Bagaimana cara yg paling tepat menghadapi perbedaan dalam menyikapi perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi di Indonesia sedang mengalami perubahan yang cukup terasa. Mungkin Anda sudah dengar berita mengenai insiden beberapa hari yang lalu seputar aksi demo para pengemudi taksi terhadap jasa transportasi berbasis aplikasi yang kini sedang naik daun.

Para driver taksi konvensional merasa dirugikan karena banyak pelanggan yang beralih menggunakan jasa layanan transportasi berbasis aplikasi yang menggunakan kendaraan pribadi. Jasa layanan transportasi ini mematok biaya yang jauh lebih murah dibanding taksi konvensional, inilah yang menyebabkan penurunan pendapatan mereka.

Insiden tersebut adalah salah satu contoh dampak dari ketidaksiapan menerima perubahan zaman dan teknologi. Yang mana sebenarnya hal ini tak hanya terjadi pada jasa transportasi, namun juga kehidupan sehari-hari secara luas yang berefek pada bisnis, ekonomi, pendidikan, dsb.

Perubahan pasti tak terhindarkan. Derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi di Indonesia dan dunia semakin maju, kita pun harus bersikap fleksibel agar tidak tertinggal. Fleksibel dalam menyikapi berbagai informasi yang kita dapat, tidak menerima semua informasi begitu saja tanpa saringan terlebih dahulu.

Adaptasi Dalam Masa Transisi Teknologi

Awalnya dulu, cara belanja online dianggap sebelah mata karena pada saat itu masih banyak orang-orang yang belum paham bagaimana cara kerjanya. Hal ini cukup jauh bila dibandingkan dengan saat ini, masyarakat mulai menerima bahkan mulai menggemari belanja online karena memberikan solusi yang mudah dan cepat dalam berbelanja.

Malah sekarang cukup banyak departmen store dan toko-toko besar yang juga melayani pembelian baik secara online maupun offline di toko. Hal ini menunjukan daya adaptasi dan besarnya penerimaan masyarakat terhadap perubahan yang terjadi pada cara berbelanja.

Inovasi disruptif ini tak hanya terjadi pada industri transportasi, banyak juga sektor-sektor lain yang merasakan imbas serupa dari perkembangan teknologi. Misalnya, dengan adanya berita online mengusik eksistensi industri percetakan koran dan majalah, serta surat elektronik (email) yang mengkhawatirkan Pos konvensional.

Cara kita bekerja juga akan berubah. Bila dulu kita menyimpan dokumen dan file di floppy disk atau disket, lalu muncul flash disk, dan yang terbaru sekarang adalah penyimpanan file dan dokumen dengan cloud storage atau penyimpanan online.

Dalam masa transisi teknologi konvensional ke teknologi modern memang perlu waktu dan pemikiran yang terbuka untuk beradaptasi dan menerima perubahan tersebut.

Teknologi baru selalu lebih baik?

Teknologi dibuat untuk memudahkan hidup manusia sebagai penggunanya, dan hal ini sudah banyak dibuktikan dengan berbagai perangkat yang kita gunakan sehari-hari dan bekerja. Teknologi yang baru merupakan bentuk penyempurnaan dari kekurangan teknologi sebelumnya, atau bahkan suatu terobosan baru dari teknologi yang belum pernah ada sebelumnya.

“Tidak selalu dapat dikatakan lebih baik, karena semua itu tergantung kebutuhan dan keperluan Anda. Namun dengan adanya teknologi baru, memberikan banyak opsi yang lebih variatif sebagai solusi dari masalah yang ada.”

Seperti teknologi cloud yang memberikan opsi baru bagi Anda untuk bekerja dengan lebih fleksibel dan efisien karena selalu terupdate otomatis ketika terhubung dengan internet. Anda tak perlu melakukan maintenance beberapa periode sekali untuk memperbarui sistem seperti yang terjadi pada teknologi konvensional.

