Apakah seni patung itu sebutkan dua contoh patung yang ada di Karanganyar dan Surakarta

Sejarah Kota Solo

Sejarah Patung Slamet Riyadi Solo : Ternyata ini Kisah di Balik Pose Sang Jenderal Acungkan Pistol

Minggu, 29 Maret 2020 13:01 WIB
Penulis: Muhammad Irfan Al Amin
Editor: Aji Bramastra
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Patung Brigjen Ignatius Slamet Riyadi di Jalan Slamet Riyadi Kota Solo. Satu landmark terkenal di Kota Solo.

Baca Selanjutnya:

Pegawai Kontrak Pemkot Solo Viral, Dilaporkan Bisa Isi Absen Selama 7 Hari: Padahal Pergi ke Papua

X

Laporan Wartawan TribunSolo.com, Muhammad Irfan Al Amin

TRIBUNSOLO.COM, SOLO - Bila berjalan-jalan ke Kota Solo, maka tak sah rasanya bila belum melintas di Jalan Slamet Riyadi.

Bagaimana tidak, jalan ini merupakan jalan poros utama Kota Solo, sekaligus dikenal sebagai jalan teramai danjantung Kota Solo.

Sejarah & Data Lengkap Taman Sriwedari Solo : Akhir Riwayat Hadiah Pakubuwono IX untuk Putra Mahkota

Kisah dan Sejarah Balai Soedjatmoko Solo, Rumah Dokter yang Kini Jadi Balai Pameran Seni Budaya

Nah, bila anda sudah melintas ke sana, anda tentu sempat melihat sebuah patung seorang pria yang tengah mengacungkan pistol persis di ujung jalan ini.

Itulah sosok Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Riyadi, pahlawan nasional yang namanya dibadikan sebagai nama jalan tersibuk di Solo.

Patung itu pun ternyata menyimpan banyak kisah di masa lalu :

Sejarah
Pembangunanpatung Slamet Riyadi diawali pada 18 Februari 2006, yang menjadi tanggal peletakkan batu pertamanya.

Pembangunan memakan waktu sekitar 19 bulan, hingga akhirnya patung ini diresmikan pada 12 November 2007.

Peletakan batu pertama dan peresmian patung Slamet Riyadi dilakukan oleh Kepala Staf TNI Angkatan Darat, Djoko Susanto dan wali kota Solo saat itu, Joko Widodo atau Jokowi, yang akhirnya menjadi Presiden RI.

Presiden Jokowi (TRIBUNNEWS.COM)

Pembangunan patung tersebut menghabiskan dana sekitar Rp 350 juta.

Dana ini diambil dari dana kas TNI, sedangkan Pemkot Soloikut membantu sebagian, yaitu membiayai fondasi patung.

Secara ukuran, monumen patung Slamet Riyadi memiliki bentuk visual dengan tinggi 7 meter ditambah landasannya memiliki 4 meter, sehingga total keseluruhan tingginya adalah 11 meter.

Tahukah anda, tinggi patung Slamet Riyadi ini ternyata harus mengikuti aturan dari Keraton Surakarta Hadiningrat.

Kondisi arus lalu lintas di Jalan Slamet Riyadi, Minggu (15/3/2020). (TribunSolo.com/Mardon Widiyanto)

Pasalnya, pihak keraton menghendaki agar tinggi itu tidak melebihi tinggi gapura keraton Surakarta.

Bertepatan pada hari Senin, 12 November 2007, pada pukul 10.00 WIB, masyarakat Kota Surakarta dengan penuh antusias memenuhi Jalan Slamet Riyadi, seraya penasaran menunggu sesuatu untuk di tampilkan.

Nampak pada saat itu para pejabat Kota Surakarta, dan dipimpin oleh sang walikota, Jokowi, beriringan menuju lokasi patung bersama Kepala Staf Angkatan Darat ketika itu, Jenderal TNI Djoko Santoso.

Acara yang penuh riuh dan sesak itu beragendakan peresmian monumen patung Slamet Riyadi, seorang tentara asal Solo atau Surakarta yang gugur di Ambon dalam operasi penumpasan pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS).

Selain acara peresmian, para hadirin dan masyarakat disuguhi beraneka ragam hiburan dan pertunjukkan budaya yang telah disiapkan sedari pagi.

Desain I Nyoman Nuarta
Pimpinan proyek pembuatan patung ini adalahDanrem Komando Resort Militer 074/Warastratama yang juga mantan asisten teritorial Panglima TNI, Mayor Jenderal TNI Ngakan Gede Sugiarta.

Ia dibantu oleh Dandim Komando Distrik Militer 0735/Surakarta (atau Kodim 0735/Surakarta) Letkol Inf Sadputro Adi Nugroho.

Desainer dari itu adalah seorang seniman kelas dunia asal Bali, I Nyoman Nuarta.

Anda tentu sudah tahu, Nuarta merupakan desainerpatung raksasa Garuda Wisnu Kencana di Bali.

Dipilihnya I Nyoman Nuarta merupakan hasil instruksi Mayjen Ngakan Gede yang kebetulan keduanya berasal dari satu daerah yang sama yaitu Bali.

Sang Danrem saat itu, juga telah mengetahui kapabilitas sang seniman tersebut.

Pose Acungkan Pistol
Setelah perundingankonsep patung antara I Nyoman Nuarta dengan pihak TNI, tercetuslah ide bahwa patung tersebut akan berpose mengangkat senjata.

Menurut Mantan Dandim Surakarta, Letkol Inf Sadputro Adi Nugroho, pose itu menandakan sang Brigjen tengah memberikan aba-aba komando kepada pasukan.

Lewat desain itu, pihak TNI hanya ingin memberikan pesan agar generasi muda, tahu soal sejarah pahlawannya yang saat ini telah banyak dilupakan.

Meski, menurut Sadputro,pose mengacungkan pistol itu hanya rekaan saja, alias tidak diambil darisebuah momen tertentu dalam sejarah hidup Slamet Riyadi sendiri.

Kritik dan Pertentangan
Namun di balik pembangunan patung dan antusias terhadap desain patung Slamet Riyadi, terdapat beberapa kalangan yang berbeda pendapat terhadap pendirian patung tersebut.

Menurut Sadputro Adi Nugroho, mantan Dandim distrik Solo, semasa pendirian patung, banyak masyarakat yang menentang, dan datang dari beragam kalangan.

Sosok dan latar belakang dari Slamet Riyadi sempat dipermasalahkan.

Sadputro mengaku, melalui pendekatan persuasif, ia berhasil mengajak dan memberi edukasi mengenai sosok Slamet Riyadi sebenarnya.

Hingga akhirnya, suara-suara 'miring'dari masyarakat hilang dengan sendirinya.

Para budayawan yang sebelumnya sempat mengkritik mengenai pembangunan akhirnya ikut hadir di saat peresmian patung ini.

Kritik juga datang dari kalangan akademisi perihal pendirian patung asal Surakarta tersebut.

Salah satunya dari Aris Santoso, seorang kolumnis dan pengamat militer asal Solo.

Aris mengkritik mengenai pose patung Slamet Riyadi yang mengangkat senjata, seakan menunjukkan sikap pertempuran.

Berbeda dari pendapat yang dikeluarkan oleh militer selaku pencetus ide, Aris mengkritik, posemengangkat senjata pada patung Slamet Riyadi yang berdiri kokoh ditengah kota, tidak dapat menunjukkan semangat zaman.

Apalagi, Surakarta atau Solo terkenal sebagai kota budaya.

Aris menjelaskan, semangat zaman yang dimaksud adalah era kebebasan pasca reformasi, sedangkan patung iitu malah menunjukkan simbol tekanan di bawah senjata.

Menurut Aris, ideologi dan pemikiran Slamet Riyadi sangat lekat dengan Sutan Sjahrir, seorang diplomat ulung.

Hal itulah yang menurut Aris, harus lebih digambarkan dalam patung tersebut.

Menanggapi kritikan tersebut, Letkol Sadputro menjawab, tidak ada pesan khusus soal pose mengacungkan pisrtol tersebut.

Ia menegaskan, pendirian patung murni sebagai pengingat masyarakat mengenai pahlawan yang ada di Surakarta.

Anatomi Sempurna
Peletakan patung Slamet Riyadi yang berada di tengah jalan dan berada di wilayah strategis, menjadikannya sebagai landmark penting bagi Kota Surakarta.

Patung tersebut tepat berada di atas jalan utama kota, jalan yang juga dinamai dengan nama Slamet Riyadi.

Menurut Muhammad Hendra Himawan dalam jurnalnya "Kuasa Simbolik Patung Ruang Publik : Studi Kasus di Wilayah Kota Surakarta", bentuk fisik monumen sudah tercipta secara sempurna dan memenuhi persyaratan dalam pembuatan patung seperti segi proporsi, anatomi, dan draperi.

Sosok Slamet Riyadi
Bernama lengkap Ignatius Slamet Riyadi, Riyadilahir di Surakarta 26 Juli 1927, dari pasangan Idris Prawiropralebdo dan Soetati yang tinggal di Kampung Danukusuman, Surakarta, Jawa Tengah.

Sang ayah merupakan seorang abdi dalem prajurit Kraton Kasunanan Surakarta dan ibunya seorang pedagang buah-buahan di pasar.

Ketika kecil Riyadi bernama Soekamto, hingga tak berselang lama dirinya mengalami kecelakaan yaitu jatuh dari gendongan ibunya.

Pasca kejadian tersebut Soekamto sering mengalami berbagai macam penyakit.

Menurut adat istiadat Jawa, Soekamto kecil harus disembuhkan dengan cara 'dibeli', maka dibelilah dia oleh pamannya dan namanya diganti menjadi Slamet Riyadi, supaya menyelamatkannya hingga kelak dewasa.

Riyadi kecil sangat beruntung, karena bisa menikmati pendidikan di sekolah milik Belanda yang kala itu masih sangat langka dan hanya segelintir anak yang memiliki akses terhadapnya.

Hingga akhirnya Riyadi mampu menamatkan pendidikan akhir di sekolah pelaut milik Jepang di saat Jepang menjajah.

Nyaris ke Jepang
Semasa menjadi pelajar, Riyadiadalah anak yang berprestasi hal ini dibuktikan dengan beasiswa yang dia raih untuk menempuh pendidikan lanjutan di Jepang.

Namun pendidikan tersebut urung dilanjutkan setelah berbagai macam penundaan akibat serangan sekutu yang bertubi-tubi hingga akhirnya keberangkatan dibatalkan.

Kemampuannya tidak hanya unggul secara fisik, namun juga secara keilmuan pribadi Riyadi menunjukkan antusias luar biasa di bidang keilmuan.

Hal tersebut ditunjukkan saat dirinya secara diam-diam ikut diskusi dan perkumpulan rahasia yang dikomandoi oleh Sutan Sjahrir, Sultan Ahmad Simawang dan beberapa anggota revolusioner anti penjajah lainnya.

Akibat diskusi yang sering diikuti oleh Riyadi bersama para pemuda revolusioner, membuat dia menjadi ikut aktif dalam pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air) yang dikomandoi oleh Supriyadi di wilayah Blitar Jawa Timur.

Akan tetapi pemberontakan yang dilakukan Supriyadi yang berpangkat shodanco bersama pasukannya berakhir gagal, seluruh pasukan dihukum mati oleh tentara Jepang.

Riyadi berhasil melarikan diri, dan bersembunyi di Surakarta.

Walaupun dirinya ingin menyelamatkan Supriyadi bersama teman-temannya yang tersisa, namun karena persenjataan yang tidak memadai, rencana itu terpaksa diurungkan.

Menetaplah Riyadi bersama beberapa kawan yang berhasil selamat dari sergapan tentara Jepang pasca pemberontakan PETA tersebut.

Pasca peristiwa tersebut Riyadi ikut serta dengan tentara Indonesia yang waktu itu masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).

Sempat mengomandoi serangan umum di Kota Yogyakarta dan Solo, membuatnya mendapat pangkat Letnan Kolonel di usia sangat belia.

Sebagaimana dijelaskan dalam website TNI (tni.mil.id) disebutkan bahwa Riyadi sangat cekatan dan akurat mengenai aksi-aksi gerilya melawan agresi Belanda pasca kemerdekaan waktu itu.

Selesai melawan agresi Belanda di kota kelahirannya, pergilah dia ke Ambon guna memadamkan pemberontakan Republik Maluku Selatan atau RMS yang dipimpin oleh Dr CRS Soumokil.

Penyerangan terhadap Ambon dibagi menjadi tiga komponen dan dibawah tiga komando, Grup I, Mayor Achmad Wiranatakusumah; Grup II, Letnan Kolonel Slamet Riyadi dan terakhir Grup III Mayor Surjo Subandrio.

Bertepatan pada 4 November 1950, Slamet memasuki Kota Ambon dan melihat kondisi kota tersebut dalam keadaan kacau balau.

Pihak musuh memanfaatkan kelengahan pasukan TNI untuk menghancurkan kota.

Di saat inspeksi menggunakan kendaraan perang panser, Slamet Riyadi berhenti sejenak di dekat benteng kuno "Niew Victoria", dan ketika dia turun tanpa diduga muncul tembakan dari musuh yang sembunyi.

Akibat baku tembak, Letkol Slamet Riyadi mengalami luka yang cukup berat dan sempat dirawat namun tidak terselamatkan.

Slamet Riyadi pun gugur.

Meninggal di usia belia, 23 tahun, Slamet meninggalkan Soerachmi, istrinya, dalam keadaan keadaan sendiri karena keduanya belum dikaruniai anak.

Jasad sang perwira tersebut dimakamkan di Tulehu atas permintaan masyarakat setempat dan sebagian tanah kuburnya dibawa ke Surakarta untuk disemayamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Bhakti Solo.

Pasca wafatnya, Slamet diangkat secara anumerta Brigadir jenderal yang sebelumnya merupakan Letnan Kolonel.

Slamet sebelum wafat telah meninggalkan beberapa hal diantaranya gagasan mengenai pasukan komando yang saat ini terwujud menjadi Kopassus (Komando Pasukan Khusus).

Menurut Dani Saptoni, pegiat sejarah Solo yang tergabung dalam komunitas Solo Societeit, selain meninggalkan gagasan, jasa Riyadi juga diabadikan dari bangunan hingga nama jalan yang bertebaran di Kota Surakarta hingga beberapa wilayah Indonesia.

Selain ini masih tersisa beberapa anggota keluarga dari Slamet Riyadi yang masih hidup, namun anggota keluarga tersebut tidak mengenal secara langsung mengenai sosok Riyadi.

Mengingat, interaksi mereka yang sebentar dan Slamet meninggal di usia yang masih muda. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Tags:
Patung Slamet Riyadi
Jalan Slamet Riyadi
Surakarta
Kota Solo
Slamet Riyadi
Jokowi
Letkol Inf Sadputro Adi Nugroho
Video Pilihan

Pelaku Penabrak Dua Sejoli di Nagrek Ditangkap, Keluarga Korban Lega dan Serahkan Kasus ke Polisi

Ikuti kami di