Apa yang terjadi bila negara mengalami defisit neraca pembayaran jelaskan

Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit neraca perdagangan Indonesia periode April 2019 tercatat sebesar US$ 2,5 miliar, atau merupakan yang paling dalam sepanjang sejarah RI.Lantas kenapa? Apa dampaknya untuk kita sebagai rakyat Indonesia?

Neraca perdagangan barang memiliki hubungan yang erat dengan neraca transaksi berjalan (current account).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Transaksi berjalan sendiri merupakan gambaran arus uang yang keluar masuk melalui sektor-sektor riil. Sementara transaksi di sektor riil ini lebih bertahan lama, tidak mudah keluar dan masuk dengan cepat.Berbeda dengan sektor keuangan, seperti saham, di mana investor bisa dalam satu kedipan mata menarik modal dari Indonesia.
Gampangnya, saat neraca transaksi berjalan mengalami defisit (current account deficit/CAD), ada lebih banyak uang yang keluar dari Indonesia ketimbang yang masuk. Apalagi jika jumlahnya sangat besar, artinya banyak sekali uang yang berhamburan ke luar negeri.Maka dari itu, transaksi berjalan menjadi fondasi yang sangat penting bagi stabilitas nilai tukar mata uang. Dalam hal ini rupiah. Bila rupiah kekurangan pasokan modal di dalam negeri, maka akan sulit untuk menahan tekanan mata uang lain.Masalahnya sejak akhir tahun 2011, Indonesia sudah mulai menikmati yang namanya defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Sejak saat itu pula rupiah cenderung melemah hingga saat ini.Pada awal 2011, kurs rupiah masih berada di sekitar Rp 9.000/US$, sedangkan pada akhir perdagangan hari Rabu (15/5/2019) sudah sebesar Rp 14.455. Artinya sudah melemah hingga 60,6%.Selain itu, sejak CAD mulai menghantui, Bank Indonesia (yang sejatinya adalah lembaga yang mengatur kebijakan moneter) mulai turun tangan untuk mengendalikan CAD karena dampaknya yang besar pada stabilitas rupiah. Padahal pada hakikatnya, CAD adalah fenomena sektor riil.Sebagai pengambil kebijakan moneter, instrumen yang bisa BI lakukan untuk mengusir CAD adalah menaikkan suku bunga acuan. Karena bila suku bunga meningkat, maka aktivitas ekonomi bisa diperlambat. Harapannya impor barang bisa turun dan mengurangi beban pada transaksi berjalan.Nah, saat neraca perdagangan defisit, apalagi sangat parah, maka transaksi berjalan akan semakin terbebani. CAD yang sudah sangat dalam bukan tidak mungkin terus mengarah ke bawah.Sebagai informasi, pada tahun 2018, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit tahunan yang paling dalam sepanjang sejarah NKRI, yaitu sebesar US$ 8,7 miliar.Pada tahun yang sama, CAD juga tercatat sebesar US$ 31,05 miliar, atau setara 2,98% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Itu juga merupakan yang paling parah sejak tahun 2014.Terbaru, CAD kuartal I-2019 sudah sebesar US$ 6,9 miliar atau setara 2,6% PDB, lebih dalam ketimbang kuartal I-2018 yang hanya 2,01% PDB.Bila tahun ini CAD tidak bisa dikerdilkan, atau bahkan melebar, maka rupiah akan semakin rentan terhadap gejolak ekonomi global. Pelemahan rupiah menjadi semakin sulit untuk dihindari. Alhasil menjadi sulit untuk membayangkan BI menurunkan suku bunga acuan. Alih-alih turun, potensi naik malah membesar.Saat suku bunga acuan BI sedang tinggi, maka dampak yang paling terasa ke masyarakat awam adalah bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang relatif tinggi.

Yah, kecuali mau terus berharap Bank Sentral Amerika Serikat (AS), The Fed menurunkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR). Apa iya mau menggantungkan nasib kepada bangsa lain?

