Apakah makan di malam hari itu sehat?

Sebagian besar tubuh Anda tersusun dari air. Sayangnya, banyak orang tidak menyadari bahwa kurang minum bisa jadi salah satu faktor risiko penyebab tertular virus influenza.

Ketika tubuh kurang cairan atau dehidrasi, fungsi dan kerja organ tubuh akan terganggu. Akibatnya, Anda mungkin akan lebih rentan untuk mengalami sejumlah masalah kesehatan.

Di samping itu, asupan cairan yang cukup juga membantu menjaga mulut, hidung, dan tenggorokan Anda tetap lembap. Jika mulut, hidung, dan tenggorokan kering, Anda lebih mudah untuk terserang penyakit yang berhubungan dengan sistem pernapasan, seperti flu.

Untuk mencegah penyakit flu, pastikan Anda minum air putih setidaknya 8 gelas per hari. Namun sejatinya, kebutuhan air setiap orang berbeda-beda. Anda sendirilah yang tahu seberapa banyak air yang dibutuhkan. Intinya, minumlah setiap kali Anda merasa haus (atau bahkan sebelumnya) sehingga kebutuhan cairan tubuh tetap terpenuhi.

5. Kekurangan vitamin D

Apakah makan di malam hari itu sehat?

Kekurangan vitamin D ternyata juga bisa jadi salah satu faktor risiko penyebab flu. Selama ini kebanyakan orang mengira bahwa vitamin D bermanfaat untuk kesehatan tulang dan otot. Faktanya, vitamin D juga berperan untuk mencegah infeksi pernapasan akut.

Hal ini berdasarkan dari riset tinjauan yang dilakukan oleh para peneliti dari Queen Mary University of London. Dalam penelitian tersebut diketahui bahwa asupan vitamin D yang cukup dapat membantu mencegah infeksi virus penyebab influenza, bronkitis, dan pneumonia.

Di samping itu, penelitian lain juga melaporkan bahwa kekurangan vitamin D berhubungan dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Seperti yang kita tahu, ketika sistem imun lemah, tubuh akan lebih rentan terkena berbagai penyakit, termasuk flu.

Untungnya, vitamin D termasuk salah satu vitamin yang sangat mudah didapatkan. Dengan berjemur di bawah sinar matahari pagi selama 10-15 menit, Anda sudah mendapatkan sebagian asupan vitamin D.

Selain dari matahari, Anda juga bisa mendapatkan asupan vitamin D dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. Beberapa di antaranya seperti ikan, kuning telur, susu, hati sapi, dan jamur.

6. Tangan tidak bersih

Apakah makan di malam hari itu sehat?

Sehari-hari, tangan Anda akan bersentuhan dengan benda-benda yang mungkin saja sudah “dijajah” oleh banyak kuman penyakit. Gagang pintu, telepon, keyboard komputer, dan benda lain tanpa Anda sadari bisa saja sudah terkontaminasi virus.

Kebiasaan memegang muka, seperti pipi, hidung, mulut atau mata tanpa sadar bisa berisiko memindahkan virus influenza dari tangan yang kotor ke dalam tubuh. Akibatnya, Anda kena influenza.

Itu sebabnya, rajin-rajinlah mencuci tangan dan kebersihan diri Anda. Tangan yang kotor membuat kuman cepat menyebar dan memicu berbagai penyakit. Namun, pastikan Anda cuci tangan dengan cara yang benar, ya.

Mengutip dari laman CDC, cuci tangan harus setidaknya selama 20 detik dan dilakukan ketika:

  • Sebelum dan setelah menjenguk atau berinteraksi dengan orang yang sakit
  • Sebelum, selama, dan setelah menyiapkan makanan
  • Sebelum makan
  • Sebelum dan setelah mengobati luka terbuka
  • Setelah menyentuh tong sampah
  • Setelah bersin, batuk, atau mengeluarkan ingus
  • Setelah selesai menggunakan kamar mandi
  • Seletah mengganti popok bayi

Ingat, Anda dapat menjaga kesehatan sehingga terhindar dari paparan virus penyebab flu dengan menjalani hidup yang lebih sehat. Baik itu lewat asupan makanan yang tepat dan cara menjaga kebersihan pribadi yang menyeluruh.

