Apakah kebijakan pemerintah mengenai bbm satu harga benar-benar dilaksanakan

SANDY MULIA ARHDAN, NIM.14370035 (2018) KEBIJAKAN PEMERINTAHAN PRESIDEN JOKO WIDODO TENTANG PEMBERLAKUAN SATU HARGA BBM DI INDONESIA. Skripsi thesis, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Abstract

Kebijakan merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Dalam setiap pembuatan kebijakan selalu ada pihak yang pro maupun yang kontra dalam merespons dan menyikapinya. Setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentu sangat berpengaruh terhadap berbagai bidang, baik politik maupun ekonomi. Seperti halnya kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo tentang pemberlakuan satu harga BBM di Indonesia. Munculnya kebijakan satu harga BBM ini dikarenakan perbedaan harga jual BBM di berbagai daerah, khususnya daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) Indonesia. Selama ini harga BBM di Indonesia bervariasi, mulai dari Rp. 7.000 bahkan sampai Rp. 100.000 per liter. Sehingga pemerintah ingin menyamaratakan harga BBM agar tidak ada kesenjangan antar daerah. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 36 Tahun 2016 tentang percepatan pemberlakuan satu harga BBM. Secara ekonomis kebijakan satu harga BBM tentu berdampak pada keuangan PT Pertamina, sedangkan secara politis salah satu munculnya kebijakan dikarenakan janji Joko Widodo terhadap masyarakat pemilihnya pada pilpres 2014. Oleh sebab itu penulis lebih fokus kepada latar belakang lahirnya kebijakan pemerataan satu harga BBM Skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research). Data dikumpulkan dari berbagai literatur, baik yang bersumber dari perpustakaan maupun dari internet (website) yang berhubungan dengan kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo tentang pemberlakuan satu harga BBM di Indonesia. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, data-data terkait kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo tentang satu harga BBM, disusun sesuai dengan fokus penelitian kemudian dianalisis dengan teori siyāsah syar‘iyyah dan teori kebijakan publik, sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis- normatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo tentang pemberlakuan satu harga BBM merupakan langkah yang tepat. Dapat dikatakan tepat karena kebijakan ini adalah sebagai wujud dari amanat konstitusi yang terdapat pada sila kelima dari pancasila yakni “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Berdasarkan analisis yang telah penulis lakukan, kebijakan ini telah relevan dengan tujuan dibuatnya suatu kebijakan dan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam siyāsah syar‘iyyah. Oleh sebab itu, dalam jangka panjang jika kebijakan ini benar-benar dilakukan dengan baik dan bertujuan untuk kemaslahatan seluruh rakyat Indonesia, dapat membuat masyarakat daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) lebih sejahtera. Walaupun kebijakan ini dijalankan oleh PT Pertamina, akan tetapi hal itu tidak membuat PT Pertamina merugi, pada tahun 2017 PT Pertamina hanya terjadi penurunan laba diakibatkan subsidi distribusi kebijakan satu harga BBM.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Additional Information:Dr. OCKTOBERRINSYAH, M.Ag.
Uncontrolled Keywords:kebijakan pemerintah, satu harga BBM, PT Pertamina, daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T)
Subjects:Jinayah Siyasah
Divisions:Fakultas Syariah dan Hukum > Jinayah Siyasah (S1)
Depositing User: Drs. Bambang Heru Nurwoto
Date Deposited:17 Jan 2019 14:45
Last Modified:17 Jan 2019 14:45
URI:http://digilib.uin-suka.ac.id/id/eprint/32509

Share this knowledge with your friends :

Actions (login required)

Apakah kebijakan pemerintah mengenai bbm satu harga benar-benar dilaksanakan
View Item

Kebijakan satu harga BBM di Papua merupakan suatu hal yang mutlak dilakukan guna mewujudkan sila kelima Pancasila sekaligus mendorong perekonomian Papua ke arah yang lebih baik. Namun, dalam praktiknya, Presiden Joko Widodo menyadari bahwa untuk mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar untuk menyalurkan BBM tersebut ke wilayah Papua yang masih sulit dijangkau oleh layanan transportasi umum.

Sebagaimana yang sebelumnya dilaporkan Dirut Pertamina, bila kebijakan tersebut diterapkan di Papua, maka Pertamina akan menderita kerugian sebesar 800 miliar rupiah. Meski demikian, Presiden Joko Widodo bertekad untuk mewujudkan kebijakan tersebut dan menginstruksikan Pertamina untuk mencari solusinya. Salah satu solusi yang disebutkan Presiden ialah dengan melakukan subsidi silang dengan memanfaatkan kompensasi dari usaha-usaha milik Pertamina lainnya.

