Apa yang terjadi dengan organisasi SI di bawah kepemimpinan Tjokro

Raden haji Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Cokroaminoto yang lahir di Ponorogo pada 16 Agustus 1882 dan wafat pada 17 Desember 1934 merupakan salah satu pemimpin organisasi pertama di Indonesia yaitu Sarekat Islam (SI) pada 1912.

Sebagai pelopor gerakan Serikat Buruh di Indonesia, Ide politik dari HOS Cokroaminto melahirkan berbagai ideologi untuk saat itu, disisi lain Hos Cokroaminoto juga kerap melakukan kritik terhadap pemerintah Hindia Belanda. Beberapa kutipan HOS Cokroaminoto yang terkenal antara lain “ Setinggi- tinggi ilmu, semurni- murni tauhid, sepintar- pintar siasat. Presiden pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno bahkan memegang teguh apa yang pernah dikatakan beliau yaitu “Pemimpin yang Hebat Menulis Seperti Jurnalis, Berbicara Seperti Orator”.

Untuk lebih memahami  tentang Tjokroaminoto dan perananya sebagai tokoh pendidikan dan pahlawan nasional, maka Dewan Perwakilan Pusat Ikatan Alumni Universitas Negeri Yogyakarta (DPP IKA UNY) pada hari selasa (23/11) menyelenggarakan kegiatan seminar yang bertema “ Yayasan  Tjokroaminoto dan Pendidikan Syarekat Islam” secara Luring dan daring diikuti hampir 200 anggota IKA yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketua DPP IKA UNY, Prof. Suyanto, Ph.D mengatakan bahwa dengan terselenggaranya seminar ini menjadi bukti bahwa IKA UNY sangat peduli dengan sejarah Indonesia terutama dalam bidang pendidikan, khususnya tentang peranan seorang HOS Cokroaminoto.

Wakil Rektor Bidang Alumni dan Kemahasiswaan, Profesor Lantip Diat Prasojo yang hadir secara daring mewakili Rektor UNY memberikan apresiasi yang tinggi terhadap seminar ini dan berharap kedepan dapat tercipta sebuah formulasi yang bisa menyeimbangkan antara ilmu pengetahuan dan agama serta pendidikan yang lebih islami sesuai dengan apa yang telah dibangun oleh HOS Cokroaminoto.

Rektor Universitas Cokroaminoto periode 2008- 2010, Zulkifli Halim ketika menyampaikan paparanya mengatakan, HOS Cokroaminoto yang aktif menyebarkan  ajaran Islam dalam perjuanganya berprinsip bahwa untuk memerdekakan bangsa ini harus membuat mereka terdidik terlebih dahulu. Selain itu, ia juga berusaha membangun kesadaran bahwa hanya dengan pendidikan seseorang dapat merubah nasib. Drs. Aji Dedi Mulawarman dari Yayasan Bani Hasyim menyampaikan bahwa  prinsip Hos Cokroaminoto yaitu Satu buat semua, semua buat satu mengandung arti bahwa kehidupan yang aman akan tercipta jika pemerintahan memberikan  kemuliaan dan keluhuran derajat manusia

Untuk menghindari paham liberal yang jauh dari nilai- nilai luhur pendidikan di Indonesia dan bertolak belakang dari syariat Islam, maka kebudayaan menjadi sangat penting karena melalui pendidikan dan kebudayaan dapat tercipta relasi antara jiwa, masyarakat dan Tuhan, demikian ditambahkan oleh Aji dedi Mulawarman. (Khairani Faizah)

Oleh: Bagus Reza Erlangga (@bagusreza)

Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah sang Raja Tanpa Mahkota. Ia dilahirkan di Madiun pada 16 Agustus 1882 dengan gelar kebangsawanan Raden Mas, namun gelar ini ia tanggalkan dan menggantinya dengan Haji Oemar Said. Hal ini ia lakukan karena merasa gelar kebangsawanannya melekat erat dengan cap pro-kolonial. Ia memang sosok yang anti-kolonial, bahkan ia mengundurkan diri sebagai pegawai juru tulis di Madiun yang dirasa pro-kolonial untuk kemudian melarikan diri ke Semarang menjadi buruh angkut pelabuhan.  Di sini ia merasakan betul seperti apa penderitaan kaum pribumi kelas bawah.

Sepak terjang dan nama besarnya tidak bisa dilepaskan dari organisasi Sarekat Islam (SI). Sarekat Islam didirikan oleh H. Samanhoedi pada 11 November 1911 dengan tujuan menjadi benteng pelindung para saudagar batik dari tekanan Pedagang Cina dan Kalangan Ningrat Solo. Di bawah kepemimpinan H. Samanhoedi, Sarekat Islam berjalan lepas. Meski memiliki tujuan yang tinggi, kepemimpin Samanhoedi tidak dapat menjangkau anggotanya secara luas. SI tidak bisa memperluas kegiatannya yang terbatas hanya pada persaingan bisnis dengan Pedagang Cina dan Ningrat Solo saja.

Merasa organisasinya tidak berkembang, H. Samanhoedi dan R.M. Tirto Adhi Soerjo sebagai penyusun anggaran dasar pertama, mengajak Tjokro bergabung pada Mei 1912. Pada masa itu Tjokro telah dikenal dengan sikapnya yang radikal dalam menentang perilaku feodal. Tugas pertamanya di Sarekat Islam yaitu menyusun struktur organisasi yang jelas dan membuat ulang anggaran dasar organisasi. Dengan masuknya Tjokro, Sarekat Islam melaju menjadi organisasi politik ideologis berdasarkan Islam. Sarekat Islam menjadi kendaraan politik gaya baru pada masa itu dalam mengekspresikan kesadaran berbangsa melalui penerbitan surat kabar, unjuk rasa, pemogokan buruh dan partai politik. Ia memimpikan anak Bumiputera bisa berdiri sejajar dengan Belanda.

Tidak lama setelah bergabung, Tjokro berinisiatif mengadakan Kongres Sarekat Islam Pertama di Surabaya pada tahun 1912 dengan hasil Kongres membagi wilayah Sarekat Islam menjadi 3 yaitu Wilayah Barat meliputi Jawa Barat dan Sumatera, Wilayah Tengah meliputi Jawa Tengah dan Kalimantan, dan Wilayah Timur meliputi Jawa Timur dan daerah Indonesia Timur dengan Kantor Pusat yang berkedudukan di Surakarta. Tjokro tidak butuh waktu lama untuk menjadi orang yang berpengaruh di Sarekat Islam, melalui Kongres Sarekat Islam di Jogjakarta tahun 1914 Ia berhasil menggulingkan Samanhoedi  dari jabatan Ketua.

Sebagai ketua, Tjokro langsung bergerilya kesemua cabang-cabang Sarekat Islam untuk berpidato atau hanya sekadar memberikan pemahaman mengenai visi kebangsaannya. Salah satu hasil manuvernya sebagai ketua yaitu diakuinya Sarekat Islam secara hukum sebagai organisasi Organisasi Nasional oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1916. Setelah itu, pada tahun yang sama Sarekat Islam mengadakan Kongres Nasional Pertamanya di Bandung. Program Kerja Sarekat Islam kian meluas, khusunya pada program yang pro kepentingan rakyat dan umat Islam. Dukungan yang didapat SI semakin banyak, hal ini terlihat dari anggotanya di daerah semakin bertambah. Rakyat jelata memiliki identitas baru, mereka sangat antusias mengikuti kongres-kongres. Sejak awal, anggaran dasar organisasi yang disusun Tjokro tidak hanya berupaya melindungi kepentingan perdagangan saja, namun juga ada kepentingan lain untuk memajukan kesejahteraan dan pendidikan kaum bumiputera.

Seiring berjalannya waktu, Sarekat Islam semakin berkembang. Ketika pengaruhnya semakin kuat di cabang-cabang, mulai terjadi beberapa pergerakan yang dinilai sebagai tindakan pembangkangan terhadap Pemerintah Hindia Belanda, khususnya di wilayah Jawa Barat. Pada tahun 1919 di Afdeling B Garut, para petani menolak menjual berasnya kepada Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini menyebabkan terjadinya kerusuhan di kota tersebut. Pemerintah Hindia Belanda sampai harus menggunakan kekuatan senjata untuk menghentikan kerusuhan yang terjadi.