Diabetes adalah penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia. Akan tetapi, pada penderita diabetes, glukosa tersebut tidak dapat digunakan oleh tubuh.

Kadar gula (glukosa) dalam darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi pankreas. Namun, pada penderita diabetes, pankreas tidak mampu memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.

Apakah makan di malam hari itu sehat?

Glukosa yang tidak diserap sel tubuh dengan baik akan menumpuk dalam darah. Kondisi tersebut dapat menimbulkan berbagai gangguan pada organ tubuh. Jika tidak terkontrol dengan baik, diabetes dapat menimbulkan komplikasi yang berisiko mengancam nyawa penderitanya.

Penyebab Diabetes

Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Berikut adalah penjelasannya:

Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 terjadi ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini menyebabkan kadar glukosa darah meningkat sehingga memicu kerusakan pada organ-organ tubuh.

Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun. Penyebab diabetes tipe 1 masih belum diketahui secara pasti. Namun, ada dugaan penyakit ini terkait dengan faktor genetik dan faktor lingkungan.

Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling banyak terjadi, yakni sekitar 90–95%. Diabetes tipe 2 terjadi ketika sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin sehingga insulin yang dihasilkan tidak bisa digunakan dengan baik. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah resistensi insulin.

Selain kedua jenis diabetes tersebut, ada jenis diabetes yang biasa terjadi pada ibu hamil, yakni diabetes gestasional. Diabetes jenis ini disebabkan oleh perubahan hormon pada masa kehamilan, tetapi biasanya gula darah penderita akan kembali normal setelah masa persalinan.

Faktor risiko diabetes

Seseorang akan lebih berisiko terkena diabetes tipe 1 jika memiliki faktor risiko berikut:

  • Berusia 4–7 tahun atau 10–14 tahun
  • Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 1
  • Menderita penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
  • Menderita penyakit autoimun, seperti penyakit Grave, penyakit Hashimoto, dan penyakit Addison
  • Mengalami cedera pada pankreas akibat infeksi, tumor, cedera, kecelakaan, atau efek samping setelah operasi besar

Sementara itu, diabetes tipe 2 lebih berisiko terjadi pada seseorang dengan faktor-faktor berikut:

  • Berusia lebih dari 45 tahun
  • Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2
  • Jarang beraktivitas fisik atau berolahraga
  • Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
  • Menderita prediabetes
  • Menderita kolesterol tinggi
  • Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi)

Khusus pada wanita, ibu hamil yang menderita diabetes gestasional dapat lebih mudah mengalami diabetes tipe 2. Selain itu, wanita yang memiliki riwayat penyakit polycystic ovarian syndrome (PCOS) juga lebih mudah mengalami diabetes tipe 2.

Gejala Diabetes

Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa minggu atau bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena gejalanya cenderung tidak spesifik.

Beberapa ciri-ciri penyakit gula atau diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:

  • Sering merasa haus atau sangat lapar
  • Sering buang air kecil, terutama pada malam hari
  • Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
  • Penurunan massa otot
  • Pandangan kabur
  • Urine mengandung keton
  • Tubuh mudah lelah dan lemas
  • Luka menjadi lebih sulit sembuh
  • Mudah mengalami infeksi, seperti di gusi, kulit, vagina, atau saluran kemih

Selain itu, ada beberapa gejala lain yang juga bisa dialami penderita diabetes, antara lain:

  • Mulut kering
  • Gatal-gatal di kulit
  • Disfungsi ereksi atau impotensi
  • Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki
  • Hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa jam setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan
  • Bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan, (akantosis nigrikans) yang menjadi tanda resistensi insulin

Sementara itu, ada juga beberapa orang yang mengalami prediabetes, yaitu kondisi ketika glukosa dalam darah berada di atas rentang normal tetapi tidak cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes. Meski demikian, seorang penderita prediabetes juga dapat menderita diabetes tipe 2 jika tidak ditangani dengan baik.

Kapan harus ke dokter

Lakukan pemeriksaan ke dokter jika Anda mengalami gejala-gejala utama diabetes, yaitu:

  • Sering merasa haus
  • Mudah lelah
  • Lebih sering buang air kecil daripada biasanya, terutama pada malam hari
  • Penurunan berat badan dan kehilangan massa otot
  • Gatal di sekitar penis atau vagina
  • Penyembuhan luka terasa lambat
  • Sering mengalami sariawan
  • Penglihatan kabur

Jika Anda memiliki faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko terkena diabetes, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan gula darah rutin. Tujuannya adalah agar penyakit ini dapat terdeteksi dan ditangani sejak dini.

