Bagaimana PELAKSANAAN hak asasi manusia di Indonesia saat ini

Abdurrahman Sayuti
Mahasiswa Fakultas Hukum Unja

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki oleh manusia sejak lahir atas pemberian tuhan Yang Maha Esa. HAM menjadi ambigu ketika diletakkan pada kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa demikian, hal ini dipengaruhi oleh suatu sikap dimana masyarakat menganggap bahwa HAM menyangkut semua aspek dalam diri setiap manusia. Sehingga kemudian hal ini menjadi opini publik, sebagai contoh melakukan sesuatu yang tidak wajar di depan umum dianggap sebagai suatu hak yang asasi. Ternyata keadaannya tidaklah seperti itu, setiap orang diberi hak baik yang bersifat asasi maupun yang bersifat relatif.

Hak yang bersifat asasi adalah hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak sosial budaya. Adapun  hak yang bersifat relatif adalah hak yang berasal dari pengembangan hak asasi diatas. Terkait dengan hak yang bersifat relatif tentu saja harus memperhatikan hak relatif orang lain, karena sesungguhnya hak kita dibatasi dengan kewajiban menghormati hak orang lain.  Berbicara mengenai hak asasi manusia tidak terlepas dari peran aktif sebuah negara.

Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 sebagai gerbang awal untuk melakukan reformasi tataran kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai macam implikasi diharapkan dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Sebagai negara yang baru merdeka pada waktu itu UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 agustus 1945 menjadi pondasi hukum nasional. Walaupun Indonesia sudah merdeka, kondisi ini tidak serta merta mengakomodir kebutuhan perangkat bernegara. Bicara hak asasi manusia  pada waktu itu belum ada undang-undang yang secara khusus mengaturnya.

Pasca kemerdekaan kita memasuki masa orde lama di bawah kepemimpinan presiden Soekarno, perkembangan terhadap penghormatan hak asasi manusia belum menemukan langkah yang konkrit, negara pada waktu itu masih sibuk melakukan penataan perangkat bernegara, mengatasi masalah tekanan baik dari luar maupun dari dalam Indonesia sendiri. Kemudian pada masa orde baru warna penegakan hak asasi manusia masih saja tidak mengalami perkembangan, bahkan lebih parah, karena pada masa orde baru memerintah dengan otoriter.

Kendati pada orde baru HAM kurang berkembang, tahun 1990 an muncul Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnasham) sebagai konsekuensi Indonesia masuk dalam komite HAM PBB. Oleh pemerintah Indonesia karena desakan dari dalam dan luar negeri. Akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan politik dalam rangkah perlindungan HAM dan pemerintah memberlakukan undang-undang HAM serta mendirikan Komnasham.

Terkait dengan hukum tentu saja berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. HAM hari ini menjadi salah satu objek kajian yang menarik untuk diperhatikan. Mengapa demikain hal ini disebabkan bahwa hampir semua kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk memenuhi HAM. HAM ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi bangsa dan negara, karena berhasil atau tidaknya suatu negara terlihat sejauh mana penghormatan dan pemenuhan HAM di negara tersebut.
Indonesia sebagai negara yang berkembang tidak dapat dipungkiri akan rawan terhadap pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti masalah sosial, politik maupun ekonomi. Antara masalah diatas saling mempengaruhi satu sama lainnya pelanggaran HAM karena masalah sosial tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh masalah politik dan ekonomi. Kita memang perlu menyadari bahwa masalah penegakan hukum dindonesia masih dalam tahap pembelajaran apalagi masalah penegakan HAM.

Dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara kita seringkali menemukan ketimpangan dalam proses penegakan hukum dan HAM. Kadang kala hukum yang ditegakkan, namun disatu sisi mengabaikan HAM, begitu juga sebaliknya, HAM yng ditegakkan namun mengabaikan hukum yang berlaku. Ketika terjadi hal demikian tidak hanya aparat penegak hukum yang kesulitan, tetapi masyarakat lebih kesulitan lagi, karena berada dalam sistem tersebut. Masalah hukum dan HAM ini memang menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan kajian, baik secara normatif apalagi empirisnya.

Hal –hal mendasar dalam reformasi penegakan HAM di Indonesia, Pertama ; Subjek hukum, Dalam hal ini subjek hukum adalah segala sesuatu yang mampu mendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dipahami terbagi atas dua yaitu orang dan badan hukum. Orang sebagai subjek hukum ada kemungkinan terlalu berlebihan menggunakan haknya sehingga melanggar hak orang lain. Disamping itu ada kemungkinan juga tidak melakukan kewajiban yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan haknya terpangkaskan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan antara hak dan kewajiban itu seimbang, seperti halnya dua sisi mata uang yang saling memberi bentuk. Hak akan dihargai, jika kewajiban dilaksanakan begitu juga sebaliknya. Subjek hukum selanjutnya adalah badan hukum secara hakikat komposisinya terdiri dari kumpulan orang  yang menghimpun diri dalam sutu wadah untuk melakukan suatu tujuan bersama. Dewasa ini peran badan hukum dan keterlibatannya dalam proses penegakan HAM di Indonesia sudah sangat banyak. Kedua ; Aparat penegak hukum, dalam praktek penegakan hukum seringkali yang melakukan pelanggaran terhadap hukum itu adalah pihak yang mengerti hukum. Keadaan seperti ini membuat jelek wajah hukum Indonesia. tidak jarang menimbulkan sikap apatis dari masyarakat terkait apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari menghormati HAM. Setiap aparat penegak hukum hendaknya memahami dan mengerti tugas dan fungsinya masing-masing. Kondisi ideal seperti itulah yang diharapkan mampu memperbaiki hukum di Indonesia. Salah satu penyebab bobroknya aparat penegak hukum di Indonesia mungkin karena sistem pendidikan yang tidak mendukung. Sejak sekolah ditingkat dasar sampai perguruan tinggi iklim yang terbentuk adalah budaya korup. Jika hukum itu ingin diterapkan secara baik, maka untuk kedepannya harus dibentuk aparat penegak hukum yang berkarakter. Berkarakter dari segi ucapan,pikiran dan perbuatan sehinggga memberikan angin segar dan perubahan hukum Indonesia yang lebih baik. Ketiga Peraturan perundang-undangan, berdasarkan Undang-Undang Nomor  12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan     Perundang-Undangan. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis  Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Proses penegakan HAM tidak bisa dilihat secara parsial tetapi harus secara universal. Keuniversalan penegakan HAM tersebut mencakup terkait dengan     peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai HAM ini harus menjadi perhatian yang serius. Kita     mengakui peraturanperundang-undangan di Indonesia  masih     banyak kekurangan, perlu perbaikan. Dapat disimpulkan bahwa dalam     proses penegakan HAM di Indonesia harus di dukung oleh banyak perangkat yang tersusun dalam sebuah sistem yang rapi.

HAM itu sendiri tersusun dalam sebuah sistem maka kemudian harus didukung oleh     sistem hukum yang baik. Berbicara penegakan HAM, berarti berbicara tentang harkat     dan martabat orang Indonesia, berbicara tentang cita-cita bangsa Indonesia yang di     ikrarkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun     1945 alinea     ke-4 yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh     tumpah darah     Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan     kehidupan bangsa     dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan     kemerdekaan, perdamaian  abadi dan keadilan sosial. (*)

Oleh : itsjev | | Source : ITS Online

Ilustrasi HAM (sumber: kompasiana.com)

Kampus ITS, Opini ⁠— Salah satu amanat dari Undang- Undang Dasar  (UUD) Republik Indonesia (RI) tahun 1945 adalah mengakui dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Namun, upaya dalam penegakkan dan perlindungan HAM itu sendiri tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terbukti, masih banyak kasus-kasus pelanggaran HAM yang belum tuntas hingga saat ini.

Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin perlindungan HAM dalam Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 1999. Isi dari Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Selain itu, berdirinya Komisi Nasional (Komnas) HAM di Indonesia juga menjadi salah satu bukti keseriusan pemerintah dalam menjamin berdirinya supremasi. Komnas HAM disini berfungsi sebagai lembaga untuk menegakkan perlindungan HAM di Indonesia. Disisi lain, Indonesia juga terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB periode 2020-2022. Kondisi ini seharusnya semakin memperkuat penegakkan HAM di Indonesia.

Pertanyaannya adalah apakah HAM di Indonesia sudah benar-benar terwujud dengan kredibilitas yang dimiliki oleh Indonesia?

Menengok catatan sejarah bangsa ini, banyak sekali kasus-kasus pelanggaran HAM yang sampai sekarang masih belum bisa diungkap. Bahkan, banyak di antara kasus-kasus tersebut adalah kasus pelanggaran HAM berat. Namun, seolah-olah selalu menjadi perkara yang diestafetkan kepada pemimpin-pemimpin bangsa yang baru.

Pada tahun 2019 saja, tercatat setidaknya ada 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum selesai, yakni peristiwa 1965, penembakan misterius (petrus), peristiwa Trisaksi, Semanggi I dan Semanggi II, penculikan dan penghilangan orang secara paksa, peristiwa Talangsari, peristiwa Simpang KKA, peristiwa Rumah Gedong tahun 198, peristiwa dukun santet, ninja, dan orang gila Banyuwangi tahun 1998.

Apakah pemerintah hanya diam saja?

Ternyata pemerintah sudah berusaha mencari solusi untuk menangani kasus-kasus tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Ma’ruf Amin yang menyebutkan bahwa pemerintah tetap memegang komitmen untuk terus berupaya mencari solusi yang terbaik melalui kajian-kajian oleh berbagai instansi yang berkompeten.

Bukan hanya itu saja, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, selalu memberi pernyataan bahwa Indonesia akan mempercepat penyelesaian kasus-kasus HAM masa lalu serta meningkatkan perlindungan HAM agar kejadian yang sama tidak terulang kembali. Salah satunya adalah ketika berbicara dalam sidang tahunan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tahun 2018 silam.

Komnas HAM pun telah mengusulkan adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang HAM dan pembentukan Komisi Kebenaran Rekonsiliasi (KKR). Akan tetapi, melihat fakta yang ada rasanya penuntasan kasus HAM masa lalu sangat sulit sampai-sampai masyarakat turun tangan dalam mengusut kasus tersebut.

Peserta Aksi Kamisan yang mengenakan topeng Munir (sumber: nasional.tempo.co)

Adapun respons masyarakat dalam menuntut tanggung jawab pemerintah adalah dengan menggelar Aksi Kamisan di depan Istana Negara setiap hari Kamis pukul 16:00-17:00. Aksi Kamisan tersebut merupakan aksi yang dilakukan sejak 18 Januari 2007 dari para korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM dengan mengenakan atribut serba hitam.

Salah satu penggagas Aksi Kamisan, Maria Katarina Sumarsih mengungkapkan bahwa Aksi Kamisan akan terus digelar. Hal ini sebagai bentuk dukungan masyarakat terhadap korban-korban pelanggaran HAM terdahulu. Walaupun harapan dari digelarnya aksi ini sangat kecil, namun semangat untuk menegakkan HAM sangatlah besar.  Disamping itu, aksi ini juga mendapat dukungan dari banyak pihak terutama generasi muda.

Isu mengenai pelanggaran HAM sudah lama menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat. Selain itu, pemberian wewenang kepada Komnas HAM agaknya perlu menjadi pertimbangan. Penegakan HAM tidak bisa berjalan satu arah tanpa adanya dukungan dari berbagai poros dan pihak.

Sebagai mahasiswa, kita menjadi kompas moral dan penyambung lidah rakyat. Memang butuh banyak keringat dan air mata, biaya, tenaga, dan konsistensi dalam penegakan hak asasi. Namun, saya berharap jangan sampai kita berhenti untuk menyuarakan kebenaran dan mendesak pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk segera mengungkap sejarah kelam yang mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

Hidup mahasiswa. Hidup rakyat Indonesia.

Ditulis oleh:
Yanwa Evia Java
Mahasiswa S-1 Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota
Angkatan 2019
Kru ITS Online