H. Gojali sebagai pemimpin pergerakan itu kemudian ditangkap. Hubungan antara H. Gojali dengan Sarekat Islam inilah yang kemudian dijadikan dasar Pemerintah Hindia Belanda untuk menangkap Tjokro. Ia ditahan pada bulan Agustus 1921 sampai April 1922 tanpa ditujukan bersalah atau tidaknya.

Tautan asli: http://bagusrezaerlangga.blogspot.co.id/2016/06/post-untuk-komunitas-aleut-hos.html

Oleh: Artha Pradhika

Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal nama HOS Cokroaminoto, adalah salah satu pelopor pergerakan di Indonesia. Namanya sangat dikenal sebagai maha guru para pemimpin besar negeri ini. Beragam ideologi yang lahir dari pemikirannya. Tokoh-tokoh pergerakan bangsa tercatat pernah menyerap ilmu darinya. Sebut saja, misalnya, Semaun, Muso, Soekarno, Kartosuwiryo, bahkan Tan Malaka. Bersama Cokroaminoto, mereka pertama kali menolak untuk tunduk pada kolonial Belanda.

Cokroaminoto lahir di Tegalsari, sebuah desa di Ponorogo, Jawa Timur. Ia lahir pada tanggal 16 Agustus 1882. Cokroaminoto merupakan anak kedua RM Tjokroamiseno dari 12 bersaudara. Kakeknya RM Adipati Tjokronegoro pernah menjabat sebagai Bupati Ponorogo.

Setelah menyelesaikan sekolah rendah, Cokroaminoto muda belajar di OSVIA (Opleidings School Voor Inlandsche Ambtenaren/Lembaga Pendidikan Pegawai Bumiputra) Magelang. Selepas dari STOVIA, ia bekerja sebagai juru tulis. Pada 1907–1910, ia bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya. Ia juga belajar mesin di Burgelijek Avondschool dan bekerja sebagai masinis pembantu, lalu ia ditempatkan di bagian kimia di pabrik.

Cokroaminoto menyukai tantangan dan hal baru. Setelah usai bergelut di bidang swasta, ia mencoba dunia politik. Cokroaminoto terkenal giat dalam belajar politik. Karier awal politiknya dimulai ketika ia mendirikan Sarekat Islam (SI) pada Mei 1912. Mulanya, Sarekat Islam bernama Sarekat Dagang Islam (SDI), yang bertujuan untuk membantu dan menjaga bumiputera, khususnya dalam hal industri ketika menghadapi persaingan dengan pedagang Cina. Pergolakan yang terjadi kala itu membuat SDI diganti menjadi Sarekat Islam dan melantik Hadji Oemar Said Cokroaminoto sebagai ketua pada Mei 1912.

Di bawah kepemimpinan Cokroaminoto, Sarekat Islam menasbihkan diri bukan sebagai partai politik

SI difungsikan untuk meningkatkan perdagangan bangsa, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi, dan mengembangkan kehidupan keagamaan masyarakat. Langkah pergerakan Cokroaminoto begitu terlihat dalam Kongres SI ketiga pada 1918 di Surabaya. Ia mengatakan bahwa jika Belanda tidak melakukan reformasi sosial besar-besaran, maka SI akan melakukannya di luar parlemen.

Arah pergerakan SI mulai tampak setelah dilakukan beberapa kongres sejak 1913. Dalam kongres sebelumnya jelas dipaparkan mengenai pencapaian kemerdekaan ditempuh dengan jalan revolusi. Disusul dengan keputusan yang tegas memilih jalan parlemen atau revolusioner. Bahkan pada 1916 SI menyatakan agenda selanjutnya dalam kongres nasional adalah berjuang melawan kapitalisme. Namun, pada 1921, ketika kongres di Yogyakarta, SI secara terang-terangan terbelah menjadi dua: Cokroaminoto dengan semi-nasionalis dan sosialis sedangkan pihak Semaun dengan gerakan revolusioner.