Diagnosis Diabetes

Gejala diabetes biasanya berkembang secara bertahap, kecuali diabetes tipe 1 yang gejalanya dapat muncul secara tiba-tiba. Namun, karena diabetes umumnya tidak terdiagnosis pada awal kemunculannya, orang-orang yang berisiko terkena penyakit ini dianjurkan menjalani pemeriksaan rutin, terutama pada kelompok berikut:

  • Orang yang berusia di atas 45 tahun
  • Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional saat hamil
  • Orang yang memiliki indeks massa tubuh (BMI) di atas 25
  • Orang yang sudah didiagnosis menderita prediabetes

Tes gula darah merupakan pemeriksaan yang mutlak dilakukan untuk mendiagnosis diabetes tipe 1 atau tipe 2. Hasil pengukuran gula darah akan menunjukkan apakah seseorang menderita diabetes atau tidak. Dokter akan merekomendasikan pasien untuk menjalani tes gula darah pada waktu dan dengan metode tertentu.

Beberapa metode tes gula darah yang dapat dijalani oleh pasien, antara lain:

1. Tes gula darah sewaktu

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada jam tertentu secara acak. Tes ini tidak mengharuskan pasien untuk berpuasa terlebih dahulu.

Jika hasil tes gula darah sewaktu menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih, pasien dapat didiagnosis menderita diabetes.

2. Tes gula darah puasa

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa darah pada saat pasien berpuasa. Pasien akan diminta berpuasa terlebih dahulu selama 8 jam sebelum menjalani tes.

Hasil tes gula darah puasa dapat dikatakan normal bila kadar gula darah pasien kurang dari 100 mg/dL. Sedangkan hasil tes gula darah puasa di antara 100–125 mg/dL menunjukkan pasien menderita prediabetes.

Sementara itu, hasil tes gula darah puasa 126 mg/dL atau lebih menunjukkan bahwa pasien menderita diabetes.

3. Tes toleransi glukosa

Pasien akan terlebih dahulu diminta untuk berpuasa selama semalam, kemudian menjalani tes gula darah puasa. Selanjutnya, pasien akan diminta meminum larutan gula khusus. Sampel gula darah pasien akan diambil kembali 2 jam setelah minum larutan gula.

Hasil tes toleransi glukosa di bawah 140 mg/dL menunjukkan kadar gula darah normal. Sementara hasil tes tes dengan kadar gula 140–199 mg/dL menandakan kondisi prediabetes.

Pasien dapat dikatakan menderita diabetes jika tes toleransi glukosa menunjukkan kadar gula 200 mg/dL atau lebih.

4. Tes HbA1C (glycated haemoglobin test)

Tes ini bertujuan untuk mengukur kadar glukosa rata-rata pasien selama 2–3 bulan terakhir. Tes ini mengukur kadar gula darah yang terikat pada hemoglobin, yaitu protein yang berfungsi membawa oksigen dalam darah. Dalam tes HbA1C, pasien tidak perlu menjalani puasa terlebih dahulu.

Hasil tes HbA1C di bawah 5,7 % merupakan kondisi normal, sedangkan hasil tes 5,7–6,4% menunjukkan kondisi prediabetes. Sementara hasil tes HbA1C di atas 6,5% menandakan bahwa pasien menderita diabetes.

Di samping tes HbA1C, pemeriksaan estimasi glukosa rata-rata (eAG) juga bisa dilakukan untuk mengetahui kadar gula darah dengan lebih akurat. Jika pasien didiagnosis menderita diabetes, dokter akan merencanakan metode pengobatan yang akan dijalani.

Khusus pada pasien yang dicurigai menderita diabetes tipe 1, dokter akan menyarankan tes autoantibodi untuk mendeteksi antibodi yang merusak organ dan jaringan tubuh, termasuk pankreas.

Pengobatan Diabetes

Pengobatan diabetes tergantung pada jenis diabetes yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan diabetes yang dapat dilakukan:

Obat-obatan

Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin untuk mengatur gula darah sehari-hari. Beberapa pasien diabetes tipe 2 juga disarankan untuk menjalani terapi insulin untuk mengatur gula darah.

