Bagaimanakah tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No 12 tahun 2011?

Tata perundang-undangan diatur dalam :

  1. Tap MPRS NO. XX/MPRS/1996 tentang Memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum Republik Indonesia dan tata urutan perundang-undangan Republik Indonesia.

Urutannya yaitu : 1) UUD 1945; 2) Ketetapan MPR; 3) UU; 4) Peraturan Pemerintah; 5) Keputusan Presiden; 6) Peraturan Pelaksana yang terdiri dari : Peraturan Menteri dan Instruksi Menteri.

Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.

  1. Tap MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Undang-Undang.

Berdasarkan ketetapan MPR tersebut, tata urutan peraturan perundang-undangan RI yaitu : 1) UUD 1945; 2) Tap MPR; 3) UU; 4) Peraturan pemerintah pengganti UU; 5) PP; 6) Keppres; 7) Peraturan Daerah;

Ketentuan dalam Tap MPR ini sudah tidak berlaku.

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Berdasarkan ketentuan ini, jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) UU/Perppu; 3) Peraturan Pemerintah; 4) Peraturan Presiden; 5) Peraturan Daerah.

Ketentuan dalam Undang-Undang ini sudah tidak berlaku.

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini, jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan Republik Indonesia adalah sebagai berikut : 1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2) Ketetapan MPR; 3) UU/Perppu; 4) Peraturan Presiden;

0) Peraturan Menteri;

5) Peraturan Daerah Provinsi;

6) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

=====

Pertanyaan :



Kedudukan Peraturan Menteri dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian apakah Peraturan Menteri sudah tidak dapat dijadikan dasar hukum? Bagaimana sebenarnya kedudukan Peraturan Menteri setelah UU ini dikeluarkan, baik Peraturan Menteri yang dikeluarkan sebelum dan setelah Undang-Undang ini dikeluarkan?

Jawaban :

Peraturan menteri dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (selanjutnya saya sebut sebagai UU No. 12/2011) tidak diatur dalam ketentuan Pasal ayat (1). Namun demikian, jenis peraturan tersebut keberadaannya diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011, yang menegaskan:

"Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat." (cetak tebal oleh penjawab)

Walaupun ketentuan di atas tidak menyebut secara tegas jenis peraturan perundang-undangan berupa "Peraturan Menteri", namun frase "…peraturan yang ditetapkan olehmenteri…" di atas, mencerminkan keberadaan Peraturan Menteri sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, Peraturan Menteri setelah berlakunya UU No. 12/2011 tetap diakui keberadaannya.

Persoalan selanjutnya, bagaimanakah kekuatan mengikat Peraturan Menteri tersebut? Pasal 8 ayat (2) UU No. 12/2011 menegaskan:

"Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan." (cetak tebal oleh penjawab)

Dari ketentuan di atas, terdapat dua syarat agar peraturan-peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) UU No. 12/2011 memiliki kekuatan mengikat sebagai peraturan perundang-undangan, yaitu: 1.    diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; atau 2.    dibentuk berdasarkan kewenangan. Dalam doktrin, hanya dikenal dua macam peraturan perundang-undangan dilihat dasar kewenangan pembentukannya, yaitu peraturan perundang-undangan yang dibentuk atas dasar: 1.    atribusi pembentukan peraturan perundang-undangan; dan 2.    delegasi pembentukan peraturan perundan-undangan A. Hamid S. Attamimmi (1990, hlm. 352), menegaskan Atribusi kewenangan perundang-undangan diartikan penciptaan wewenang (baru)oleh konstitusi/grondwet atau oleh pembentuk undang-undang (wetgever) yang diberikan kepada suatu organ negara, baik yang sudah ada maupun yang dibentuk baruuntuk itu. Sebagai contoh, peraturan perundang-undangan atribusian dalam UUD 1945, berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan Daerah (Perda). Dalam UU No. 12/2011 juga dikenal satu jenis peraturan perundang-undangan atribusian di luar UUD 1945, yaitu Peraturan Presiden (Perpres), yang pada masa lalu dikenal sebagai Keputusan Presiden yang bersifat mengatur yang dasarnya adalah Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Sementara itu, delegasi dalam bidang perundang-undangan ialah pemindahan/ penyerahankewenangan untuk membentuk peraturan dari pemegang kewenangan asal yang memberdelegasi (delegans) kepada yang menerima delegasi (delegataris) dengan tanggungjawab pelaksanaan kewenangan tersebut pada delegataris sendiri, sedangkan tanggungjawab delegans terbatas sekali (A. Hamid S. Attamimmi: 1990, hlm. 347).

Contohnya dari peraturan perundang-undangan delegasi, misalnya tergambar dalam Pasal 19 ayat (4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan, yang menegaskan bahwa: "Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesiasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri."

=====

Definisi :

  1. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.
  2. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah hukum dasar (konstitusi) yang tertulis yang merupakan peraturan negara tertinggi dalam tata urutan Peraturan Perundang-undangan nasional.
  3. Ketetapan MPR merupakan putusan MPR yang ditetapkan dalam sidang MPR, yang terdiri dari 2 (dua) macam yaitu :Ketetapan yaitu putusan MPR yang mengikat baik ke dalam atau keluar majelis, Keputusan yaitu putusan MPR yang mengikat ke dalam majelis saja.
  4. Undang-Undang (UU) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan Persetujuan bersama Presiden.
  5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan :Perppu diajukan ke DPR dalam persidangan berikut;DPR dapat menerima/menolak Perppu tanpa melakukan perubahan;Bila disetujui oleh DPR, Perrpu ditetapkan menjadi Undang-Undang;Bila ditolak oleh DPR, Perppu harus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
  6. Peraturan Pemerintah (PP) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
  7. Peraturan Presiden (Perpres) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
  8. Peraturan Menteri (Permen) adalah Peraturan Perundang-undangan yang mengatur (regeling), mengikat umum, norma perundang-undangannya selalu bersifat umum, abstrak, dan berlaku terus-menerus ditetapkan oleh Menteri untuk menjalankan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan sebagaimana mestinya.
  9. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan Gubernur.
  10. Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan Bupati/Walikota.
  11. Peraturan Kepala Daerah (Perkada) adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Kepala Daerah Provinsi(PerGub)/Kabupaten(PerBup)/Kota(PerWali) untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan daerah.

Bagaimanakah tata urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia menurut UU No 12 tahun 2011?

Sumber - Edited BAPPEDA (WZ)

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran keempat dari artikel dengan judul Hierarki Peraturan Perundang-undangan (2) yang dibuat oleh Ali Salmande, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 22 Maret 2011, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Jumat, 4 Mei 2018, kedua kali pada Rabu, 18 Maret 2020, dan ketiga kali pada Rabu, 15 April 2020.

Konsep Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Konsep hierarki peraturan perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari teori Hans Kelsen dan Hans Nawiasku. Kami akan menjelaskan teori keduanya sebagaimana dikutip oleh Nisrina Irbah Sati dalam Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia (hal. 837–838).

Menurut Hans Kelsen, pada dasarnya terdapat dua golongan norma dalam hukum, yakni norma yang bersifat inferior dan norma yang bersifat superior. Terkait kedua norma tersebut, validitas dari norma yang lebih rendah dapat diuji terhadap norma yang secara hierarkis berada di atasnya.

Berangkat dari teori Hans Kelsen tersebut, Hans Nawiasky kemudian merincikan bahwa susunan norma hukum tersusun dalam bangunan hukum berbentuk stupa (stufenformig) yang terdiri dari bagian-bagian tertentu (zwischenstufe). Adapun hierarki bagian tersebut adalah staatsfundamentalnorm (norma dasar), staatsgrundgesetz (norma yang sifatnya dasar dan luas, dapat tersebar dalam beberapa peraturan), formellgesetz (sifatnya konkret dan terperinci), verordnungsatzung (peraturan pelaksana), dan autonome satzung (peraturan otonom).

Hierarki Peraturan Perundang-undangan Indonesia

Peraturan perundang-undangan di Indonesia juga mengenal hierarki. Ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU 12/2011 menerangkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia terdiri atas:

  1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
  3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
  4. Peraturan Pemerintah;
  5. Peraturan Presiden;
  6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
  7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diketahui bahwa hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yang paling tinggi adalah UUD 1945. Kemudian, penting untuk diketahui bahwa kekuatan hukum peraturan perundang-undangan yang disebutkan berlaku sesuai dengan hierarkinya dan peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.[1]

Jenis dan hierarki peraturan perundang undangan selain yang dimaksud di atas mencakup peraturan yang ditetapkan oleh:[2]

  1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”);
  2. Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
  3. Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”);
  4. Mahkamah Agung;
  5. Mahkamah Konstitusi (“MK”);
  6. Badan Pemeriksa Keuangan;
  7. Komisi Yudisial;
  8. Bank Indonesia;
  9. Menteri;
  10. Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang (“UU”) atau pemerintah atas perintah UU;
  11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (“DPRD”) Provinsi dan DPRD kabupaten/kota; dan
  12. Gubernur, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.

Peraturan perundang-undangan tersebut di atas diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.[3]

Perlu juga diketahui bahwa dari hierarki dan jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut, materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Perda Provinsi, atau Perda Kabupaten/Kota.[4]

Sebagai tambahan informasi, setiap peraturan perundang-undangan memiliki Bagian Menimbang (konsiderans) dan Bagian Mengingat yang masing-masing memiliki muatan tersendiri. Apakah itu? Anda dapat simak Arti ‘Menimbang’ dan ‘Mengingat’ dalam Peraturan Perundang-Undangan.

Prinsip-prinsip dalam Hierarki Peraturan Perundang-undangan

Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, terdapat empat prinsip dalam hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu:

  1. Lex superiori derogat legi inferiori: peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya tidak sederajat dan saling bertentangan.
  2. Lex specialis derogat legi generali: peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang lebih umum. Asas ini berlaku pada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan materi yang sama.
  3. Lex posteriori derogat legi priori: peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama. Asas ini berlaku saat ada dua peraturan yang hierarkinya sederajat dengan tujuan mencegah ketidakpastian hukum.
  4. Peraturan hanya bisa dihapus dengan peraturan yang kedudukannya sederajat atau lebih tinggi.

Baca juga: 3 Asas Hukum: Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior Beserta Contohnya

Selain hierarki peraturan perundang-undangan, masih banyak topik bahasan yang berkenaan dengan peraturan. Beberapa pembahasan yang menarik untuk disimak yang dapat Anda temukan dalam artikel-artikel berikut:

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan Selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami tentang hierarki peraturan perundang-undangan, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

Referensi:

Nisrina Irbah Sati. Ketetapan MPR dalam Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Jurnal Hukum & Pembangunan 49 No. 4, 2019.

[1] Pasal 7 ayat (2) UU 12/2011 dan penjelasannya

[2] Pasal 8 ayat (1) UU 12/2011

[3] Pasal 8 ayat (2) UU 12/2011

[4] Pasal 15 ayat (1) UU 12/2011