TIM RISET CNBC INDONESIASaksikan Video Defisit Neraca Dagang April Terdalam Sepanjang Sejarah RI

[Gambas:Video CNBC]


(taa)

Apa yang terjadi bila negara mengalami defisit neraca pembayaran jelaskan
Ilustrasi - MediumTermNotes.com

Neraca perdagangan (Balance of Trade/BoT)  adalah perbedaan antara nilai semua barang dan jasa yang diekspor dan diimpor dari suatu negara dalam periode waktu tertentu. Pengertian secara singkat neraca perdagangan adalah selisih nilai total ekspor suatu negara dikurangi dengan nilai total impornya. Terdapat dua situasi dalam neraca perdagangan, yaitu situasi neraca perdagangan surplus dan defisit. Neraca perdagangan menjadi komponen terbesar dalam neraca pembayaran (Balance of Payment/BoP) karena menjadi indikator untuk mengukur seluruh transaksi internasional.Defisit neraca perdagangan yang semakin membesar menimbulkan kekhawatiran semakin memburuknya  perekonomian dalam negeri. Perdagangan di sektor jasa dan pembayaran penghasilan ke luar negeri (termasik deviden) merupakan faktor penyumbang terbesar defisit tersebut. Kontraksi ekspor yang terus berlanjut kian menambah  kecemasan menghadapi prospek ekonomi domestik yang penuh ketidakpastian. Seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dan penurunan harga komoditas, nilai ekspor Indonesia dari Januari sampai dengan September 2019 mengalami penurunan sekitar 8,00 persen dibanding periode yang sama di tahun 2018, yaitu sebesar 124,17 miliar dolar AS. Menurut BPS (2019) setidaknya ada dua faktor yang paling mempengaruhi penurunan kinerja dagang. Pertama, melambatnya pertumbuhan perekonomian global. Kedua, harga komoditas yang masih berfluktuasi, di antaranya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP).Defisit neraca perdagangan yang sering disebut juga defisit neraca transaksi berjalan yang terus berlanjut akan menjadi penghalang bagi perekonomian Indonesia untuk tumbuh lebih cepat. Dampak serius yang ditimbulkan oleh melebarnya defisit neraca perdagangan di antaranya  adalah  pelemahan nilai tukar rupiah dan meningkatnya inflasi. Besarnya impor yang melebihi ekspor akan memperburuk posisi cadangan devisa karena kewajiban membayar jauh lebih besar daripada hak yang diterima dalam bentuk valuta asing. Berkurangnya cadangan devisa di dalam negeri menimbulkan kelangkaan mata uang asing di dalam negeri, dan selanjutnya akan memicu menurunnya nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. Pelemahan mata uang rupiah ini mendorong kenaikan harga barang, terutama barang-barang impor yang akan memicu tingginya inflasi. Dampak yang mengikuti meningkatnya harga-harga ini adalah penurunan daya beli masyarakat, dan apabila terus berlanjut akan memperlambat pertumbuhan ekonomi.Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir bulan September 2019 tercatat sebesar 124,3 miliar dolar AS, mengalami penurunan dibanding bulan  Agustus 2019. Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan 7,2 bulan belanja atau 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Posisi besarnya cadangan devisa ini masih berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Kebutuhan pembayaran utang luar negeri pemerintah dan berkurangnya penempatan valuta asing perbankan di Bank Indonesia, merupakan sebab utama penurunan cadangan devisa ini.Salah satu upaya pemerintah mempersempit defisit neraca transaksi berjalan adalah dengan mendongkrak kinerja ekspor, meskipun disadari bahwa upaya ini tidaklah mudah karena situasi perekonomian global yang masih lesu. Di samping peningkatan kinerja ekspor, pemerintah juga tetap mempertahankan terjaganya pertumbuhan ekonomi domestik. Untuk menyikapi situasi perekonomian terkini, salah satu yang dilakukan oleh Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral adalah melakukan pelonggaran moneter. Kebijakan moneter longgar diharapkan akan meningkatkan likuiditas perbankan yang selanjutnya akan meningkatkan kredit yang disalurkan kepada dunia usaha dan masyarakat. Dengan demikian kinerja ekspor dapat ditingkatkan dan pertumbuhan ekonomi akan tetap terjaga. Inflasi domestik yang relatif rendah antara bulan Januari sampai September 2019 yang sebesar 2,20 persen memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap melakukan pelonggaran yang sudah dimulai sejak bulan Juni 2019. Rapat Dewan Gurbernur (RDG) Bank Indonesia pada pertengahan September 2019 yang mengambil keputusan menurunkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-Rate) sebesar 25 basis points (bps) atau 0,25 persen, patut untuk diapresiasi. Suku bunga acuan BI menurun menjadi berada di level 5,25 persen dari 5,50 persen, dan diharapkan diikuti oleh penurunan suku bunga industri perbankan. Keputusan ini tidaklah mudah karena harus disadari bahwa menurunnya suku bunga, akan membawa resiko terjadinya pelarian modal (capital flight) dari Indonesia. Hal ini merupakan fenomena yang lumrah karena investor akan selalu membawa uangnya ke tempat yang lebih menguntungkan. Keputusan bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) yang beberapa saat lalu menurunkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi kisaran 1,75 persen sampai 2 persen, secara tidak langsung juga menguntungkan Indonesia setidak-tidaknya dalam menahan terjadinya pelarian modal.Langkah Bank Indonesia dalam keputusannya menurunkan bunga acuan secara gradual merupakan langkah yang tepat, karena tidak menimbulkan guncangan yang berarti bagi perekonomian. Penurunan yang gradual ini merupakan strategi yang terbaik untuk menjamin investor asing tetap merasa betah di Indonesia, di samping itu ketersediaan valuta asing dapat tetap terjaga dan nilai rupiah tetap stabil. Diharapkan situasi perekonomian di dalam negeri tetap dapat mendukung target pertumbuhan ekonomi ke depan di tengah situasi perlambatan ekonomi global.