Pada 1924, SI versi Cokroaminoto melakukan reorganisasi. Nama organisasi pun diubah menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII). H. Agus Salim tampil lebih kuat menjadi pemimpin partai tersebut. Dua tahun berselang, Cokroaminoto dan KH Mas Mansur diutus untuk ikut kongres di Makkah Kesempatan itu juga digunakan Cokroaminoto untuk menunaikan ibadah haji. Selepas itu, PSII pimpinan H. Agus Salim kembali terbelah. Sukiman dan Suryopranoto mendirikan Partai Islam Indonesia dan H. Agus Salim mendirikan Penyadar.

Sosok Cokroaminoto tidak hanya dikenal sebagai aktifis politik, melainkan juga pemikir. Di balik kelekatannya dengan SI, saat itu ia juga menulis beberapa buku. Buku Islam dan Sosialisme (1925) dan Tarich Islam (1931) merupakan karya terbaiknya. Dalam Islam dan Sosialisme, ia menggali analisis sosialisme dalam khasanah Islam, baik dari sumber teologis atau pun historis. Ia menekankan bahwa sosialisme sudah terkandung dalam hakikat Islam. Sosialisme idealnya diarahkan oleh keyakinan agama (Islam). Gagasan sosialisme dengan cara Islam, disebutnya, sesuai untuk diterapkan di Indonesia.

Pemikiran yang dihasilkan Cokroaminoto tidak berasal dari ide-ide dangkal. Ia menganalisis konsep pemikiran sosialisme Eropa sampai pada bentuk tatanan sosial-politiknya

Kemudian dilakukan kritik atas pemikiran sosialisme Eropa seperti Karl Marx, Friedrich Engels, sampai Lenin. Ini ia lakukan untuk dibandingkan dengan temuan mengenai dasar sosialisme dalam Islam. Ia memperkuat dengan mencukil sejumlah ayat Al-Qur’an dan Hadits Rasul. Sumber teologis Cokroaminoto berbijak salah satunya dalam Surat Al-Baqarah: 213, perikemanusiaan itu adalah satu kesatuan. Secara historis, ia mengarahkan pada tatanan pemerintahan Rasullulah yang dilanjutkan ke Khalifah, salah satunya Umar Bin Khattab. Cokroaminoto ingin menunjukan bahwa pemerintahan Islam yang dipandangnya sosialistis berpijak pada nilai kedermawanan, persaudaraan, kemerdekaan, dan persamaan.

Nama Soekarno atau sebutan akrabnya Bung Karno tidak dapat dilepaskan dari tokoh pergerakan Islam. Soekarno kecil pernah mondok di rumah Cokroaminoto. Di sana Bung Karno belajar mengenai filsafat dan pemikiran Islam. Soekarno juga belajar pergerakan dengan menikmati ceramah dan orasi perjuangan Cokroaminoto. Gaya orasi Cokroaminoto dapat dibilang turut membentuk gaya kepemimpinan Soekarno yang lantang dan berapiapi. Soekarno menjadi murid yang paling disukai hingga dinikahkan dengan anaknya Siti Oetari (istri pertama Soekarno). Soekarno (nasionalis), Semaun (sosialis), dan Kartosuwiryo (ahli agama) merupakan tiga anak didik Cokroaminoto yang mampu mewarnai politik Indonesia.

Cokroaminoto sebagai guru yang baik memberikan pesan kepada muridnya. Saat dalam pembelajaran atau ceramah, ia sering menyelipkan sepatah nasehat dan pesan perjuangan. “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicara seperti orator”. Pernyataan ini menjadi spirit bagi para muridnya. Ini jugalah yang membentuk Soekarno sebagai salah satu pemimpin dengan orasi yang mampu membius semua yang mendengarkan. Adalagi trilogi Cokroaminoto yang paling terkenal, setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Pernyataan tersebut menggambarkan suasana perjuangan Indonesia yang membutuhkan tiga kemampuan bagi seorang pejuang. Warisan-warisan itulah yang ia tinggalkan hingga akhir hayatnya di usia 52 tahun. Cokroaminoto meninggal di Yogyakarta tepat pada 17 Desember 1934. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen Yogyakarta.

Artha Pradhika, Guru SMP Muhammadiyah 1 Kalasan, Sleman, Yogyakarta

Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 19 Tahun 2016