Sistem teknologi cloud juga yang kini telah banyak diadaptasi oleh pekerja juga perusahaan yang akhirnya melahirkan mobile workers, yakni para pekerja yang sering berpindah tempat atau banyak melakukan perjalanan dalam melakukan pekerjaannya.

Bagaimana cara yg paling tepat menghadapi perbedaan dalam menyikapi perkembangan teknologi

Selain itu, cloud mendukung Anda berkolaborasi dengan rekan kerja se-tim untuk menciptakan teamwork dan kinerja yang lebih produktif seperti yang terdapat pada Google Apps for Work, yakni serangkaian aplikasi kelas bisnis yang dibuat oleh Google untuk memudahkan Anda dalam menyelesaikan pekerjaan.

Belum pernah dengar tentang Google Apps for Work sebelumnya? Atau sudah berlangganan namun Anda ingin menambah wawasan mengenai apa saja tips dan trik menggunakan tools Google Apps for Work untuk berbagai divisi di perusahaan? Semua itu dapat Anda ketahui dalam ebook gratis yang telah kami rangkum berikut ini.

Disini akan dijelaskan bagaimana cara-cara inovatif dalam memanfaatkan berbagai aplikasi dan tools dari Google Apps agar Anda dapat bekerja dengan lebih cepat dan produktif, tak peduli departemen apa Anda berada. Download ebook gratis dari EIKON Technology disni:

Bagaimana cara yg paling tepat menghadapi perbedaan dalam menyikapi perkembangan teknologi

Perkembangan teknologi memiliki dampak yang beragam bagi individu. Sumber foto: blog.eikontechnology.com

Kini kemajuan teknologi dan informasi tentu banyak memberikan inovasi di dunia. Namun, dalam kemajuan teknologi dan informasi tersebut tentu memiliki dampak positif dan negatif. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat kini, mahasiswa tentu harus bijak dalam penggunaannya agar tidak terlena dan lalai dalam nilai keislaman.

Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), pengampu mata kuliah Studi Islam Satu, Cecep Romli M.A. mengatakan, seiring perkembangan teknologi yang pesat mahasiswa harus tanggap dalam memilah informasi yang baik untuk dikonsumsi.

“Pentingnya penumbuhan karakter bagi mahasiswa agar menjadi kaum terpelajar serta menjadi garda terdepan dapat dilakukan dengan perbanyak literasi, sehingga mahasiswa dapat memahami atau well inform di era perkembangan teknologi saat ini,” ungkapnya.

Dirinya menambahkan, antara dosen dan mahasiswa tentu perlu bersinergi untuk memberikan hal positif kepada publik serta memilah informasi yang diterima agar tidak termakan oleh propaganda yang jauh dari nilai keislaman.

Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI), semester empat, Annisa Istiani Ulfa Safira menuturkan, perkembangan teknologi tentu akan berpengaruh dalam perubahan. Hal tersebut dapat dilihat ketika pekerjaan manusia yang tergantikan dengan teknologi sehingga terjadi perubahan adat hingga perilaku manusia.

“Mahasiswa tentu harus cerdas dalam menghadapi perkembangan teknologi saat ini. Manfaatkanlah teknologi tersebut untuk menambah wawasan tentang Islam dengan sumber yang terpercaya,” ungkapnya.

Mahasiswa FDIKOM, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester dua, Muhammad Badrudin Noor Difa mengatakan, tidak semua umat muslim nilai keislamanannya tergerus oleh perkembangan teknologi.

“Dalam dalil Islam telah dijelaskan yaitu kita harus dapat memilah mana yang baik dan buruk bagi diri kita, serta memperhatikan nilai keislaman dan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Dirinya berharap, agar kita tidak menjadi mahasiswa yang individualis karena manusia merupakan makhluk sosial yang suatu saat tentu membutuhkan bantuan. Semoga kita dapat menggunakan teknologi dengan sebaiknya dengan memaksimalkan kegiatan dakwah.