Insulin tambahan biasanya akan diberikan melalui suntikan, bukan dalam bentuk obat oral. Dokter akan mengatur jenis dan dosis insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya.

Pada kasus diabetes tipe 1 yang berat, dokter akan merekomendasikan prosedur transplantasi pankreas untuk mengganti pankreas yang rusak. Pasien diabetes tipe 1 yang berhasil menjalani transplantasi tersebut tidak memerlukan lagi terapi insulin, tetapi harus mengonsumsi obat imunosupresif secara rutin.

Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-obatan, salah satunya adalah metformin. Metformin berfungsi menurunkan produksi glukosa dari hati dan membantu tubuh dalam mengolah insulin secara efektif.

Dokter juga dapat memberikan suplemen atau vitamin guna mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Misalnya, pasien diabetes yang sering mengalami gejala kesemutan akan diberikan vitamin neurotropik.

Vitamin neurotropik umumnya terdiri dari vitamin B1, B6, dan B12. Vitamin-vitamin ini bermanfaat untuk menjaga fungsi dan struktur saraf tepi. Hal ini sangat penting untuk pasien diabetes tipe 2 agar terhindar dari komplikasi neuropati diabetik yang cukup sering terjadi.

Perubahan pola hidup

Pasien dianjurkan untuk mengatur pola makan dengan memperbanyak konsumsi buah, sayur, protein dari biji-bijian, serta makanan rendah kalori dan lemak. Pilihan makanan untuk penderita diabetes juga sebaiknya benar-benar diperhatikan.

Bila perlu, pasien juga dapat mengganti asupan gula dengan pemanis yang lebih aman, seperti sorbitol. Pasien dan keluarganya juga dapat melakukan konsultasi gizi dan pola makan dengan dokter guna mengatur pola makan sehari-hari.

Untuk membantu mengubah gula darah menjadi energi dan meningkatkan sensitivitas sel terhadap insulin, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara rutin, setidaknya 150 menit dalam seminggu. Pasien juga dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai pilihan olahraga dan aktivitas fisik yang sesuai.

Pasien harus mengontrol gula darahnya secara disiplin melalui pola makan sehat agar gula darah tidak meningkat hingga di atas normal. Selain itu, pasien juga akan diberikan jadwal untuk menjalani tes HbA1C secara mandiri guna memantau kadar gula darah selama 2–3 bulan terakhir.

Tes gula darah mandiri

Tes gula darah mandiri dilakukan sebanyak minimal 4 kali dalam sehari, yaitu pada setiap sebelum makan dan sebelum tidur, terutama bagi yang menjalani terapi insulin. Frekuensi tes yang dilakukan tergantung pada anjuran dari dokter. Setelah itu, hasil tes akan dicatat dan catatan tersebut perlu dibawa ketika kontrol ke dokter.

Komplikasi Diabetes

Diabetes menimbulkan berbagai komplikasi, baik yang terjadi mendadak (akut) maupun dalam jangka panjang (kronis). Komplikasi akut yang dapat terjadi pada penderita diabetes adalah ketoasidosis diabetik dan hyperosmolar hyperglycemic syndrome (HHS).

Sejumlah komplikasi yang dapat muncul akibat diabetes tipe 1 dan 2 adalah:

  • Stroke
  • Penyakit jantung
  • Gagal ginjal kronis
  • Neuropati diabetik
  • Gangguan penglihatan
  • Katarak
  • Depresi
  • Demensia
  • Gangguan pendengaran
  • Frozen shoulder
  • Luka dan infeksi pada kaki yang sulit sembuh
  • Kerusakan kulit atau gangrene akibat infeksi bakteri dan jamur, termasuk bakteri pemakan daging

Diabetes akibat kehamilan juga dapat menimbulkan komplikasi pada ibu hamil dan bayi, contohnya adalah preeklamsia. Sementara itu, beberapa komplikasi yang dapat muncul pada bayi adalah:

  • Keguguran
  • Kelahiran prematur
  • Kelebihan berat badan saat lahir
  • Gula darah rendah (hipoglikemia)
  • Penyakit kuning
  • Peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2 setelah dewasa

Pencegahan Diabetes

Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum diketahui. Sementara itu, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat dicegah, yaitu dengan pola hidup sehat. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah diabetes di antaranya: