Bagaimana hidup yang berpengharapan?

Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti 49 Indikator Hasil Belajar: 1. Peserta didik memahami makna hidup berpengharapan. 2. Peserta didik mampu menunjukkan contoh perilaku berpengharapan. 3. Peserta didik membagikan pengalamannya tentang pengharapan yang dimiliki di tengah keraguan dan keputus asaan. 4. Peserta didik berperan aktif mengajak orang di sekitarnya untuk memi- liki pengharapan.

A. Pengantar

Bagi peserta didik kelas VIII, berbicara tentang hidup yang berpengharapan adalah topik yang tepat. Mengapa? Karena pada masa-masa ini, biasanya mereka mulai menyadari kondisi yang dialami di dalam diri sendiri misalnya bahwa ia tidak sepandai dan serajin temannya yang menjadi juara kelas, atau di keluarganya misalnya bahwa keluarganya memiliki masalah yang sudah dialami bertahun-tahun. Dengan kondisi seperti ini, bisa saja ia memilih untuk menjadi murung, meratapi nasib, dan semakin sedih ketika melihat orang-orang lain lebih bahagia dari dirinya. Kondisi murung dan sedih ini sejalan dengan kondisi remaja yang memang mudah terhanyut dalam emosi dan sulit untuk bangkit kembali bila tidak dibantu oleh orang dewasa yang mengerti keadaannya. Pembahasan tentang hidup berpengharapan menjadi pembahasan yang menolong peserta didik untuk memahami, bahwa hidup orang percaya adalah hidup di bawah kasih karunia-Nya. Tidak ada alasan bagi anak-anak Tuhan untuk berputus asa, karena pertolongan diberikan-Nya pada waktu yang tepat. Pembahasan materi diawali dengan ilustrasi tentang seorang ibu bernama Monika yang ternyata memiliki anak yang nakal, namun kemudian bertobat dan bahkan menjadi Bapa Gereja yang disegani. Karena ini adalah kisah nyata, diharapkan peserta didik bisa menghayati pergumulan ibu Monika yang setia mendoakan keluarganya sampai Tuhan menunjukkan karya-Nya yang ajaib. Pengharapan yang dimiliki ibu Monika ternyata bukan pengharapan yang sia-sia, karena memang rencana Tuhan adalah rencana indah yang membawa kebaikan bagi semua. Metodologi pembelajaran adalah penggunaan ilustrasi, diskusi, pengerjaan tugas membandingkan dari hasil pengamatan dan membuat karangan. Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id 50 Buku Guru Kelas VIII SMP

B. Makna Hidup Berpengharapan

Di kota Thagaste, Afrika Utara, tinggallah sebuah keluarga dengan tiga orang anak. Sang ibu bernama Monika. Sang ayah bernama Patrisius, seorang pejabat tinggi di pemerintahan. Berbeda dengan sang ibu yang merupakan orang Kristen yang taat, sang ayah membenci kekristenan. Tak segan-segan ia mencemooh istrinya bila hendak mengajarkan iman Kristen kepada anak- anaknya. Di bawah pengaruh buruk sang bapak, anak sulungnya hidup dalam pesta pora, foya-foya, dan pergaulan bebas. Walaupun sang ibu terus menasihatinya, anak itu tetap saja bandel. Melihat perilaku anak sulung itu, Monika tentu sangat sedih. Segala cara sudah ia coba untuk menyadarkannya. Namun, ia selalu gagal. Monika tidak putus asa. Dengan sabar, ia terus berusaha membimbing anaknya. Ia juga tidak pernah putus berdoa bagi anak dan suaminya. Kiranya Tuhan yang mahabaik dan mahakasih, melindungi dan membimbing suami dan puteraku ke jalan yang benar dan dikehendaki-Nya, demikian ia berdoa. Doa itu ia naikkan bertahun-tahun dengan tekun dan tabah. Suatu hari Patrisius sakit keras. Sesaat sebelum meninggal dunia, ia bertobat dan meminta agar dibaptis. Sayangnya, hal tersebut tidak membuat anak tertuanya berubah. Ia tetap hidup dalam dunia kelam, tidak mau bertobat dan terus menyakiti hati ibunya. Hingga suatu saat sang anak memutuskan untuk meninggalkan ibunya dan pergi ke Italia. Hati Monika benar-benar hancur. Ia begitu sedih harus berpisah dari anaknya. Apalagi di usianya yang ke-29 tahun, anaknya itu belum berubah. Namun Monika tidak kehilangan pengharapan. Ia terus mendoakan anaknya. Saat itu pun tiba. Di Italia, tepatnya di kota Milan, sang anak bertemu dengan Uskup Ambrosius yang kemudian membimbingnya secara pribadi. Akhirnya tepat pada 24 April tahun 387, doa Ibu Monika yang dinaikkan lebih dari 20 tahun itu terjawab. Hari itu, anaknya memberikan diri untuk dibaptis, memutuskan untuk hidup baru, dan bertobat untuk kemudian meninggalkan dosa-dosanya. Tujuh bulan kemudian, sang anak kembali ke Afrika Utara dan kemudian menjadi Uskup di Hippo pada usia 41 tahun. Sang anak adalah Agustinus, yang kemudian dikenal sebagai seorang Bapa Gereja yang disegani dan dihormati. Seorang yang kemudian sangat berpengaruh dalam sejarah gereja. Terima kasih kepada Ibu Monika, yang tidak pernah kehilangan pengharapan Diunduh dari http:bse.kemdikbud.go.id Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti 51 dan tak sekalipun putus asa untuk mendoakan anaknya. Pengharapan yang mengubah hal yang sebelumnya mustahil menjadi kenyataan. Sumber: Augustine of Hippo oleh Peter Brown, 1967.

C. Uraian Materi Pelajaran