(Sani Mulyaningsih)

Konsep syariah belakangan ini semakin melekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, salah satu sektor yang mengusung konsep syariah yakni bisnis syariah atau yang biasa disebut Halal industry. Hal tersebut melatarbelakangi Himpunan Mahasiswa Ahwal Al-Syakhshiyyah dan Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah UII untuk menggelar Shariah Fest Day. Rangkaian acara diselenggarakan selama tiga hari dengan tema Merespon Dinamika Hukum Islam Melalui Analisis Kritis.

Perkembangan teknologi yang semakin maju pada era industri 4.0 ini sangat disayangkan karna memiliki dampak positif maupun negatif. Secara dampak positif, konsep syariah akan diterima oleh masyarakat contohnya penggunaan smartphone yang dapat diakses oleh masyarakat diseluruh dunia.

Namun, dampak negatif yang dihadapi dari perkembangan teknologi sekarang ini yaitu konsep syariah hanya digunakan untuk kepentingan beberapa golongan saja seperti strategi marketing yang mengusung konsep halal industry tanpa mengetahui lebih dalam konsep syariah yang sebenarnya. Kekhawatiran tersebutlah yang kemudian melatarbelakangi salah satu rangkaian dari acara Shariah Fest Day yaitu Seminar Nasional.

Seminar Nasional yang dilaksanakan pada Selasa, (2/7) berlangsung di Gedung Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII dengan tema seminar “Inovasi Teknologi: Bencana atau Karunia”. Dalam acara tersebut, Dr. Tamyiz Mukharrom, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) meresmikan pembukaan acara secara simbolis dengan pemukulan gong.

Dilanjutkan dengan panel diskusi, menghadirkan pembicara Seminar Nasional CEO Indonesia Medika, dr. Gamal Albinsaid dan Kepala Seksi Aplikasi Layanan Publik Dinas Komunikasi dan Informasi DIY, Dr. Sayuni Egaravanda, S.Kom., M.Eng.
Dalam materinya, Gamal menjelaskan bagaimana seharusnya mahasiswa menyikapi inovasi teknologi diera milenial ini. Data survey bulan januari 2019 menyebutkan bahwa manusia rata-rata menggunaan internet untuk sosial media dihabiskan selama 3 jam 26 menit. “Dalam setahun, dapat dijumlah satu orang dapat menghabiskan lebih dari 1000 jam hanya untuk scroll dan like postingan di sosial media saja,” ungkapnya.

Banyak waktu yang terbuang sia-sia hanya dengan mengakses sosial media. Oleh karena itu, Gamal menyarankan kepada para peserta seminar yang hadir untuk melakukan kegiatan yang positif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sekarang ini seperti melakukan bisnis start-up.

Gamal yang sudah memulai bisnis start-up dalam bidang kesehatan menjelaskan terdapat lima pondasi utama dalam menjalani bisnis yakni Resources, Jaringan, Penelitian & Pengembangan, Marketing & Branding serta memiliki jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan.

Pada sesi selanjutnya, Sayuni menjelaskan tentang penggunaan media sosial berdasarkan syariat Islam dan hukum yang berlaku di Indonesia. “Pesatnya perkembangan teknologi tidak dibarengi dengan budaya kritis melihat persoalan, merasa hebat jadi yang pertama menyebarkan informasi tanpa melihat kebenaran informasi tersebut,” tuturnya.

Sayuni memaparkan bahwa dalam waktu tiga bulan (Juli-September 2018) setidaknya ada 230 hoax yang beredar di masyarakat. Hoax ini didominasi oleh konten politik sebanyak 58,7%. Hoax tersebut sebagian besar gabungan dari narasi dan foto yang berasal dari Facebook 47,83%, Twitter 12,17% serta Whatsapp 11,74%.

Sayuni berharap, masyarakat dapat menggunakan media massa masih dalam perspektif Islam seperti bersikap tabayyun, bebas namun bertanggung jawab, menjunjung objektivitas dan kejujuran, serta penyajian yang benar dan tidak menimbulkan salah penafsiran. (NI/RS)