Apabila kain samping berada di luar dan baju berada di dalam ini menunjukkan dipakai oleh

Show

Adri Else Bayan Ggg

* The preview only display some random pages of manuals. You can download full content via the form below.

The preview is being generated... Please wait a moment!
  • Submitted by: Sony Rangga Tarigan
  • File size: 478.3 KB
  • File type: application/pdf
  • Words: 1,463
  • Pages: 7
Report / DMCA this file Add to bookmark
SAVE OFFLINE

Description

- Kain samping bagi sebagian besar orang mungkin hanyalah dianggap sebagai kain biasa yang lekat dekat budaya Melayu. Padahal hal ini tidak sepenuhnya benar, mengingat samping bisa disebut sebagai element penting dalam busana melayu yang memang cukup besar akar budayanya. Penggunaan baju melayu yang dipadu dengan kain samping memang terkesan unik dan memancarkan nilai estetik yang tinggi, tapi lebih daripada itu kain samping ternyata menyimpan banyak hal yang berkaitan dengan budaya setempat, terutama berkaitan dengan cara penggunaannya. Filosofi Samping Samping ini berasal dari kata sampingan yang bisa diterjemahkan sebagai tambahan atau pelengkap, dalam hal ini berhubungan dengan busana melayu. Jadi, kain samping yang dibuat dari songket ini sebenarnya adalah pelengkap bagi keseluruhan busana melayu. Samping biasa digunakan di bagian luar baju, dimana posisinya melintang dari bagian pinggang ke bagian lutut. Pemakaian samping dapat menunjukkan banyak hal, terutama kedudukan dan status sosial seseorang. Hal ini seharusnya jadi pedoman dalam bertindak terutama di hadapan masyarakat umum. Fungsi Samping Samping kerap juga disebut sampan, dan memiliki salah satu fungsi sebagai pelengkap pakaian adat yang digunakan pada kegiatan sehari-hari maupun pada upacara adat. Karena luasnya wilayah bangsa-bangsa melayu, pemakaian samping bisa berbeda-beda. Ada daerah yang mengkhususkan penggunaan kain ini untuk mereka kalangan bangsawan maupun keluarga kerajaan, sehingga penggunaannya terkesan terbatas dan lebih ekslusif. Tapi pada daerah lain, penggunaan samping lebih umum, dimana kain ini bisa digunakan dalam busana sehari-hari. Pada daerah tertentu, penggunaan samping dengan motif dan corak tertentu juga bisa menentukan strata sosialnya dalam masyarakat sosial, misalnya warna hijau pada samping menunjukkan bahwa sang pemakai adalah seorang Datuk. Berbeda dengan warna kuning yang seperti diketahui bersama kerap kali digunakan sebagai penanda bahwa sang pemakai adalah seorang sultan atau raja.

Tata Cara Pemakaian Samping Wanita Sebagai bagian yang dianggap penting dalam busana melayu, pemakaian samping juga harus diperhatikan. Pemakaian ini dibedakan berdasarkan gender dan juga status pernikahan yang pemakai. Misalnya untuk wanita, mereka yang masih perawan harus memakai samping di bagian depan. Hal ini seperti penanda bahwa kain tersebut akan melindungi bagian vital yang dimiliki wanita. Untuk mereka yang sudah masih memiliki suami, pemakaian samping berbeda yaitu bagian muka di bagian belakang. Pengecualian bagi mereka yang menjadi istri seorang tokoh masyarakat karena bagian muka kain samping harus diletakkan di bagian kanan. Untuk mereka yang sudah janda, bagian muka akan menghadap bagian kiri. Dengan melihat cara seseorang memakai samping, kita jadi bisa mengetahui statusnya, dimana hal ini berlaku juga bagi para pria. Tata Cara Pemakaian Samping Pria Untuk pria yang masih perjaka atau masih anak-anak, pemakaiannya harus diatas lutut dengan jarak sekitar 2 jari. Untuk mereka yang masih memiliki

istri, hendaknya memakai kain samping hingga batas tempurung pada lutut. Terkecuali bagi mereka yang memiliki kedudukan khusus dalam masyarakat, misalnya pemimpin adat dimana panjang samping hendaknya sampai di bawah lutut. Di beberapa daerah lain ada penambahan dalam tata cara pemakaian samping ini. Dimana pemakaiannya mengacu seperti pada tata cara pemakaian untuk wanita (di bagian belakang, di samping kanan atau kiri). Pada beberapa kasus, ada pria yang sudah memiliki istri tapi memakai samping di atas lutut, layaknya seorang bujangan. Hal ini kabarnya bisa diartikan bahwa pria ini berencana untuk mencari istri lagi.

