotel Selecta Kota Batu. Sekretariat Daerah Propinsi Jawa Timur. Kusumawardana, Lingga. 2001. Perkembangan Budidaya Tanaman Apel di Kecamatan Batu Tahun 1962-1999. Skripsi Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra. Universitas Jember. Jember LERD, 2006. Penyusunan Program Agribisnis Apel Batu. Local Workshop, Hotel Purnama, Batu. Badan Perencanaan Daerah Sitompul, S.M. 2007. Kendala Produktivitas Tanaman Apel (Malus sylvestris Mill) di Wilayah Malang Raya. Seminar hasil penelitian PHK A2, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Sunaryo, Sitawati dan M. Rofiq, 2007. Kendala Produktivitas Tanaman Apel di Wilayah Malang Raya. Laporan Akhir penelitian PHK A2, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang Full Text PDF Posted under Akademik,Artikel,Pohon,Publikasi,Tanaman,wisata agro
Comments Off on Pohon Apel itu Masih [bisa] Berbuah Lebat |