Apakah perbedaan antara Najis dan hadas brainly?

Tata cara bersuci dari hadas dan najis memang sudah diatur oleh agama, Ilmu fikih menjadi ilmu yang mengkaji terkait hukum islam. termasuk dalam hal ini terkait dengan cara mensucikan hadas dan najis. Perbedaan hadas dan najis serta bahasan hukum islam lainnya. Memang sih, beberapa ulama’ ada yang membedakan antara fikih dan hukum islam. Namun pada dasarnya adalah sama. yaitu terkait dengan aturan seseorang dalam menjalankan ajaran islam. Kembali pada pembahasan terkait tata cara membersihkan hadas dan najis ini. Namun sebelum jauh masuk kepembahasan sebaiknnya kita tahu dulu pengertian dari hadas atau najis ini.

cara mensucikan hadas dan najis

A. Pengertian hadas dan najis :

-Najis menurut bahasa adalah kotor, tidak bersih atau tidak suci. Sedangkan menurut istilah ialah kotoran yang wajib dibersihkan dan mencucinya yang terkena najis.
-Hadas yaitu keadaan dimana diri seorang muslim yang dapat menyebabkan ia tidak suci, serta tidak sah untuk mengerjakan sholat.

B. Pembagian Hadas dan Najis

a. Benda-benda yang termasuk Najis

Najis dan cara mensucikannya
Benda-benda yang termasuk najis ialah: -Kotoran (berak/tinja) -Air kencing dan madzi -Darah haid/nifas -Air liur anjing Keterangan: Dari benda-benda najis di atas adalah najis yang harus dibersihkan dari pakaian, badan, dan tempat ketika akan sholat. Maka pengertian dari khomr serta daging babi tentu bukan najis seperti yang dimaksud secara syar’i. Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 90 yang artinya: “Sesungguhnya khomr dan jufi . . . itu kotor termasuk amalan syaitan”. (Q.S. Al Maidah:90).

Maksud-nya kotor tidak boleh diminum bukan tidak boleh dipegang, demikian pula judi itu kotor, artinya tidak boleh dikerjakan.

b. Macam-Macam Najis

Uraian di atas dapat di ambil kesimpulan, bahwa cara membersihkan najis yang kena pakaian, badan, dan tempat hendaknya disesuaikan dengan tingkat najisnya. Mulai dari Najis Ringan, Sedang maupun Najis Besar / Berat. Berikut adalah penjelasnnya;
Najis Mukhafaffah (Ringan), yaitu najis yang cara mensucikannya cukup memercikan air kepada tempat atau benda yang terkena najis. Contoh najis ini adalah kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan, kecuali asi.
Najis Mutawassithah (Sedang), yaitu najis yang cara mensucikannya dengan membersihkan najis itu terlebih dahulu, kemudian mengalirkan air kepada tempat yang dikenainya. Contoh najis ini adalah, Darah, kotoran Manusia maupun hewan, dan lain – lain.
Najis Mughaaladzah (Berat), yaitu najis yang harus dibersihkan dengan air sebanyak 7 kali, salah satunya dicampur dengan tanah. Contoh najis ini adalah terkena air liur anjing atau jilatan anjing.
-Najis yang dima’fu (dimaafkan), yaitu najis yang dimaafkan karena sulit untuk mengenalinya. Contoh najis ini adalah terkena percikan najis dijalanan.

c. Cara Menghilangkan Najis

  • Najis Mutawasithah dapat dibersihkan hingga hilang bau, rasa, dan warnanya. Bila telah diupayakan tetapi masih ada sedikit, tidaklah mengapa.
  • Untuk liur anjing, dibasuh 7 kali dan salah satunya dengan menggunakan tanah.
  • Istinja’ Bersuci dari najis setelah membuang hajat besar atau hajat kecil. Pelaksanaannya:
    1. Dilakukan dengan tangan kiri.
    2. Tidak dengan menghadap kiblat.
    3. Menggunakan air.
    4. Boleh dan mencukupi dengan menggunakan 3 buah batu atau sesuatu yang lain. Pengertian 3 buah batu adalah tiga usapan, ini sudah mencukupi tidak menggunakan tiga batu, sebab maksud istinja’ ini adalah membersihkan kotoran atau najis. Namun Jika tidak ditemukan Air, atau batu ketika akan beristinja’ maka dapat menggunakan benda lain yang padat dan kering. Seperti kayu dan lain – lain.

2. Hadas digolongkan menjadi dua bagian:

-Hadas kecil
-Hadas besar.

a. Hadas Kecil

Macam-macam hadas kecil diantaranya: -Mengeluarkan sesuatu dari qubul atau dubur, meskipun kentut. -Tidur nyenyak, dengan miring ataupun telentang (hilang akal) -Menyentuh kemaluan

Cara bersuci dari hadas kecil seperti di atas dengan cara berwudhu atau tayamum

b. Hadas Besar

Macam-macam hadas besar diantaranya: -Bersetubuh -Keluar mani -Haid/Nifas

Cara bersuci dari hadas besar seperti diatas dengan cara mandi besar/janabat

Penutup

Demikian ulasan singkat seputar tata casa mensucikan hadas dan najis yang dapat saya sampaikan. Guna dijadikan bahan informasi untuk anda yang baru belajar ilmu fikih terkait thaharoh. Terimakasih atas kunjungan anda dan semoga bermanfaat.