Kain samping tetap dipakai terutama menjaga kesopanan dan aib dari orang dan digunakan untuk sholat ataupun bertamu menghadapi orang tua-tua serta dapat dipergunakan untuk mempertahankan diri. Pakaian harian untuk anak laki-laki dewasa sering dipakai untuk belajar ilmu silat guna mempertahankan diri dan berkesenian; belajar zapin, membuat kelompok Mayong, sandiwara, bangsawan, dll. Anak perempuan yang baligh harus mengenal adat istiadat yang kita sebut adat Melayu, Jadi dia sebagai perempuan Melayu harus tahu sopan santun dan berbudi baik dengan mengenal: Beradat istiadat Melayu, beragama Islam, berbahasa Melayu. Tiga unsur ini

bagi anak perempuan sudah mulai ditanamkan semenjak kecil serta tata cara berpakaian sudah ditunjuk ajarkan sedini mungkin, sehingga dia merupakan idaman dari pihak laki-laki. Pakaian untuk anak perempuan yang sudah baligh ini adalah baju kurung, baju Kebaya Laboh, baju Kebaya Pendek. Adapun kelengkapan baju kurung ini adalah kain Sarung Pelekat atau batik Bunga, pakai tutup kepala berupa selendang dan ditambah dengan Kain Tudung Lingkup yang dipakai bila keluar rumah. Kain Tudung Lingkup untuk pakaian harian digunakan kain pelekat. Pakaian Resmi dan Setengah Resmi Bentuk pakaian setengah resmi bagi kaum laki-laki adalah baju kurung Cekak Musang harus dilengkapi dengan: kopiah, kain samping, sepatu atau capal. Kan samping yang dipakai tergantung pada kemampuan seseorang; boleh kain pelekat, kain tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll. Pakaian setengah resmi ini dipakai dalam upacara keluarga, seperti; menghadiri perkawinan, acara keagamaan, sunnat rasul, dll. Sedangkan pakaian resmi adalah pakaian yang dipakai waktu menghadiri undangan dari Kerajaan, dari Pemerintah atau menghadiri jemputan resmi dari suatu kegiatan. Tidaklah sopan seandainya kita menghadiri upacara kekeluargaan atau jemputan yang terhormat dari suatu kegiatan pemerintah yang masa dahulunya di zaman kerajaan-kerajaan di Riau, kita memakai pakaian Melayu namun tidak memakai kopiah dan juga kain samping, maka jelaslah kita dicap orang yang tidak tahu adat sopan orang Melayu. Untuk menghadiri upacara resmi seperti menghadiri jemputan dari Pemerintah, atau menghadiri Rapat Dewan yang resmi kalau kita berpakaian Melayu harus lengkap berbaju Melayu dengan tidak memakai kasut atau capal dan harisnya memakai sepatu kulit. Adapun bahan baju Melayu itu sebaiknya dari bahan kain sutra atau bahanbahan yang bagus seperti satin, atau bahan lainnya yang berkualitas.

