Bagaimana cara VOC melakukan politik devide et impera dalam menghadapi perlawanan rakyat Makassar?

KOMPAS.com - Secara harfiah, devide et impera dapat diartikan sebagai "pecah dan berkuasa".

Strategi ini dipopulerkan oleh Julius Cesar dalam upayanya membangun kekaisaran Romawi.

Caranya adalah dengan menimbulkan perpecahan di suatu wilayah sehingga mudah untuk dikuasai.

Dalam konteks lain, devide et impera juga berarti mencegah kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang lebih kuat.

Seiring waktu, devide et impera juga dikenal sebagai politik pecah belah atau politik adu domba.

Baca juga: Kebijakan-Kebijakan VOC di Bidang Politik

Politik devide et impera di nusantara

Devide et impera perama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).

Selain monopoli, salah satu siasat yang digunakan oleh VOC untuk menguasai nusantara adalah devide et impera.

Politik adu domba bahkan dijadikan kebiasaan oleh VOC dalam hal politik, militer, dan ekonomi untuk melestarikan penjajahannya di Indonesia.

Orientasinya adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan menaklukkan raja-raja di nusantara.

Strategi Belanda yang paling ampuh menghadapi perlawanan dari penguasa lokal adalah dengan meakukan politik adu domba.

VOC pun mampu menaklukkan kerajaan-kerajaan besar di nusantara dengan memanfaatkan perang saudara ataupun permusuhan antarkerajaan.

Baca juga: Kebijakan-kebijakan VOC di Bidang Ekonomi

Berikut beberapa contoh keberhasilan VOC dalam melaksanakan devide et impera di nusantara:

1. Perang Makassar

Dalam perang ini, VOC berhasil menaklukkan Kesultanan Gowa dan Kota Makassar pada 1669 karena dibantu oleh Raja Bone dan Arung Palakka yang tengah berseteru dengan Sultan Hasanudin.

2. Konflik Kerajaan Mataram

Konflik ini membuat posisi VOC sangat diuntungkan, sedangkan posisi Kerajaan Mataram semakin melemah karena terbagi menjadi empat kerajaan.

Selain itu, Belanda juga berupaya melakukan siasat devide et impera pada Perang Saparua, Perang Padri, Perang Diponegoro atau Perang Jawa, Perang Aceh, Perang Banjar, dan Perang Jagaraga.

Penggunaan politik adu domba sukses membuat bangsa Indonesia berkonflik dan berebutt kekuasaan.

Efektivitas devide et impera pun mendapat perhatian khusus oleh pemerintah Kerajaan Belanda.

Baca juga: Perlawanan Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi Terhadap VOC

Strategi Belanda di Nusantara

Berikut strategi yang dilakukan Belanda saat menerapkan politik devide et impera:

Pada langkah ini, Belanda akan berusaha menjadi teman dan menciptakan musuh bersama.

Apabila sudah berteman, maka negosiasi dan diplomasi akan berjalan lebih mudah.

Sementara common enemy yang dimaksud adalah pihak lain yang menjadi saingan bisnis VOC.

Manajemen isu

Pola ini dilakukan dengan menebar selentingan kabar dan desas-desus, baik di lingkungan politik maupun sosial. Bentuk lain dari manajemen isu adalah propaganda.

Bermain di dua sisi

Belanda biasanya akan berpihak pada dua kubu yang saling bertentangan seolah berada posisi netral.

Merekrut pemimpin lokal

Belanda biasanya akan merekrut pemimpin lokal sebagai bagian dari rantai manajemen terbawah.

Trik ini dilakukan dengan memberi pengakuan yang mengatasnamakan kerajaan Belanda terhadap entitas politik di suatu daerah.

Seperti yang terjadi pada Perang Diponegoro dan Kesultanan Melayu.

Baca juga: Penjelajahan Samudra oleh Portugis: Latar Belakang dan Kronologi

Mengatur terjadinya perang saudara

Cara ini dilakukan dengan menggunakan pribumi sebagai kekuatan militan untuk melawan bangsanya sendiri.

Pola ini terlihat di Sumatera Barat pada 1821-1837, saat Belanda berhasil memprovokasi Kaum Adat untuk berperang melawan Kaum Paderi.

Devide et impera pasca proklamasi kemerdekaan RI

Pasca proklamasi kemerdekaan, Belanda kembali mencoba menerapkan politik devide et impera untuk memecah belah persatuan Indonesia.

Upayanya pun berhasil memecah Indonesia menjadi negara-negara bagian, yaitu Negara Indonesia Timur (sekarang Papua), Negara Sumatera Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Jawa Timur.

Referensi:

  • Putra, Dharma Kelana. (2014). Devide Et Impera: Mengenal Taktik Dan Strategi Orang Belanda. Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Bagaimana cara VOC melakukan politik devide et impera dalam menghadapi perlawanan rakyat Makassar?

Jawaban:

A. menjalin kerjasama dengan Aru palaka

Penjelasan:

Awalnya VOC mengajak Sultan Hasanuddin untuk bekerjasama, namun Sultan Hasanuddin menolak, sehingga terjadi perseteruan antara keduanya. Kelicikan VOC untuk memecah belah bangsa terlihat Ketika VOC meminta bantuan Raja Bone Aru palaka untuk melawan Sultan Hasanuddin. Akhirnya Aru palaka dan VOC berhasil mengalahkan Sultan Hasanuddin dengan ditandatanganinya perjanjian Bongaya pada 18 Nov 1667. perjanjian tersebut sangat merugikan kerajaan Makassar.

maaf bikin bingung jelasin nya...

Ketika menghadapi perlawanan rakyat di Nusantara, VOC menerapkan politik devide et impera (politik adu domba). Contohnya dalam menghadapi perlawanan rakyat Makassar, VOC bekerja sama dengan Aru Palaka yang berasal dari Kerajaan Bone. Kerajaan Bone merupakan salah satu vassal dari Kerajaan Makassar. Tujuan Aru Palaka ingin membantuk VOC sendiri adalah agar mampu terbebas dari kekuasaan Makassar.