*Penulis merupakan dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Neraca perdagangan adalah perbedaan antara nilai semua barang dan jasa yang diekspor dan diimpor dari suatu negara dalam periode waktu tertentu. 

Neraca yang biasa disebut balance of trade ini merupakan adalah komponen terbesar dalam neraca pembayaran karena menjadi indikator untuk mengukur seluruh transaksi internasional. 

Artinya, jika dalam satu tahun negara lebih banyak melakukan ekspor ketimbang impor, kondisi neraca perdagangan adalah surplus.

Sebaliknya, jika lebih banyak melakukan impor ketimbang ekspor, kondisi neraca perdagangan adalah defisit. 

Setiap negara akan mempublikasikan laporan neracanya secara berkala dalam tempo bulanan atau kuartal. Hasilnya akan diamati pemerintah, bank sentral, investor, spekulan, dan para pemain pasar lainnya sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan ekonomi.

Sebagai pebisnis di sektor ekspor impor perlu banget mengetahui seluk-beluk neraca perdagangan. Selain itu, proteksi bisnis dari gagal bayar pinjaman jika terjadi risiko dengan asuransi kredit.

Jika kamu pengin tahu lebih lanjut ulasan tentang bisnis, kunjungi pembahasan pakar di Tanya Lifepal!

Cara hitung neraca perdagangan

Dalam menghitung neraca perdagangan, terdapat dua hal yang harus dimiliki yaitu nilai ekspor dan nilai impor. Tetapi, ada beberapa hal yang memengaruhi nilai tersebut yaitu:

  • Transaksi barang dan jasa, ini meliputi transaksi ekspor impor barang maupun jasa. 
  • Transaksi modal, transaksi ini meliputi kredit perdagangan dari negara lain dan juga investasi langsung di luar negeri. 
  • Transaksi satu arah, meliputi hadiah atau bantuan, karena dalam transaksi ini tidak mengharuskan pengembalian dana atau pembayaran. 
  • Selisih perhitungan, ini merupakan sebuah rekening untuk penyeimbang antara kredit dan debet. 
  • Lalu lintas moneter.

Pada dasarnya, ada rumus sederhana untuk menghitungnya, yaitu dengan mengurangi nilai ekspor dan nilai impor atas suatu barang dan jasa.

Neraca perdagangan = Ekspor – Impor
  • Ekspor adalah barang dan jasa yang dibuat di dalam negeri kemudian dijual kepada orang asing. 
  • Impor adalah barang dan jasa yang dibeli penduduk suatu negara yang mana barang dan jasa tersebut dibuat di luar negeri.