Warna baju dengan warna celana harus sewarna. Dulunya pada zaman erajaan Melayu pada masa jayanya, tidak dibenarkan memakai warna kuning, karena warna kuning adalah warna kerajaan dan yang berhak memakai warna kuning adalah Sultan. Untuk para Datuk dan Orang Besar Kerajaan dalam upacara resmi sering memakai warna hitam, sedangkan warna kain boleh bebas kecuali warna kuning dan tidak dibolehkan memakai baju hitam berkain hitam, pakaian demikian adalah hak pemimpin yaitu Raja (Sultan). Sedangkan pakaian untuk orang lain boleh memakai warna apa saja sesuai dengan kemampuan dan kemauannya juga selera, asalkan tertib cara memakainya. Cara berpakaian baju Melayu orang laki-laki adalah baju Melayu Cekak Musang yaitu leher berkerah setinggi 2 cm yang dalamnya dilapisi kain keras supaya kerah Cekak Musangnya kelihatan lebih rapi. Pada leher dipasang dua buah butang baju, dan 3 buah butang baju dibagian depan keras lebih kurang 22 cm dari leher ke dada. Perlengkapan lain memakai baju Melayu Cekak Musang adalah kopiah hitam dan tidak memakai apa-apa di kopiah. Pada kopiah adakalanya dipakai kain putih yang dibelitkan di kopiah pada upacara meninggalnya atau (mangkat) seorang Sultan atau Pemimpin Negeri. Kain yang dipakai untuk mengikuti upacara resmi ini adalah kain samping yang terpilih, seperti: tenunan Siak, tenunan Trenggano, tenunan Indragiri, tenunan Daek, dll. Sistem memakai kain samping ini diikat di samping pinggang yang disebut ikat kain dagang dalam, karena baju terletak diluar kain disebut ikat kain dagang luar. Mengikat kain tidak boleh sembarangan karena sudah ada ketentuannya antara lain: tinggi kain bagi orang dewasa hanya setinggi lutut, sedangkan orang sudah berumur, tinggi kainnya 3 jari dibawah lutut. Kalau orang sudah lanjut usia umumnya memakai kain sering jauh dibawah lutut. Bentuk pakaian resmi dan setengah resmi kaum perempuan adalah baju kurung Teluk Belanga dan baju Kebaya Laboh. Bahan baju ini dibuat dari bahan sutra, satin atau bahan brokat serta bahan yang bagus lainnya tergantung dengan kemampuan si pemakai. Persyaratan baju Melayu kaum perempuan ini karena dia disebut Baju Kurung maka jelas baju ini mengurung bagian aurat di badan agar tidak kelihatan, tidak terlalu sempit,

tidak terlalu tipis yang memperlihatkan kulit badan. Untuk kain yang dipakai adalah kain tenunan atau kain pilihan, seperti: kain tenun Siak, tenunan Indragiri, tenunan Daek atau kain tenunan lain yang bercorak Melayu. Ukuran baju resmi dan setengah resmi bagi remaja panjang baju adalah 3 jari diatas lutut sedangkan orang tua 3 jari dibawah lutut. Untuk pemakaian kain adalah dengan cara kepala kain diletakkan di muka. Untuk hiasan dikepala harus memakai sanggul yang disebut sanggul Jonget, sanggul Lintang atau sanggul Lipat Pandan. Setelah rambut disanggul kepala ditutup dengan kain tudung yang seharusnya tidak kelihatan rambut. Kain tudung untuk pakaian resmi dan setengah resmi ini adalah kain selendang anjang dan sekarang ini kaum wanita yang Islam umumnya menggunakan jilbab. Memakai perhiasan didada sesuai dengan kemampuan sipemakai. Untuk alas kaki dipakai kasut yang dipilih sesuai selera, tidak memakai sendal jepit sebaiknya pakailah kasut yang memakai hak rendah atau hak tinggi. Warna yang dipakai dapat dipilih sesuai dengan selera dan juga disesuaikan dengan suasana waktu siang atau malam, agi atau sore. Pakaian Resmi (Formal) Pakaian resmi adalah baju yang dipakai pada agenda pertemuan yang diadakan pihak kerajaan. Pakaian resmi yang dikenakan bagi pria dalam budaya Riau adalah Baju Kurung Cekak Musang yang terbuat dari kain sutra, kain satin, alias kain bernilai tinggi yang dibekali dengan kopiah dan kain samping yang terbuat dari bahan opsi semacam kain songket dan tenun. Sedangkan pakaian resmi Pakaian Adat Riau untuk wanita dewasa dalam budaya riau adalah Kebaya Laboh dan Baju Kurung Cekak Musang yang terbuat dari kain songket alias kain opsi lainnya, semacam Tenun Siak, Tenun Indragiri, dan Tenun Trengganu.