“Saya sampaikan, ini bukan masalah untung dan rugi. Ini masalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jumlah 800 miliar itu terserah dicarikan subsidi silang dari mana, itu urusan Pertamina. Tapi yang saya mau ada keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sehingga harganya sekarang di seluruh kabupaten yaitu 6.450 rupiah per liter untuk premium,” tegasnya di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua, Selasa 18 Oktober 2016.

Presiden juga meyakini bahwa Pertamina mampu mengemban tugas ini dengan baik melalui efisiensi tanpa mengurangi keuntungan yang ada. Terlebih bila mengingat kemudahan-kemudahan yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina dalam menjalankan bisnisnya.

“Sebagai BUMN, Pertamina juga sudah banyak memperoleh hak-hak istimewa untuk berbisnis. Jadi wajar pemerintah memerintahkan untuk mengemban tugas mewujudkan keadilan di harga BBM,” ucapnya.

Tentunya upaya mewujudkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat tersebut tidak melulu menjadi tanggung jawab pemerintah dan BUMN saja, tapi juga memerlukan kerja sama dari berbagai pihak. Pemerintah daerah misalnya, Presiden meminta pemerintah daerah untuk turut berperan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan.

“Kadang-kadang kebijakan itu pelaksanaan di lapangan tidak diikuti. Bisa terjadi salah pengertian. Kapolda di sini juga harus ikut mengawasi betul-betul harga itu memang sampai di masyarakat,” terangnya.

Selain itu, Presiden juga meminta Pertamina untuk menyoroti harga BBM di tingkat penyalur dan pengecer. Presiden tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga yang terlalu besar bila BBM tersebut telah sampai di tangan masyarakat.

“Saya juga titip, harga di APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar) saya harapkan juga sama ketika sampai di masyarakat. Jangan sampai nanti dibeli segelintir orang untuk dijual lagi dengan harga yang berbeda. Itu yang saya tidak mau. Harganya harus harga di masyarakat, jadi cara penyalurannya harus benar,” ucapnya.

Presiden pun memastikan bahwa dirinya akan selalu memantau harga-harga di tingkat penyalur dan pengecer di Papua. Terhadap semua kabupaten ataupun wilayah yang ada di Papua, Presiden kembali menegaskan bahwa hanya satu harga BBM yang berlaku.

“Saya selalu cek kalau ada hal-hal seperti ini sehingga masyarakat mendapatkan harga yang sama. Seperti di Paniae, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintan, di Jayawijaya, dan Lani Jaya saya harapkan juga sama,” tegasnya.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta kebesaran hati dan kesadaran dari masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut. Dirinya masih memberikan toleransi terhadap kenaikan harga BBM di tingkat pengecer selama masih berada dalam batas kewajaran.

“Di luar pom bensin harganya naik sedikit wajar karena ada yang mengambil keuntungan. Tapi kalau harganya (premium) kemudian menjadi 25 ribu per liter, itu tidak wajar. Harganya ada yang 40 ribu itu juga tidak wajar karena belinya hanya 6.450 rupiah per liter. Itu yang menjadi catatan saya,” ujar Presiden sekaligus menutup sambutan saat meresmikan kebijakan BBM satu harga.

Turut hadir mendampingi Presiden dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto dan Gubernur Papua Lukas Enembe.

Yahukimo, 18 Oktober 2016
Kepala Biro Pers, Media dan Informasi Sekretariat Presiden

Bey Machmudin

Terkait

Kenapa pemerintah akhirnya memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM?

Kepala Negara menyebutkan salah satu alasan pemerintah memutuskan untuk menyesuaikan harga BBM bersubsidi karena anggaran subsidi dan kompensasi membengkak. Anggaran subsidi dan kompensasi BBM membengkak dari Rp152,5 triliun menjadi Rp502,4 Triliun Rupiah. Dan itu menurut dia akan meningkat terus.

Kapan pemerintah menaikkan harga BBM?

Jumat, 9 September 2022 13:23 WIB Presiden Jokowi mengumumkan kenaikan harga BBM subsidi dan non-subsidi pada Sabtu, 3 September lalu. Harga BBM bersusidi Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter, sementara harga Solar naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 6.800 per liter.

Apakah dampak yang ditimbulkan dari kenaikan harga BBM?

Dari sisi ekonomi, kenaikan harga BBM jelas akan mendorong kenaikan biaya produksi, mendorong inflasi (cost push inflation) yang pada gilirannya akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, penurunan upah riil dan konsumsi rumah tangga.

Apakah pencabutan subsidi terhadap harga BBM merupakan kebijakan yang salah?

Pencabutan subsidi terhadap harga BBM merupakan bukan kebijakan yang salah karena hal tersebut termasuk kedalam kebijakan ekonomi makro yang membahas bagian-bagian kecil dari keseluruhan kegiatan perekonomian salah satunya kebijakan tentang subsidi BBM yang merupakan cara untuk mengatasi permasalahan ekonomi yang ada ...