Bagaimana upaya meningkatkan mutu pendidikan baik input, proses, output dan outcome brainly

SEKILAS INFO

  • 2 tahun yang lalu / Selamat datang di website SMA Negeri 1 Nalumsari | Semoga bermanfaat bagi kita semua

Digital. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pendidikan menurut Ki hajar Dewantara diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dan hendaknya terintegral dalam perilaku pendidikan di negara ini. Namun menilik fakta pelaksanaan pendidikan yang selama ini  di Indonesia sepertinya belum mengarah kepada pembentukan karakter sebagaimana jati diri bangsa Indonesia dan bahkan cenderung menurun. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dapat diilustrasikan dalam bagan seperti dibawah ini:

Konsepsi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Sedangkan John Dewey dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education John Dewey mengemukakan empat konsep pokok dalam belajar yang harus dilalui oleh seorang pembelajar sehingga dapat menjadi manusia yang memiliki karakter dan berperilaku sehat. Keempat aspek tersebut adalah: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Dua konsep terakhir sangat dekat dengan upaya pendidikan karakter dan itulah corak akhir dari kehidupan manusia. Sedangkan untuk mencapai dua yang terakhir, maka siswa perlu melewati dua jenis belajar sebelumnya yaitu learning to know dan learning to do.

Ditambahkan oleh Jacques Delors( 1996) dalam bukunya: Learning : The Treasure Within, menulis bahwa the essential features of basic education that teaches pupils how to improve their lives through knowledge, through experiment, and through the development of their own personal cultures are preserved. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan itu hanya akan bermakna jika pembelajar selain memiliki kemampuan otak, juga memiliki kemampuan memaknai nilai-nilai dari belajarnya.

Mencermati konsep dasar pendidikan diatas, permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Jadi dalam memandang konsepsi input output pendidikan sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut:

Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).


Page 2

Pendidikan menurut Ki hajar Dewantara diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dan hendaknya terintegral dalam perilaku pendidikan di negara ini. Namun menilik fakta pelaksanaan pendidikan yang selama ini  di Indonesia sepertinya belum mengarah kepada pembentukan karakter sebagaimana jati diri bangsa Indonesia dan bahkan cenderung menurun. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dapat diilustrasikan dalam bagan seperti dibawah ini:

Konsepsi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Sedangkan John Dewey dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education John Dewey mengemukakan empat konsep pokok dalam belajar yang harus dilalui oleh seorang pembelajar sehingga dapat menjadi manusia yang memiliki karakter dan berperilaku sehat. Keempat aspek tersebut adalah: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Dua konsep terakhir sangat dekat dengan upaya pendidikan karakter dan itulah corak akhir dari kehidupan manusia. Sedangkan untuk mencapai dua yang terakhir, maka siswa perlu melewati dua jenis belajar sebelumnya yaitu learning to know dan learning to do.

Ditambahkan oleh Jacques Delors( 1996) dalam bukunya: Learning : The Treasure Within, menulis bahwa the essential features of basic education that teaches pupils how to improve their lives through knowledge, through experiment, and through the development of their own personal cultures are preserved. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan itu hanya akan bermakna jika pembelajar selain memiliki kemampuan otak, juga memiliki kemampuan memaknai nilai-nilai dari belajarnya.

Mencermati konsep dasar pendidikan diatas, permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Jadi dalam memandang konsepsi input output pendidikan sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut:

Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).


Bagaimana upaya meningkatkan mutu pendidikan baik input, proses, output dan outcome brainly

Lihat Pendidikan Selengkapnya


Page 3

Pendidikan menurut Ki hajar Dewantara diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dan hendaknya terintegral dalam perilaku pendidikan di negara ini. Namun menilik fakta pelaksanaan pendidikan yang selama ini  di Indonesia sepertinya belum mengarah kepada pembentukan karakter sebagaimana jati diri bangsa Indonesia dan bahkan cenderung menurun. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dapat diilustrasikan dalam bagan seperti dibawah ini:

Konsepsi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Sedangkan John Dewey dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education John Dewey mengemukakan empat konsep pokok dalam belajar yang harus dilalui oleh seorang pembelajar sehingga dapat menjadi manusia yang memiliki karakter dan berperilaku sehat. Keempat aspek tersebut adalah: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Dua konsep terakhir sangat dekat dengan upaya pendidikan karakter dan itulah corak akhir dari kehidupan manusia. Sedangkan untuk mencapai dua yang terakhir, maka siswa perlu melewati dua jenis belajar sebelumnya yaitu learning to know dan learning to do.

Ditambahkan oleh Jacques Delors( 1996) dalam bukunya: Learning : The Treasure Within, menulis bahwa the essential features of basic education that teaches pupils how to improve their lives through knowledge, through experiment, and through the development of their own personal cultures are preserved. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan itu hanya akan bermakna jika pembelajar selain memiliki kemampuan otak, juga memiliki kemampuan memaknai nilai-nilai dari belajarnya.

Mencermati konsep dasar pendidikan diatas, permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Jadi dalam memandang konsepsi input output pendidikan sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut:

Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).


Bagaimana upaya meningkatkan mutu pendidikan baik input, proses, output dan outcome brainly

Lihat Pendidikan Selengkapnya


Page 4

Pendidikan menurut Ki hajar Dewantara diartikan sebagai daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dan hendaknya terintegral dalam perilaku pendidikan di negara ini. Namun menilik fakta pelaksanaan pendidikan yang selama ini  di Indonesia sepertinya belum mengarah kepada pembentukan karakter sebagaimana jati diri bangsa Indonesia dan bahkan cenderung menurun. Pemikiran Ki Hajar Dewantara ini dapat diilustrasikan dalam bagan seperti dibawah ini:

Konsepsi Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara

Sedangkan John Dewey dalam bukunya yang berjudul Democracy and Education John Dewey mengemukakan empat konsep pokok dalam belajar yang harus dilalui oleh seorang pembelajar sehingga dapat menjadi manusia yang memiliki karakter dan berperilaku sehat. Keempat aspek tersebut adalah: (1) Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Dua konsep terakhir sangat dekat dengan upaya pendidikan karakter dan itulah corak akhir dari kehidupan manusia. Sedangkan untuk mencapai dua yang terakhir, maka siswa perlu melewati dua jenis belajar sebelumnya yaitu learning to know dan learning to do.

Ditambahkan oleh Jacques Delors( 1996) dalam bukunya: Learning : The Treasure Within, menulis bahwa the essential features of basic education that teaches pupils how to improve their lives through knowledge, through experiment, and through the development of their own personal cultures are preserved. Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan itu hanya akan bermakna jika pembelajar selain memiliki kemampuan otak, juga memiliki kemampuan memaknai nilai-nilai dari belajarnya.

Mencermati konsep dasar pendidikan diatas, permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia yang salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Salah satu faktor yang menyebabkannya adalah kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan education function atau input-output analisys yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat produksi yang apabila dipenuhi semua input (masukan) yang diperlukan dalam kegiatan produksi tersebut, maka lembaga ini akan menghasilkan output yang dikehendaki. Pendekatan ini menganggap bahwa apabila input seperti pelatihan guru, pengadaan buku dan alat pelajaran, dan perbaikan sarana serta prasarana pendidikan lainnya, dipenuhi, maka mutu pendidikan (output) secara otomatis akan terjadi. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang diharapkan tidak terjadi. Mengapa? Karena selama ini dalam menerapkan pendekatan educational production function terlalu memusatkan pada input pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan. Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.

Jadi dalam memandang konsepsi input output pendidikan sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut:

Konsepsi input dan output pendidikan sejauh ini merupakan gambaran mutu pendidikan adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan pengertian mutu mencakup input, proses, dan output pendidikan.

Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa sumberdaya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsunnya proses. Input sumber daya meliputi sumberdaya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru BP, karyawan, siswa) dan sumberdaya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan, dsb.). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb. Input harapan-harapan berupa visi, misi, tujuan, dan sasaran- sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.

Proses Pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input sedangkan sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan bersekala mikro (ditingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses yang dimaksud adalah proses pengembilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibanding dengan proses- proses lainnya.

Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan dsb) dilakukan secara harmonis, sehingganya mampu menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Kata memberdaykan mengandung arti bahwa peserta didik tidak sekadar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan lebih penting lagi peserta didik tersebut mampu belajar secara terus menerus (mampu mengembangkan dirinya).


Bagaimana upaya meningkatkan mutu pendidikan baik input, proses, output dan outcome brainly

Lihat Pendidikan Selengkapnya