Namun, ada celah yang menyebabkan penghitungan neraca menjadi tidak akurat. Salah satunya adalah perdagangan gelap.

Pasalnya, dalam perdagangan gelap, beberapa kegiatan transaksi tersebut hanya tercatat di satu negara, entah yang mengekspor atau yang mengimpor, sedangkan negara lainnya tidak. Hal itu menyebabkan akumulasi dari seluruh dunia menjadi tidak seimbang.

Surplus neraca perdagangan vs defisit

Defisit neraca perdagangan adalah topik perbincangan yang selalu menarik untuk dibahas. Dalam praktiknya, neraca memiliki dua sifat, yaitu surplus dan defisit.

Nah, suatu negara dikatakan surplus apabila negara tersebut lebih banyak melakukan ekspor komoditi atau jasa daripada impor. Hal ini disebut juga sebagai surplus perdagangan. Sementara defisit terjadi saat nilai impor lebih tinggi daripada nilai ekspor, maka terjadilah defisit. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang 2019 defisit neraca perdagangan adalah US$3,20 miliar. Namun, angka tersebut masih lebih baik jika dibandingkan jumlah defisit pada tahun sebelumnya yang mencapai US$8,6 miliar. 

Tentu kamu sering mendengar istilah surplus dan defisit. Namun, hal tersebut ternyata tidaklah terlalu signifikan terhadap pertumbuhan perekonomian.

Surplus tidak selamanya baik, begitu pula juga defisit yang tidak selamanya menunjukkan tanda bahaya terhadap perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi sendiri pendorong utamanya adalah tingkat konsumsi masyarakat dan juga investasi. 

Neraca perdagangan adalah surplus apabila…

Neraca perdagangan adalah surplus apabila pendapatan lebih banyak daripada pengeluarannya. Artinya, nilai ekspornya lebih besar ketimbang nilai impornya. 

Surplus akan sangat dibutuhkan ketika perekonomian berada dalam fase resesi. Pasalnya, dalam keadaan tersebut, surplus perdagangan akan membantu dalam penciptaan lapangan pekerjaan dan peningkatan permintaan atas suatu barang dan jasa.

Umumnya setiap negara membuat kebijakan ekonomi tersendiri untuk menghasilkan surplus. Salah satu kebijakan tersebut diimplementasikan dalam wujud proteksionisme perdagangan. Caranya adalah dengan melindungi industri dalam negeri melalui pengenaan tarif, kuota, atau subsidi impor.

Neraca perdagangan adalah defisit, itu berarti…

Sebaliknya, neraca dikatakan defisit apabila nilai impornya lebih besar daripada nilai ekspornya. Tapi, hal ini tidak selamanya negatif.

Pasalnya, jika pemerintah membuka keran impor daripada ekspor, itu tandanya akan semakin banyak barang-barang di pasar. Hal ini jelas bisa mendorong persaingan usaha dan menjaga harga-harga barang tetap stabil.

Namun, kita juga perlu tahu bahwa defisit perdagangan dianggap sebagai suatu yang kurang menguntungkan bagi sebagian negara. Termasuk bisa menyebabkan kebangkrutan untuk bisnis-bisnis di sektor tertentu.

Jika negara terus-menerus menerima impor, kemungkinan terburuknya bakal membuat bisnis dan produk dalam negeri menjadi tidak memiliki nilai tambah. 

Pada jangka panjang, akhirnya negara dengan defisit perdagangan yang tinggi akan menerapkan apa yang disebut merkantilisme, yaitu menghapus defisit perdagangan dengan segala cara.

Salah satu yang paling umum untuk dilakukan adalah dengan menetapkan tarif impor dan kuota impor yang sering kali diikuti dengan kenaikan harga konsumen. 

Hal tersebut tentu akan memicu proteksionisme reaksioner dari mitra dagang negara sehingga kemungkinan terbesarnya perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi akan menurun.

Dampak defisit neraca perdagangan

Secara umum, defisit neraca menandakan bahwa perekonomian suatu negara cenderung melemah. Tentu saja akan ada dampak-dampak yang juga perlu ikut diperhatikan, seperti berikut ini.

1. Pelemahan mata uang

Impor yang lebih tinggi ketimbang ekspor menjadi penyebab defisit. Rasio impor yang melambung bisa diartikan tingginya kebutuhan akan mata uang asing. 

Dengan kata lain, Rupiah yang ditukarkan ke Dolar lebih besar ketimbang Dolar ditukar ke Rupiah. Turunnya permintaan terhadap Rupiah bikin nilai mata uang Indonesia tersebut melemah.

Bank Indonesia mau gak mau menggunakan cadangan devisa supaya bisa menahan laju pelemahan Rupiah kalau terus berlanjut.

2. Meningkatnya inflasi

Pelemahan mata uang semisal Rupiah cenderung berujung pada naiknya harga barang-barang, terutama barang-barang impor.

Ujung-ujungnya inflasi naik dan daya beli masyarakat menurun. Inflasi yang terus berlanjut lama kelamaan dapat mengakibatkan perekonomian melambat, bahkan lumpuh nantinya.

3. Suku bunga acuan naik

Naiknya suku bunga acuan merupakan dampak lanjutan dari defisit neraca. Sebab rupiah yang melemah cenderung mendongkrak angka inflasi.

Nyatanya, ada beberapa barang produksi dalam negeri yang selama ini bergantung pada bahan baku yang diimpor dari luar negeri.

Melemahnya rupiah membuat barang-barang tersebut memiliki harga jual yang tinggi karena menyesuaikan dengan harga bahan baku yang mahal.

Bank Indonesia pun mau gak mau menaikkan suku bunga acuan sebagai konsekuensi peningkatan inflasi. Melihat tingginya suku bunga, orang-orang pun lebih memilih menyimpan uangnya di bank.

4. Investasi asing yang masuk berpotensi meningkat

Melemahnya nilai mata uang dilihat sebagai keuntungan bagi beberapa investor. Modal investasi yang mereka salurkan bisa lebih besar ketika ditukarkan ke mata uang negara tujuan. Dari modal tersebut, mereka bisa mengembangkan bisnisnya.

Selain itu, para investor bisa membeli surat utang, baik yang dijual negara maupun swasta, dalam jumlah besar. Kondisi ini tentunya menguntungkan buat negara tujuan investasi. Sebab modal-modal yang masuk mendorong perekonomian.

Seperti yang dikutip Investopedia, pemenang Nobel Milton Friedman berpendapat defisit perdagangan gak pernah berbahaya dalam jangka panjang. Sebab mata uang bakal selalu kembali ke negara itu dalam berbagai bentuk. Salah satunya melalui investasi asing.

Itu sebabnya kondisi defisit neraca ini memengaruhi harga saham. Apalagi saham yang bergerak di sektor terkait ekspor impor.

Pengaruh neraca perdagangan terhadap perekonomian negara

Balance of trade ini berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu negara. Pertumbuhan ekonomi yang dilihat dari produk domestik bruto (PDB) dan nilai tukar rupiah menjadi dua sektor yang paling rentan atas neraca tersebut.

Berikut ulasannya!

1. Pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

Kegiatan ekspor mendongkrak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hal ini diukur dari pertumbuhan PDB riil dari waktu ke waktu.

Dengan meningkatnya ekspor, otomatis permintaan terhadap produk domestik sehingga mendorong perusahaan meningkatkan produksi. Peningkatan ini tentunya menciptakan lebih banyak pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi.

Dengan keterkaitan komponen tersebut, terdapat rumus untuk menghitung PDB yaitu:

PDB = Konsumsi + Investasi + Pengeluaran Pemerintah + (Ekspor – Impor)

Dari rumus ini, terlihat kalau ekspor berhubungan positif (menambah) PDB, sedangkan impor sebaliknya. Jadi, negara yang mengalami surplus perdagangan akan mendorong PDB naik dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

2. Pengaruh terhadap nilai tukar

Selain terhadap pertumbuhan ekonomi, neraca BoT ini juga memengaruhi nilai tukar. Kenapa berpengaruh?

Jadi, ketika terjadi ekspor impor, tentu mata uang yang digunakan sebagai alat pembayaran berbeda. Misalnya ketika mengekspor barang ke negara lain, pebisnis Indonesia akan menerima pembayaran dalam mata uang lain sesuai kesepakatan.

Begitupun ketika mengimpor, penjual dari negara lain biasanya akan meminta pembayaran dalam mata uang lain seperti dolar AS.

Jadi, pelaku impor ataupun ekspor dalam negeri bakal menukar rupiah dengan mata uang lain. Di sinilah nilai tukar akan dipengaruhi neraca perdagangan. Jika penukaran rupiah ke mata uang dolar AS banyak, rupiah bisa terdepresiasi. Sebaliknya jika dolar AS ditukar ke rupiah, maka rupiah akan terapresiasi. 

Ketika sebuah negara mengalami defisit perdagangan, nilai tukar cenderung terdepresiasi. Sebaliknya, surplus perdagangan akan mengarah pada apresiasi mata uang. Tapi, efeknya mungkin hanya sementara, karena mekanisme harga akan menghasilkan efek yang berkebalikan.

Siapkan dana darurat untuk jaga bisnis kamu

Setelah tahu urgensi neraca perdagangan, sebagai pelaku bisnis kamu perlu yang namanya dana darurat. Dengan begitu, ada cadangan dana yang bisa digunakan ketika kondisi perekonomian sedang melemah.

Misalnya saja untuk membayar gaji karyawan termasuk kesejahteraan karyawan melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Buat kamu yang pengin menyiapkan dana darurat, bisa hitung-hitung dengan Kalkulator Dana Darurat dari Lifepal berikut ini.

Data statistik neraca perdagangan Indonesia 

Setelah mengetahui tentang seluk beluk neraca perdagangan, lantas bagaimana dengan neraca milk Indonesia sendiri? Bagaimana data statistiknya, apakah selalu surplus atau defisit? 

Berikut ini statistik neraca perdagangan Indonesia tahun 2015 – 2020 (Januari -Juli) dilihat dari situs Kementerian Perdagangan.

Neraca Perdagangan INDONESIA TOTAL Periode 2015 – 2020
Uraian20152016201720182019Trend(%) 15-1920192020Perub.(%) 20/19
TOTAL PERDAGANGAN293,061.1280,839.0325,813.7368,724.0338,958.75.79194,322.8171,457.8-11.77
MIGAS43,187.531,844.740,060.347,040.133,673.7-1.0719,755.913,135.8-33.51
NON MIGAS249,873.5248,994.3285,753.4321,683.9305,285.16.79174,566.8158,322.0-9.31
EKSPOR150,366.3145,186.2168,828.2180,012.7167,683.04.4396,086.290,090.3-6.24
MIGAS18,574.413,105.515,744.317,171.711,789.2-6.197,116.44,647.5-34.69
NON MIGAS131,791.9132,080.8153,083.9162,840.9155,893.85.6088,969.885,442.8-3.96
IMPOR142,694.8135,652.8156,985.6188,711.4171,275.77.2098,236.681,367.5-17.17
MIGAS24,613.218,739.224,316.029,868.421,884.42.3412,639.58,488.3-32.84
NON MIGAS118,081.6116,913.6132,669.5158,842.9149,391.38.0885,597.172,879.2-14.86
NERACA PERDAGANGAN7,671.59,533.411,842.6-8,698.7-3,592.70.00-2,150.48,722.8505.63
MIGAS-6,038.8-5,633.8-8,571.7-12,696.7-10,095.2-20.20-5,523.1-3,840.830.46
NON MIGAS13,710.315,167.220,414.33,998.06,502.5-24.613,372.712,563.6272.51

Semua data di atas memiliki nilai dalam jutaan USD atau dolar Amerika Serikat. Dilihat dari tabel di atas, pada tahun 2020, Indonesia berada pada posisi surplus meskipun pada 2018-2019 mengalami defisit.  Hal ini tentu saja pertanda yang baik bagi perekonomian Indonesia.

[Baca: Promo manfaat proteksi buat keluarga dengan uang pertanggungan hingga Rp2,5 Miliar]

Pertanyaan-pertanyaan seputar neraca perdagangan