Foto ini mungkin mengganggumu, apakah tetap ingin melihat?
LihatCerita fantasi merupakan jenis cerita yang banyak disukai oleh pecinta karya sastra. Cerita fantasi tidak hanya dinikmati oleh anak-anak,tetapi juga orang dewasa. Walaupun bersifat fiktif, ciri kebahasaan pada cerita fantasi tetap mudah dipahami dan nyaman untuk dibaca.
Dikutip dari buku Pasti Bisa Bahasa Indonesia untuk SMP/MTS Kelas VII (2017), cerita fantasi adalah salah satu jenis cerita yang bersifat rekaan dan keseluruhan atau sebagian isinya berasal dari imajinasi dari penulis. Cerita fantasi dibangun berdasarkan unsur-unsur tertentu, sehingga menjadi rangkaian kejadian yang saling berhubungan.
Unsur-unsur Cerita Fantasi
Unsur-unsur cerita fantasi yaitu sebagai berikut:
Tema: Ide dasar yang menjadi pedoman dalam mengembangkan cerita.
Alur: Rangkaian peristiwa yang saling berkaitan dari awal sampai akhir.
Tokoh: Karekter atau pelaku dalam suatu cerita yang memiliki sifat-sifat tertentu.
Latar: Latar berisi tempat, waktu, atau suasana dalam cerita.
Sudut pandang: Sudut pandang penulis dalam mengisahkan cerita.
Amanat: Pesan moral dalam suatu cerita yang ingin diangkat oleh penulis.
Ciri-ciri Kebahasaan pada Cerita Fantasi
Foto ini mungkin mengganggumu, apakah tetap ingin melihat?
LihatApa saja ciri kebahasaan pada cerita fantasi? Simak penjelasannya di bawah ini:
1. Kata Ganti dan Nama Orang
Kata ganti dan nama orang menggunakan sudut pandang tertentu. Contohnya: aku, kami, mereka, dia, Lutfi, Rizka)
2. Pemilihan Diksi untuk Deskripsi Latar
Penggunaan diksi untuk mendeskripsikan latar tempat, waktu, dan suasana cenderung mengaktifkan pancaindera pembaca. Seolah-olah, pembaca juga ikut merasakan dan memahami apa yang dialami oleh tokoh.
Contoh: Rumah itu nampak elegan dengan ornamen-ornamen khas Eropa, sehingga begitu memanjakan mataku.
3. Menggunakan Majas
Sudah selayaknya cerita fantasi memiliki diksi yang bervariasi dan jarang ditemukan di buku-buku pelajaran atau karya ilmiah. Dalam hal ini, penggunaan majas sangat penting untuk diaplikasikan dalam cerita fantasi.
Contoh: Ucapannya sangat pedas hingga mampu menampar wajarku.
4. Kata Sambung sebagai Penanda Urutan Waktu
Cerita fantasi umumnya menggunakan kata sambung sebagai penanda urutan waktu. Contohnya seperti: kemudian, setelah itu, sementara itu, ketika, tiba-tiba, dan sebagainya.
5. Penggunaan Kata atau Ungkapan Keterkejutan
Penggunaan ungkapan yang bersifat keterkejutan dapat menggerakkan cerita untuk menuju konflik. Ungkapan keterkejutan tidak ditemukan dalam karya ilmiah.
Contoh: di luar dugaan, ternyata kuda itu memiliki sayap dan dapat terbang hingga langit ketujuh.
6. Penggunaan Dialog atau Kalimat Langsung
Dalam cerita fiksi, dialog ataupun kalimat langsung adalah sesuatu yang pasti terjadi. Tanpa adanya kalimat langsung, maka cerita tidak akan hidup dan hanya seperti cerita tempelan saja.
Contoh: Lihat, itu ekor putri duyung! teriak Dilla saat berada di atas perahu.
Itulah unsur dan ciri kebahasaan dalam cerita fiksi. Ciri-ciri yang telah disebutkan di atas tentu dapat membuat bahasa dalam cerita fantasi semakin terlihat menarik dan mengesankan di hati pembaca. (DLA)