Pencarian Terkait Cara mensucikan hadas dan najis

  • tata cara bersuci dari hadas dan najis brainly
  • cara mensucikan najis
  • menentukan tata cara bersuci dari hadas dan najis
  • pembagian hadas
  • perbedaan hadas dan najis
  • tata cara bersuci dari najis mugholadoh
  • ketentuan bersuci dari hadas dan najis
  • tanah untuk membersihkan najis

Sumber: //religiouslearning.blogspot.com/2014/12/pengertian-hadas-dan-najis.html

Hadas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang menyebabkan ia tidak boleh salat, tawaf dan lain sebagainya.[1] Senada dengan pengertian pada KBBI, pada Ensiklopedia Indonesia juga dijelaskan hadas merupakan ketidaksucian yang dipandang tidak suci oleh sarat dan menghalangi sarat sahnya suatu ibadah.[2] Hadas menurut cara mensucikan dibedakan menjadi 2 macam, yaitu hadas besar dan kecil.[2] Hadas besar adalah hadas yang harus disucikan dengan cara mandi sedangkan hadas kecil adalah hadas yang dapat disucikan dengan cara berwudu atau tayamum saja.[2] Tayamum dapat dipilih untuk bersuci dengan catatan apabila sedang berhalangan memakai air.[2] Contoh hadas besar adalah haid, junub, nifas dan keluar mani.[1] Mandi untuk membersihkan diri dari hadas dinamakan mandi wajib atau mandi besar.[3] Mandi wajib atau mandi besar dilakukan dengan cara meratakan seluruh air ke semua bagian tubuh.[3] Contoh hadas kecil adalah buang air kecil, besar, atau keluar udara dari dubur.[2]

Menurut ijmak, air kencing dan kotoran yang keluar dari kemaluan dan anus hukumnya membatalkan wudu. Sesuatu yang lain selain keduanya apabila keluar dari kemaluan dan dubur juga membatalkan wudu. Hanya Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa keluarnya sesuatu selain air kencing dan kotoran dari kemaluan dan dubur tidak membatalkan wudu. Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Maliki berpendapat bahwa air mani yang keluar telah membatalkan wudu. Sedangkan Mazhab Syafi'i berpendapat keluarnya air mani tidak membatalkan wudu, tetapi mewajibkan wandi wajib. Sedangkan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa air kecing, kotoran dan air mani membatalkan wudu.[4]

Menyentuh kemaluan sendiri

Para imam mazhab menyepakati bahwa wudu tidak batal ketika seseorang menyentuh kemaluannya sendiri bukan dengan tangan. Namun, mereka berbeda pendapat tentang pembatalan wudu akibat menyentuh kemaluan dengan tangan. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa hukumnya membatalkan wudu dengan menggunakan sisi tangan bagian manapun. Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa wudu batal jika menyentuh kemaluan tanpa penghalang menggunakan tangan bagian dalam. Pembatalan wudu ini berlaku pada kondisi adanya syahwat maupun tidak. Wudu tidak batal jika bagian tangan yang menyentuh adalah punggung tangan. Mazhab Hambali berpendapat bahwa menyentuh tangan dengan kemaluan telah membatalkan wudu dengan menggunakan bagian tangan yang manapun. Sedangkan Mazhab Maliki berpendapat bahwa pembatalan wudu hanya terjadi ketika memiliki syahwat saat tangan menyentuh kemaluan.[4]

Menyentuh kemaluan orang lain

Mazhab Hambali dan Mazhab Syafi'i berpendapat bahwa menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudu. Hal ini berlaku kepada orang yang menyentuh dan orang yang disentuh. Pemberlakuan ini untuk anak-anak maupun dewasa yang masih hidup maupun yang telah meninggal. Mazhab Maliki berpendapat bahwa wudu tidak batal ketika kemaluan disentuh oleh anak kecil. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa menyentuh kemaluan orang lain tidak membatalkan wudu siapapun yang disentuh.[5]

Sementara itu, Mazhab Hanafi, Mazhab Hambali dan Mazhab Hanafi berpendapat bahwa orang yang disentuh kemaluannya tidak batal wudunya. Hanya Mazhab Maliki yang berpendapat bahwa wudu orang yang disentuh kemaluannya menjadi batal.[6]

  1. ^ a b Nasional, Departemen Pendidikan (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 380. 
  2. ^ a b c d e Van Hoeve. Ensiklopedia Indonesia, Jilid 7. Jakarta: Ichtiar Baru. hlm. 1197.  Parameter |coauthor= yang tidak diketahui mengabaikan (|author= yang disarankan) (bantuan)
  3. ^ a b "Hadas dan Cara Mensucikan". Galih Pamungkas Agama. Diakses tanggal 2Mei 2014.  Periksa nilai tanggal di: |accessdate= (bantuan)
  4. ^ a b ad-Dimasyqi 2017, hlm. 20.
  5. ^ ad-Dimasyqi 2017, hlm. 20-21.
  6. ^ ad-Dimasyqi 2017, hlm. 21.

  • Ad-Dimasyqi, Muhammad bin 'Abdurrahman (2017). Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi. ISBN 978-602-97157-3-6.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

 

Artikel bertopik Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hadas&oldid=20772824"

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA