Bagaimana sistem kepercayaan masyarakat Indonesia sebelum masuknya pengaruh Islam ke Nusantara?

Agama Hindu adalah agama terbesar ketiga di Indonesia. Pada saat ini, sekitar 1,7% dari penduduk Indonesia menganut agama Hindu, atau mencakup sekitar empat juta orang dari total jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta orang. Saat ini mayoritas penduduk beragama Hindu di Indonesia tinggal di pulau Bali yang terkenal karena kebudayaan Hindunya (dan pemandangan alamnya). Kontras dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia - dan karena alasan-alasan yang tidak diketahui - kekuatan Islam tidak cukup kuat untuk menghancurkan penghalang-penghalang yang tinggi dari budaya Bali, sehingga pulau ini tetap memiliki mayoritas penduduk beragama Hindu sampai saat ini.

Lokasi-lokasi di Indonesia tempat tinggal komunitas-komunitas Hindu yang relatif besar:

1. Bali2. Sulawesi (Tengah, Selatan dan Tenggara)3. Kalimantan Tengah

4. Sumatra Selatan (Lampung)

Kedatangan Agama Hindu di Nusantara

Sebelum kedatangan agama Hindu dan Buddha, para penduduk asli nusantara mempraktekkan berbagai jenis animisme. Namun waktu agama Hindu datang di wilayah barat nusantara melalui sebuah jalur perdagangan yang dimulai dari Cina sampai ke India pada abad pertama setelah Masehi, para pemimpin lokal menganggap agama baru ini sebagai sebuah aset untuk kekuasaan mereka sehingga mereka mulai merepresentasikan diri mereka sebagai dewa-dewi Hindu, dan dengan cara itu meningkatkan status mereka. Kepercayaan-kepercayaan animisme yang ada sebelumnya diduga jadi bercampur dengan agama Hindu, dan menghasilkan agama Hindu jenis perpaduan baru yang mengandung ciri-ciri unik, dan karena itu membuatnya berbeda dengan agama Hindu di India. Misalnya, sistem kasta tak pernah diterapkan secara ketat dalam sejarah nusantara.

Sejumlah kerajaan-kerajaan Hindu yang besar didirikan di Kalimantan, Sumatra dan Jawa antara abad ke-5 sampai abad ke-13; beberapa di antaranya juga menyerap pengaruh agama Buddha. Kerajaan besar terakhir di wilayah nusantara, Majapahit (berkuasa sekitar 1293-1500), menunjukkan percampuran yang menarik antara Hindu, Buddha, dan kepercayaan animisme. Namun setelah Islam menjadi kekuatan sosio-politik sejak abad ke-13, agama Hindu secara bertahap memudar menghadapi agama baru yang cepat berkembang ini. Pengecualian hanya terjadi di Bali, di pulau inilah penguasa dari Majapahit (berasal dari Jawa Timur) mengungsi dari kekuatan-kekuatan Islam yang mengalahkannya di Jawa.

Keberagaman Agama Hindu 

Seperti yang telah diindikasikan oleh peta di atas, komunitas-komunitas Hindu yang relatif besar bertempat tinggal di Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra (ada kantung-kantung desa-desa Hindu yang bisa ditemukan di Jawa Timur). Agama Hindu menjadi bercampur dengan kepercayaan-kepercayaan animisme yang sudah ada di nusantara dan karena itu kita masih tetap bisa menemukan keanekaragaman kepercayaan Hindu sekarang. Bahkan, di pulau kecil seperti Bali pun, ada tingkat perbedaan yang menarik antar wilayah di Bali. Di beberapa kasus, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Hindu bercampur dengan tradisi-tradisi Islam.

Kendati begitu, tidak semua penduduk Indonesia yang secara statistik beragama Hindu adalah betul-betul penganut agama Hindu. Menurut hukum Indonesia hanya 6 agama besar yang dikenali sebagai agama-agama resmi di negara ini, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Terlebih lagi, semua penduduk Indonesia diwajibkan untuk memilih salah satu dari enam agama ini sebagai agama mereka (ada data identitas agama yang wajib diisi dan didokumentasikan di Kartu Tanda Penduduk). Untuk kelompok-kelompok yang masih tetap mempraktekkan animisme, hal ini menjadi sebuah masalah yang serius karena animisme bukanlah sebuah pilihan agama yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Komunitas-komunitas ini cenderung memilih agama Hindu sebagai bagian dari identitas di Kartu Tanda Penduduk mereka karena agama Hindu lebih fleksibel dalam memasukkan unsur-unsur animisme dibandingkan agama-agama lain. Beberapa contoh adalah suku Tana Toraja di Sulawesi, suku Dayak di Kalimantan, dan suku Batak Karo di Sumatra.

Kebudaan dan seni Jawa sangat dipengaruhi oleh periode sejarah Hindu-Buddha. Pada saat ini, pengaruh tersebut masih tampak dan dilestarikan melalui pertunjukkan-pertunjukkan wayang yang terkenal, pelestarian dari sejumlah candi-candi yang indah (Borobudur dan Prambanan adalah yang paling terkenal), banyak kata-kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang digunakan dalam bahasa-bahasa lokal (dan juga bahasa Indonesia), dan tradisi-tradisi rakyat yang menjunjung tinggi kepercayaan-kepercayaan Hindu dan kepercayaan-kepercayaan sebelumnya di dalam sebagian komunitas Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tradisi-tradisi Jawa ini dikenal dengan nama kejawen.

Agama Hindu di Bali

Bali, salah satu tujuan utama pariwisata di Indonesia, tidak hanya terkenal karena pantai-pantainya, pemandangan alam, dan hamparan sawah padi yang indah namun juga karena tradisi kebudayaannya yang unik: tradisi agama Hindu Bali yng terdiri terutama dari seni dan ritual. Agama ini agak berbeda dengan agama Hindu yang dipraktekkan di India karena - sebelum agama Hindu tiba di Bali - agama ini mengalami perubahan-perubahan radikal di Jawa. Salah satu ciri yang penting adalah penyatuan kepercayaan Hindu (atau tepatnya kepercayaan kepada Dewa Siwa/Shivaisme) dengan agama Buddha. Ciri khas ini masih tampak sampai saat ini, contohnya, beberapa tulisan agama Buddha masih memiliki peran penting dalam agama Hindu Bali dan pulau ini memiliki sistem imamat yang mencakup orang-orang beragama Hindu dan beragama Buddha.

Basis teologis dari Hindu Bali berasal dari filosofi India sementara kepercayaan-kepercayaan animisme menjadi dasar dari berbagai ritual. sebuah kepercayaan penting dari Hindu Bali adalah bahwa peristiwa-peristiwa alam dipengaruhi oleh para roh. Oleh karena itu, sesajen, yang dibuat dari hasil-hasil pertanian, dipersembahkan kepada roh-roh. Gunung Agung (gunung tertinggi di Bali) dipercaya sebagai rumah para dewata dan para leluhur orang Bali. Oleh karena itu, gunung ini disebut sebagai 'gunung ibu' dan sangat suci bagi orang Bali. Simbol utama agama Hindu Bali adalah Swastika atau 'roda matahari', bentuknya seperti palang yang miring dengan lengan-lengan di sisi kanan tiap cabang. Simbol Swastika juga digunakan secara luas dalam agama-agama di India dan dipercaya bisa membangkitkan 'shakti' atau kekuatan suci pemberdayaan.

RAKYAT PRIANGAN - Kondisi Bangsa Indonesia pada Waktu Permulaan Kedatangan Islam Sejarawan Barat, Brandes menyebutkan bahwa masyarakat Nusantara sebelum kedatangan pengaruh India telah mempunyai 10 butir aspek kebudayaan yang merupakan kepandaian asli masyarakat Nusantara, yaitu wayang, gamelan, batik, pengerjaan logam, astronomi, pelayaran, irigasi, mata uang, metrum (irama), dan pemerintahan yang teratur.

Berdasarkan pendapat Brandes tersebut bukan hal yang mengherankan jika masyarakat Nusantara waktu itu sudah aktif dalam perdagangan maritim internasional antara India-Cina karena mampu melakukan pelayaran (dengan perahu bercadik) di samudera dan memanfaatkan ilmu astronomi yang mereka kuasai.

Catatan Cina awal juga menyebutkan sejumlah kerajaan awal yang memiliki hubungan dengan jalur perdagangan melalui Selat Malaka seperti Poli, Koying, Kantoli, P’u-lei, P’ota, P’o-huang, P’en-p’en, Tan-tan, dan Holotan yang berada di antara kerajaan-kerajaan awal yang diperkirakan telah muncul di beberapa lokasi di Nusantara seperti di pulau Jawa dan Sumatra.

 Baca Juga: 'Museum Pusaka' Simbol Identitas Rakyat Cirebon

Sebelum Islam datang ke Nusantara atau Indonesia mulai abad ke-7 M, penduduk di negeri ini telah memeluk agama Hindu dan Buddha sejak sekitar abad ke-3 M.

Namun, jika urut lebih jauh lagi sebelum kehadiran agama Hindu dan Buddha masyarakat telah memiliki sistem kepercayaannya sendiri.

Secara umum, keyakinan tersebut disebut sebagai animisme dan dinamisme. Agama lokal ini merupakan kepercayaan-kepercayaan yang diwariskan dari nenek moyang secara turun-temurun.

 Baca Juga: Sejarah Radio: Pasca Indonesia Merdeka Informasi Rakyat Terputus

Mereka mengenal dewa-dewa yang dipersonifikasikan dalam bentuk kebendaan seperti patung, pohon-pohon besar, batu, dan monumen. Dengan kata lain, perkembangan agama yang terjadi pada bangsa Indonesia ini sangat dinamis.

Page 2

Menurut Hamka, orang-orang Nusantara sebelum menganut agama-agama, di dalam jiwa mereka telah ada persediaan untuk menerima kehadiran agama. Di dalam jiwa mereka sudah mulai tumbuh kepercayaan. Ada dua hal kata Hamka yang menyebabkan tumbuhnya kepercayaan itu. Pertama alam sekeliling, kedua soal hidup dan mati.

Kepercayaan animisme (dari bahasa latin anima atau “roh”) adalah kepercayaan kepada mahluk halus dan roh merupakan asas kepercayaan agama yang mula-mula muncul di kalangan manusia primitif.

 Baca Juga: Gong Perdamaian Dunia di Ciamis Kembali Bergema, Bupati Herdiat Sampaikan Salam Cinta Damai

Kepercayaan animism mempercayai bahwa setiap benda di bumi ini, (seperti kawasan tertentu, gua, pohon, atau batu besar) mempunyai jiwa yang mesti di hormati agar semangat tersebut tidak mengganggu manusia, malah membantu mereka dari semangat dan roh jahat dan juga dalam kehidupan seharian mereka.

Sedangkan dinamisme (dalam kaitan agama dan kepercayaan) adalah pemujaan terhadap roh nenek moyang yang telah meninggal menetap di tempat-tempat tertentu, seperti pohon-pohon besar. Arwah nenek moyang itu sering di mintai tolong untuk urusan mereka.

Caranya adalah dengan memasukkan arwah-arwah mereka ke dalam benda-benda pusaka seperti batu hitam atau batu merah delima dan lain sebagainya. Serta ada juga yang menyebutkan bahwa dinamisme adalah kepercayaan yang mempercayai terhadap kekuatan yang abstrak yang berdiam pada suatu benda.

 Baca Juga: Dongkrak Wisata Minat Khusus, Dinpar Ciamis Gelar Sertifikasi Pilot Paralayang

Adapun totemisme adalah faham yang meyakini bahwa manusia memiliki hubungan kekeluargaan dengan binatang.

Kemudian keyakinan ini mengarahkan pengikutnya untuk meyakini bahwa ada beberapa binatang yang memiliki kekuatan gaib, lalu mereka mengkeramatkan binatang-binatang tersebut, bahkan sampai memujanya.

Oleh: Deden Gumilang MN, M.Hum.
(Dosen Sejarah Peradaban Islam STIABI Riyadul ‘Ulum Tasikmalaya)

Page 3

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA